Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsitektur

Pada Sebuah Patung

Taman Impian Jaya Ancol mencari landmark melalui sebuah lomba. Melalui patung itu, diharapkan kawasan Ancol memiliki sebuah identitas dan kegairahan baru.

25 November 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH gerak mendesing seekor ikan pari di gelombang laut. Itulah kesan yang tertangkap dari patung Gairah Hidup (Joy of Life) karya perupa Rita Widagdo, yang keluar sebagai pemenang lomba penciptaan landmark yang diadakan Taman Impian Jaya Ancol yang diumumkan beberapa waktu lalu. Patung berbentuk tiga sisi layar perahu terbalik itu dikombinasikan dengan gaya cekung dan cembung. Ia juga menampilkan hiasan tali-temali di permukaannya, mengingatkan orang akan tarikan tambang-tambang kapal layar. Berbagai unsur tersebut menimbulkan kesan akan dinamika gerak, irama, dan keterbukaan. Inilah sebuah patung yang berhasil menggambarkan daya hidup dengan baik yang diharapkan bisa mewakili jiwa Taman Impian Jaya Ancol. Tampaknya, meski nama Taman Impian Jaya Ancol sudah cukup dikenal sebagai lokasi hiburan dan wisata pantai di Jakarta, toh rekreasi ini merasa harus memiliki identitas dengan membangun sebuah landmark. Landmark dalam arsitektur modern dikenal sebagai tengara, yaitu se-buah bangunan seni publik atau monumen penanda yang menunjukkan karakter, identitas, atau ciri khas suatu kawa-san. Ia mengisi ruang publik dengan bahan, skala, dan struktur arsitektural yang mengait pada lingkungan serta lanskap yang ada di sekitarnya. Beberapa landmark berhasil menggabungkan semua unsur tersebut dan menjadi sangat terkenal, misalnya Statue of Liberty karya Frederic Bartholdi (1886) di New York, yang menjadi simbol paham kebebasan Amerika Serikat. Meski jauh dari mencari karya spektakuler macam Patung Liberty, lomba mencari bentuk landmark yang diadakan sejak Juli sampai awal November lalu itu cukup serius. Dengan pancingan hadiah Rp 40 juta untuk karya terbaik, ada 28 pematung dan arsitek kondang berbagai usia dari Yogya, Bandung, dan Jakarta yang sengaja diundang untuk berkompetisi. Mereka diberi insentif Rp 3 juta untuk bantuan pembuatan karyanya. Pada akhirnya hanya 20 pematung yang bisa mengirimkan karyanya. Apa yang harus ditampilkan untuk sebuah landmark yang akan dibangun di pantai timur Ancol itu? "Untuk Ancol, sebuah landmark yang baik harus mengikat kawasan tersebut menjadi kesatuan identitas, di samping menjadi penghubung dengan kawasan lainnya di Jakarta," kata pematung senior Greg Sidharta, yang menjadi ketua dewan juri lomba. Yang menarik dari para peserta itu, terdapat beberapa persamaan dan kecenderungan. Umumnya, mereka memberi jawaban atas kondisi Ancol dengan membuat bentuk-bentuk vertikal. Hanya perupa Sunaryo, 58 tahun, yang menampilkan karya horizontalnya yang berjudul Pesona Pantai. Karya berwarna putih ini berwujud mirip seekor keong terbalik. Format tersebut ternyata sengaja dipilih sebagai perlawanan terhadap dominasi monumen-monumen di Jakarta, yang cenderung bersosok tegak. Akhirnya, dewan juri yang terdiri dari delapan orang akhirnya memilih karya abstrak pematung senior Rita Widagdo, 63 tahun, yang berjudul Gairah Hidup (Joy of Life) sebagai karya terbaik untuk dibangun menjadi landmark Ancol. Juri juga menetapkan tiga karya nominasi, yakni karya Pius Priyo Wibowo, 41 tahun, yang berjudul Tumbuh, Berkembang, dan Berbuah, yang mengambil ide bentuk sebuah bunga; Tumbuh dan Berkembang karya Syahrial Zein Koto, 41 tahun, yang diilhami bentuk pohon yang sedang tumbuh; dan Pesona Pantai karya Sunaryo. Menurut Greg Sidharta, karya-karya yang masuk nominasi sangat maju dan mewakili banyak gaya dan ide. Hanya, kebanyakan pematung muda melupakan pertimbangan arsitektur dan lingkungan dalam karyanya karena mereka masih menekankan aspek seni patung. "Landmark adalah gabungan banyak aspek agar dia bisa diterima makin banyak orang," tuturnya. Bagi Sidharta, sebuah lomba seperti ini akan membantu menemukan karya yang tepat untuk membangun identitas Ancol. Karya Rita Widagdo yang keluar sebagai pemenang harus diakui sangat mengundang interpretasi. Menurut Rita, dalam dimensi aslinya, karyanya akan berwujud bangunan dengan ketinggian dan rentang 15 meter. Dosen Jurusan Seni Rupa ITB ini mengaku karyanya dibuat untuk "mencuri mata" guna melawan kondisi Ancol yang monoton. "Pantai Ancol sangat datar. Langitnya juga lebih banyak berwarna kelabu," ujarnya. Setelah mengadakan riset selama tiga bulan, ia memutuskan membuat karya yang memotong langit dengan warna keemasan. Dan patung yang bercahaya itu nantinya diharapkan menampilkan sebuah kegairahan baru. Arif A. Kuswardono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus