DIMENSI MISTIK DALAM ISLAM Oleh: Annemarie Schimmel Diterjemahkan oleh: Sapardi Djoko Damono (et.al.) Penerbit: Pustaka Firdaus, Jakarta, 502 halaman, 1986 APAKAH tasawuf itu? Beberapa orang saleh sempat menanyakannya ketika bermimpi bertemu Rasulullah. Lalu Hujwiri, seorang sufi, pada pertengahan abad ke-11, menyimpulkan: Sufi, disebut demikian, karena berpakaian jubah wol. Sufi, juga berarti mereka yang berada di larik terdepan dalam bersalat. Dikatakan pula, mereka selalu berada di sekeliling masjid Nabi. Sufi, disebut demikian, karena mereka adalah orang-orang yang selalu berada di dalam kemurnian. Sesungguhnya, perjalanan tasawuf seorang sufi tak terjangkau oleh rumus. Bahkan oleh laku ibadat mana pun. Tidak oleh doa tidak pula oleh puasa. Bahkan sejumlah sufi meyakini tidak pula oleh salat. Mereka yang berada di dalam "mabuk" berkepanjangan, menyelam lautan cinta Ilahi, sudah tak ingat lagi akan kewajiban bersalat. Dan, itu dapat berlangsung bertahun-tahun. Sejarah tasawuf adalah lahan yang menunjukkan persinggahan berbagai penafsiran. Dari pengalaman batin mereka melahirkan pandangan yang kemudian diketahui berbeda. Lalu, sikap hidup pun menyeruak berbeda-beda. Juga cara-cara mencapai tujuan menjadi berbeda, bahkan bisa bertentangan satu sama lainnya. Karya Annemarie Schimmel ini termasuk buku mistik Islam yang paling bagus. Sebuah buku yang cerdas, teliti, mendetail, dan spesifik. Dalam bab Psikologi Sufi antara lain disebutkan bahwa Tuhan berfirman, "Aku adalah benda berharga yang tersembunyi, dan Aku berkehendak supaya diketahui, maka Aku ciptakan dunia." Di dalam dunia itulah manusia merupakan pengejawantahan yang paling tinggi. Manusia sebagai mikrokosmos yang pada gilirannya menciptakan segala sesuatu bagi sesamanya. Pada bab Peranan Iblis, disebutkan teori Hallaj bahwa iblis lebih monoteistis daripada Allah sendiri. Jika iblis pernah menolak perintah Tuhan untuk menyembah Adam makhluk ciptaan Tuhan, itu suatu sikap patuh mereka akan perintah bahwa hanya Allah yang pantas disembah. Pemberontakan iblis adalah suatu proklamasi bahwa hanya Allah Yang Kudus. Di sini, iblis menjadi contoh kekasih yang sempurna. Dalam bab Simbolisme Huruf dalam Kesusastraan Sufi, diyakini bahwa tidak ada sebuah huruf pun yang tidak memuji Allah dalam suatu bahasa. Bagi kaum Hurufi, mereka yang berurusan dengan huruf, dunia merupakan perwujudan tertinggi Allah Sendiri. Salah satu puisi Rumi yang berhubungan dengan huruf berbunyi: Kukosongkan kedua sisiku dari kedua dunia bagaikan h aku duduk di sisi l Allah Lalu, pada bab Kewanitaan dalam Tasawuf, disebutkan bahwa tingkah laku Rasulullah itu dapat dipetik menjadi suri teladan. Simpati Rasulullah terhadap wanita, perkawinannya yang berkali-kali, dan empat putrinya telah menghalau perasaan muak para sufi terhadap wanita. Lebih-lebih Rabiah Adawiyah telah membuktikan dirinya sebagai wanita sufi yang melambung tinggi melampaui jenjang kesufian para lelaki. Warna tasawufnya, "cinta", menjelma pelangi yang menentukan di dalam peta kesufian sepanjang masa. Yang juga mencolok dalam buku ini adalah sifat paradoks yang muncul dari tingkah laku maupun pernyataan para sufi. Dipercayai sesungguhnya para sufi mengemban tugas mengatur dunia. Dalam kedisiplinan yang keras para sufi yakin bahwa gerakan yang paling kecil pun dapat mempengaruhi susunan semesta. Hanya dengan "cinta" semesta terpelihara, suatu pernyataan pertalian Allah dengan manusia. Namun, semua itu timbul-tenggelam dalam warna yang mendua. "Jangan biarkan dirimu kena tipu daya Allah, dan jangan memutuskan harapan dari-Nya jangan mengharapkan cinta-Nya, dan jangan mundur dari cinta terhadap-Nya," seru Hallaj. Dengan paradoks ini terbukalah rahasia cinta antara manusia dan Tuhan. Jika "cinta" adalah intisari Allah dan rahasia penciptaan, maka Bayazid Bistami seorang sufi abad ke-9, dengan dibalut cinta telah melenyapkan diri untuk bisa menghadirkan Allah. Maka, ketika orang-orang mencari Bayazid, yang dicari malah berteriak, "Aku sendiri pun sedang mencari Bayazid." Cinta hanya bertolak untuk berlabuh pada yang hidup. Karena yang hidup hanya Allah, tak ada pelabuhan yang paling indah daripada itu. Itulah sebabnya Shibli, seorang sufi, menyeletuk ketika menyaksikan seseorang menangis karena kekasihnya mati, "O, tolol, mengapa kau mencintai seseorang yang bisa mati?" Sementara itu, Hallaj, sufi syuhada cinta mistik, yang dihukum mati di Baghdad pada 922, percaya sesuatu yang bisa mati, di dalam luapan kegembiraan, dapat menyatu dengan sesuatu yang abadi. Dengan menari-nari, meski terbelenggu dalam perjalanan menuju tempat pelaksanaan hukuman mati, Hallaj dengan demikian menjadi saksi hidup Tuhan dan boleh menyatakan ana'l-Haqq -- akulah Kebenaran. Dengan menganjurkan menjauhi buku-buku Idries Shah bagi para pcminat tasawuf serius, Annemarie menggelinding dengan uraiannya yang menarik. Betapa keras para sufi menempa diri, sambil meneladani sifat-sifat terpuji para nabi. Dari sana lahir penajaman akan gaya hidup, yang bersumber pada kesadaran tertinggi. Siapa saja yang ingin mencapai kehormatan tertinggi harus memilih tujuh dari tujuh: kemelaratan daripada kekayaan, lapar daripada kenyang, yang rendah daripada yang luhur, penghinaan daripada penghormatan, kerendahhatian daripada kebanggaan, kedukaan daripada kegembiraan, dan maut daripada kehidupan. Lalu diceritakan Fudayl, bekas perampok yang kemudian menjadi sufi. Ia, selama tiga puluh tahun, hanya sekali saja tampak tersenyum. Yaitu ketika anak laki-lakinya meninggal dunia. Itu semua karena didorong oleh keyakinan bahwa segala sesuatunya, harta maupun keluarga, sering dianggap penghalang untuk dapat memandang wajah Tuhan. Apa pun dan siapa pun yang menutupi dirinya dengan hamparan kasih sayang Tuhan, membuat ngeri para sufi. Itu semua yang membuat Kharaqani, seorang sufi buta huruf, bersumpah tak mau menyerahkan nyawanya kepada malaikat maut. Karena ia menerima nyawa itu dari Tuhan, ia hanya bersedia mengembalikannya kepada-Nya saja. Namun, tidak adil kalau kita tidak bersedia mendengar keluh kesah orang awam yang berurusan dengan para sufi yang paradoksal itu. Karena para sufi, yang wudunya bisa tetap suci sampai berhari-hari itu, menyimpan banyak kepinding di jubahnya. Terdengar teriakan di angkasa dari seorang wanita pelayan yang mengabdi seorang sufi di Baghdad pada tahun 900, yang agaknya ditujukan kepada Tuhan, "Ya, Allah, betapa kotornya teman-teman Tuan. Tak ada seorang pun yang bersih!" Danarto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini