Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Obituari

Pastor Jenaka yang Tajam

Pemikiran-pemikirannya segar, acap kontroversial. Pendidikan di Indonesia dinilanya sudah rusak dan harus diperbaiki.

28 Februari 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di depan altar, seorang pastor berjubah ungu terbujur dalam peti besar berwarna putih. Ya, Pater Drost. Rambutnya seperti kapas, tubuhnya diam, organ di Gereja St. Stanislaus, Ungaran, Semarang, mengalunkan requiem. Jemaat menangis: Sabtu sore, dua pekan lalu, di Rumah Sakit Santo Ignatius, Girisonta, Pater Drost meninggal dunia.

Pater Drost pernah menjalani operasi jantung, sesuatu yang memaksa dia menginap di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta. Tapi kali ini, masalah kelenjar prostat telah membuatnya tak berdaya.

Pater Drost adalah sosok yang punya banyak kejutan. Dulu, di Yogyakarta, ia pernah membuat serombongan gadis tersipu. Melihat penampilannya bagai turis mancanegara, mereka menegur ramah, dalam bahasa Inggris. Sang pastor tak tergerak. Ia tak menjawab, sampai akhirnya mereka menggerutu dalam bahasa Jawa: "Huh, sombongnya." Dan jawaban Drost membuat mereka terlonjak. "Biar," katanya dalam bahasa Jawa.

Pater Drost tak muda lagi, tapi ia tak pernah kekurangan kejutan. Ia pergi tatkala bekas murid-muridnya sibuk merancang sebuah pesta?pesta perayaan 80 tahun sang pastor yang jatuh pada 1 Agustus 2005. Hari itu, koleganya dari Universitas Sanata Dharma akan meluncurkan dua buku yang berkaitan dengannya: satu buku berisi tulisan-tulisan Pater Drost yang pernah dimuat di media massa, satu lagi berisi aneka artikel tentang pendidikan, bidang yang menjadi nukleus perhatiannya semasa hidup.

Pater Drost kaya humor, tapi sangat serius memikirkan dunia pendidikan kita. Ia pernah minta agar kurikulum pendidikan 1994 diubah. Kurikulum yang dinilainya terlalu padat dan berat bagi anak sekolah. Demikian pula kurikulum untuk Sekolah Menengah Umum yang mengadaptasi kurikulum Eropa. Dia juga melontarkan usul agar Ujian Akhir Nasional diubah menjadi Ujian Akhir Provinsi. Kritik tajamnya juga dilontarkan saat pemerintah menetapkan penilaian siswa dengan sistem konversi. Menurut dia, sistem konversi sama dengan mengajarkan anak merampas hak orang lain. Sama juga dengan memberi jalan menuju KKN.

Josephus Ignatius Gerardus Maria Drost?nama lengkapnya?lahir di Jakarta (Batavia, waktu itu), 1 Agustus 1925. Pada masa sebelum perang, ia sempat pulang ke negeri leluhurnya, Belanda, menyertai ibunya yang berobat. Pada 1948, ia menerobos blokade Belanda dan penjagaan gerilyawan kaum republiken: ia berhasil mencapai Yogya melalui Sungai Krasak. Di kota itu, Drost belajar filsafat di Kolese Ignatius. Pada 1952, ia berangkat ke Bandung, dan lima tahun berselang ia lulus dari Jurusan Fisika ITB. Perhatiannya pada pendidikan menjadi begitu besar setelah ia belajar kerohanian di Austria. Ia menjadi Pembantu Rektor (kemudian Rektor) IKIP Sanata Dharma.

Pada 1976, ia mengundurkan diri dan tanpa merasa "turun kelas" mengisi lowongan Kepala Sekolah SMA Kanisius, Jakarta. Sepanjang 1987-1991, ia menjadi Kepala SMA Gonzaga, Jakarta. "Jabatannya memang hanya kepala sekolah, tetapi ide-idenya bagus dan luas, dari mikro sampai makro. Pater Drost memang pendidik dan pemikir sejati," ujar Akmal Taher, seorang muridnya yang kemudian menjadi dokter yang merawatnya.

Pada bulan-bulan terakhir hidupnya, Drost hanya bersemangat jika diajak bicara soal pendidikan. Kritiknya tajam, kadang kontroversial, tapi tak sampai menerbitkan gejolak. Pendidikan di Indonesia, katanya, sudah rusak dan harus diperbaiki.

Pater Drost orang yang sangat santai. Ia sering menertawai dirinya atas penyakit yang dideritanya. Sabtu pagi, Pater mengeluh sakit. Ia minta diantar ke rumah sakit. Itulah permintaan terakhirnya.

L.N. Idayanie, Dian Yuliastuti (Ungaran)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus