Otobiografi Pak Harto kini beredar di Negeri Belanda dan RRC. Sensor ketat diberlakukan di Cina, penjualannya pun melalui jalur khusus. BUKU bergambar sampul potret close-up Pak Harto memakai peci itu menghiasi toko-toko buku di Negeri Belanda sejak Maret silam. Judulnya Soeharto: Mijn Gedachten, Woorden en Daden, Autobiografie. Itulah terjemahan otobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, yang terbit di Indonesia pada 1989. Penerjemahnya sepasang suami-istri Alfred van Der Helm dan Angela Rookmaaker. Mereka adalah ahli bahasa dan kesusastraan Indonesia dan Jawa, lulusan Universitas Leiden, Belanda. Cetakan pertama buku yang diterbitkan oleh Uitgeverij Van Wij- nen itu kini baru 4.000 eksemplar. Dijual 49,50 gulden (Rp 47.500) per eksemplar. Ketika buku itu sampai ke tangan Ramadhan K.H., yang bersama-sama G. Dwipayana menyusun buku aslinya, ia menemukan ada bagian-bagian yang diedit atau dibuang. Misalnya, ucapan Pak Harto tentang usaha-usaha pemerintah Indonesia mengurangi impor beras, yang dalam buku aslinya disinggung dua kali. Salah satunya kemudian dihilangkan. "Mereka menganggap bagian itu merupakan repetisi (pengulangan) yang tak perlu," kata Ramadhan. Ia senang karena untuk pertama kali bukunya diterjemahkan dalam bahasa Belanda. Ada beberapa hal yang membedakan. Kertas lebih tipis dan bagus. Buku asli dengan gambar sampul lukisan Dede Eri Supria dan terjemahannya dengan foto close-up Pak Harto. Dalam buku terjemahan itu juga lebih banyak ditampilkan foto Pak Harto dengan Ratu Yuliana. "Supaya lebih laku terjual," kata Van Der Helm pada TEMPO. Reputasi Helm dan Rookmaaker dalam menerjemahkan tulisan-tulisan pengarang Indonesia cukup meyakinkan. Suami-istri itu pernah menerjemahkan Gadis Pantai karya Parmoedya Ananta Toer, Kumpulan Pantun Melayu karangan Putu Wijaya, Danarto, dan sejumlah penulis wanita Indonesia. Kendati Pak Harto mencantumkan banyak kata Jawa, mereka tak menghadapi masalah. Kerepotan hanya mereka temui ketika harus menerjemahkan akronim. Misalnya, akronim di bidang militer seperti Bakorstanas atau Menhankam. "Begitu banyaknya akronim, hingga tiap kali kami harus membuka kamus akronim," kata Helm, yang bekerja selama enam bulan. Kesulitan serius terjadi pada langkah awal, ketika mereka mencari penerbit sebelum mulai menerjemahkan. Kebanyakan penerbit di Belanda cenderung menolak proposalnya dengan berbagai alasan, antara lain kemungkinan tak laku. Namun, akhirnya Uitgeverij Van Wijnen, penerbit yang banyak menerbitkan buku sejarah Indonesia, menyokongnya. Wijnen sependapat dengan Helm, bahwa otobiografi Pak Harto merupakan sumber penting bagi peminat sejarah Indonesia di negeri yang pernah menjajahnya. Banyak hal yang belum diketahui masyarakat Belanda tentang peranan Pak Harto selepas proklamasi. "Misalnya, peranan Pak Harto dalam serbuan ke Yogyakarta pada 1949 dan ketika perebutan Irian Barat. Apalagi ditulis sendiri oleh pelakunya," kata Helm. Ia juga melontarkan pujian untuk Presiden Soeharto. "Saya tak mengira buku itu begitu obyektif," katanya. Soal penjualan yang tersendat, Dangeman van Wijnen, direktur penerbit itu, tak tahu pasti. "Entah berapa sekarang terjual. Saya kira belum banyak," katanya. Padahal, pihaknya telah melakukan promosi secara intensif. Misalnya, memasang iklan di berbagai media. Animo di negeri Cina justru sebaliknya. Menurut sebuah sumber yang dekat dengan proyek penerjemahan buku Pak Harto ke dalam bahasa Mandarin, Juli lalu sebanyak 5.000 eksemplar ludas. Padahal, penerbitnya, Shijie Zhishi Hubanshe (World Culture Publishing House), memberikan embel-embel "penerbitan intern". Penjualannya dilakukan lewat "toko khusus", yang penerjemahnya pun tak mengetahui alamatnya. "Pembeli yang berminat harus berhubungan dengan pejabat Partai," kata sumber itu. Harganya 5,40 yuan per eksemplar atau sekitar Rp 2.000 (di Indonesia Rp 25.000). Sampulnya bergambar Pak Harto berpeci lengkap dengan dasi dan jas. Pemerintah Komunis Cina tampaknya bersikap hati-hati terhadap buku Pak Harto. Sensor ketat dilakukan. "Terjemahannya tak 100 persen utuh," kata sumber itu. Namun, ia tak menyebutkan bagian-bagian yang dipotong. Yang jelas, Pak Harto mengecam pemberontakan G30S-PKI pada 1965. Selain terjemahan dalam bahasa Belanda dan Cina pernah terbetik berita PT Cipta Lamtoro Gung, penerbit buku Pak Harto itu, siap mencetak edisi bahasa Inggris. Kabar lain juga menyebutkan Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya bakal beredar di Negeri Sakura dalam bahasa Jepang. Tentu saja Ramadhan gembira, meskipun namanya dan nama Dwipayana tak tercantum sebagai pemegang hak cipta (copyright), baik dalam buku terjemahan maupun dalam cetakan ulang Lamtoro Gung. Menurut dia, pada 1.000 eksemplar cetakan perkenalan edisi bahasa Indonesia, hak cipta mereka masih tercantum. Namun, ketika dicetak dalam format lebih murah sebanyak 50.000 eksemplar, hak cipta itu menjadi milik penerbit. Entah bagaimana ceritanya. Pihak Lamtoro Gung yang dihubungi belum bersedia memberi penjelasan. Priyono B. Sumbogo, Leila S. Chudori (Jakarta), Asbari N. Khrisna (Negeri Belanda), dan Seiichi Okawa (Tokyo).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini