Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Berita Tempo Plus

Dongeng Mallacan Karya Kreator Seni Rupa Berbasis Blockchain

Karya Arief Witjaksana berisi dongeng Mallacan. Dia dikenal dengan karya seni yang terhubung dengan teknologi digital NFT.

23 Februari 2025 | 08.30 WIB

Lukisan Hunter Clan from Hima dalam pameran karya Arief Witjaksana bertajuk “The Four Hunstmen” di Galeri Zen1, Menteng, Jakarta, 18 Februari 2025. Tempo/Charisma Adristy
Perbesar
Lukisan Hunter Clan from Hima dalam pameran karya Arief Witjaksana bertajuk “The Four Hunstmen” di Galeri Zen1, Menteng, Jakarta, 18 Februari 2025. Tempo/Charisma Adristy

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Pelukis Arief Witjaksana menghadirkan lukisan dengan latar dunia imajiner Mallacan.

  • Karyanya didominasi warna-warna cerah seperti dalam komik atau game.

  • Arief dikenal dengan karyanya terhubung dengan teknologi digital NFT berbasis blockchain.

ADA sebuah dunia imajiner bernama Mallacan. Penduduknya bertubuh seperti susunan lego dan bermata tiga. Mereka berjuang memulihkan ingatan mereka yang hilang. Mereka juga harus berkelahi melawan para sesepuh klan dan monster.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kehidupan di dunia fiktif Mallacan inilah yang digambarkan Arief Witjaksana, seniman muda lulusan Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Trisakti, Jakarta, dalam sejumlah lukisan melalui pameran seni rupa tunggal “The Four Huntsman” di Galeri Zen1 di kawasan Dukuh Atas, Menteng, Jakarta Pusat, selama 8 Februari-8 Maret 2025. Seperti karya sebelumnya, lukisan seniman yang lahir pada 1989 ini masih bergaya dekoratif dengan warna-warna cerah. Dia dikenal sebagai seniman yang karyanya terhubung dengan non-fungible token (NFT), identifikasi digital unik yang tercatat dalam teknologi blockchain untuk memastikan sertifikasi kepemilikan dan keautentikan karya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Lukisan Hunter Clan from Hima yang didominasi warna-warna kayu dan tanah, misalnya, menggambarkan kegiatan penduduk Mallacan sehari-hari. Mereka hidup di rumah-rumah pohon yang perkasa di hutan. Ada yang memanggul gelondongan kayu, bersiap berladang, dan menyapa dari jendela rumah pohon yang tinggi.

Dalam karya lain tampak sekelompok penambang mineral juga tengah bekerja keras. Ada yang tengah memecahkan batu untuk mendapatkan mineral, membawa mineral ke gerobak, dan menggendong mineral serta yang lain memungutnya. Gambaran itu tampil dalam karya Minerals from Hima.

Lukisan Kuuru Zha The Whisperer (kiri) dan Mu’unkha The Mystic Beast. Tempo/Charisma Adristy

Penduduk Mallacan juga harus berjuang melepaskan diri dari kejaran serigala yang ditampilkan dalam karya lain, Direwolf. Ada pula kisah orang Mallacan yang tengah berjibaku di dalam perahu mereka saat menghadapi monster laut. Karya yang didominasi warna biru ini berjudul Sea Emperor.

Ada tiga tokoh utama di negeri Mallacan ciptaan Arief. Kumi the Kind Spirit adalah penambang mineral yang bermuka merah-biru dan berkaki hijau. Robu the Hunter adalah pemburu bermuka merah, biru, hijau, dan kuning serta berkaki biru yang bersenjatakan pedang. Ada pula Juro the Warrior of Farzea, kesatria dari Farzea yang berkepala seperti caping dan bersenjatakan tombak pedang.

Seperti potongan-potongan adegan di komik, Arief menampilkan para pahlawannya di atas kanvas. Ada gambaran tentang Cetra, kampung yang porak-poranda dengan rumah-rumah terbakar setelah diamuk monster raksasa dalam The Fall of Cetra. Tapi ada pula sebuah kota yang tampak rapi, teratur, dan damai.

Ketiga karakter itu—Kumi, Robu, dan Juro—bertemu dan melakukan sebuah perjalanan dengan menunggangi seekor binatang yang mirip kuda tapi bertanduk seperti rusa. Karya The Hunters Tell No Tales but are Known dan Unveiling Mora The Forbidden Desert menguraikan petualangan mereka di Gurun Mora. Narasinya kompleks dan disajikan dalam dua karya yang disatukan tersebut. Ini seperti sebuah kolase kepingan narasi di dunia yang berbeda. Yang satu di dunia rimba di antara lebatnya pepohonan dan aktivitas pertambangan, sementara yang lain di gurun yang panasnya mendidih.

Arief juga menampilkan tokoh-tokohnya dalam patung-patung kecil di atas kotak. Karya ini merupakan perluasan ekspresi atau pengembangan karakter dari karya di kanvas.

Lukisan Brink of Chaos (kiri) dan Light In The Dark. Tempo/Charisma Adristy

Arief Witjaksana dikenal sebagai salah satu seniman yang terjun ke dunia digital NFT. Pada 2021, dia telah menciptakan 11.111 karya yang terhubung dengan NFT dan dipasarkan di Hic Et Nunc dan OpenSea, dua pasar aset kreatif NFT. Dia juga memamerkan karyanya dalam perhelatan Digital Art Week 2023 di Jepang. Arief dan rekan-rekannya kemudian mendirikan studio kreatif Superlative Secret Society dan Superlative Gallery di Bali, galeri NFT berbentuk fisik satu-satunya di Indonesia.

Dari karya yang diperdagangkan secara daring, Arief kemudian mulai merambah dunia lukis dengan akrilik dan kanvas. Rizky Zaelani, kurator pameran ini, menuturkan bahwa Arief menghadirkan tiga karakter yang berbeda dalam perjalanan kreatifnya. ”Saya menyebutnya periode. Mungkin kurang pas karena dikerjakan dalam waktu yang bersamaan. Ada tiga jenis konsentrasi karya,” tutur Rizky pada Rabu, 19 Februari 2025.

Narasi-narasi dalam karya Arief merupakan konsentrasi pertamanya yang berfokus pada cerita atau kisah. Untuk konsentrasi kedua, sang seniman lebih menonjolkan aspek bentuk dan komposisi warna yang terlihat pada bentuk struktur yang acak dengan warna-warni, seperti yang tampak pada karya di bidang belakang dinding miring berjudul The Makers dengan latar biru dongker serta Define The Unidentified dan Formed by Past Memories. Tak ada cerita di dalamnya.

Setelah berfokus pada struktur bentuk dan warna, pada karya jenis ketiga Arief mencoba menggabungkan cerita dari jenis pertama dan kedua. Lihatlah dalam Light in The Dark dan Brink of Chaos—dua karya dalam bentuk lingkaran yang bersandingan. Keduanya memperlihatkan semacam adegan dari karakter-karakter di dunia Mallacan yang tengah menghadapi serangan. Itu juga tampak pada karya berjudul Kuuru Zha The Whisperer dan Mu’unkha The Mystic Beast.

Pameran tunggal karya Arief Witjaksana bertajuk The Four Hunstmen. Tempo/Charisma Adristy

Sepintas karya-karya Arief seperti tengah berada di dunia lain. Dunia Mallacan yang antah-berantah yang juga mengekspresikan aktivitas banal, pengalaman, harapan, atau keinginan. “Ini seperti melihat cara berpikir Arief yang seperti dalam game,” ujar Rizky.

Untuk mempertegas karakter tokoh-tokohnya, Arief menampilkan mereka dalam beberapa patung resin. Yang menjadi pertanyaan pengunjung adalah mengapa hanya tiga karakter yang muncul dan menunggangi seekor binatang seperti dalam lukisan? Arief rupanya hanya menawarkan karakter tokoh-tokohnya dalam jumlah terbatas. Tokoh keempat, Rizky menjelaskan, adalah para pengunjung pameran.

Karya Arief ini, menurut Rizky, boleh jadi adalah perwujudan cita-cita, harapan, dan keinginan Arief. Ia mewujud dalam kreasi imaji dunia Mallacan yang tertuang di bidang kanvas dan bentuk tiga dimensi. Pengunjung diajak menjelajahi dunia imaji, dunia game Arief Witjaksana, dan dunia alter ego sang perupa.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Dongeng Empat Pemburu

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus