Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LANGIT-langit Puri Agung, Hotel Sahid, di Jakarta Pusat bak hendak runtuh ketika tepuk tangan dan takbir membahana di seluruh penjuru ballroom berhiaskan lukisan dan ukiran asri itu. Di atas podium, Jumat siang pekan lalu, Zarkasih Nur, salah satu Ketua Pengurus Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP), bicara berapi-api. "Sudah saatnya estafet kepemimpinan Partai Ka'bah itu diserahkan kepada kader-kader muda," ujar bekas Menteri Koperasi itu.
Inilah Silaturahmi Nasional (Silatnas) Pengurus Daerah PPP selama tiga hari. Sebanyak 721 pengurus PPP dari 332 kabupaten/kota di 32 provinsi memenuhi Puri Agung. Cuma, Ketua Umum PPP Hamzah Haz dan mayoritas pengurus pusat justru tak hadir. Padahal Hamzah diundang membuka hajatan itu. Rupanya, Ketua DPP Andi Muhammad Ghalib gagal melobi bekas wakil presiden itu untuk menghadiri acara, hanya beberapa jam sebelumnya.
Yang hadir justru para kader PPP yang kini duduk di pemerintahan, seperti Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah dan Menteri Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah Suryadharma Ali. Mereka duduk di barisan terdepan bersama Zarkasih Nur, Andi Ghalib, serta para panitia seperti anggota DPR Lukman Hakim Syaifuddin dan mantan anggota tim sukses Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Usamah Hisyam. Meski harus dibantu kursi roda, sesepuh PPP Ismail Hasan Metareum pun hadir.
Pertemuan yang digagas sejumlah kader muda partai berlambang Ka'bah ini direncanakan menjadi forum silaturahmi dan urun rembuk kader PPP usai Pemilu 2004. Maklumlah, hasil pemilu lalu membuat sebagian besar kader partai merasa gundah. "Kami harus mengakui, perolehan suara PPP terus merosot dibandingkan pada pemilu-pemilu sebelumnya," kata anggota DPR Arif Mudatsir Mandan.
Sejak terbentuk dalam fusi empat partai Islam pada 5 Januari 1973, PPP selalu di posisi dua setelah Golkar. Memang, jumlah partai pada masa itu cuma tiga. Ketika keran keterbukaan mengucur, perolehan suara PPP pun mulai susut. Kini mereka selalu di posisi keempat setelah PDIP atau Golkar dan PKB. Dibandingkan dengan Pemilu 1999, mereka malah kehilangan tiga juta suara pada Pemilu 2004.
Posisi tawar PPP juga semakin terpuruk ketika Hamzah Haz maju sebagai calon presiden, berduet dengan mantan Menteri Perhubungan Agum Gumelar. Pada pemilu putaran pertama, duet ini terseok di peringkat terbawah dan tak mampu meraih angka barang lima persen pun.
PPP lalu bergabung dengan Koalisi Kebangsaan, mendukung Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dalam pemilu presiden putaran kedua. Tapi lagi-lagi langkah ini tak menolong. Sebab, akhirnya Yudhoyono yang terpilih menjadi presiden. Namun, beberapa pentolan PPP sempat mengambil jalan pintas dengan menempel ke kubu Yudhoyono sehingga mendapat posisi menteri.
Suasana inilah yang meresahkan para kader muda Partai Ka'bah. "Jika kondisi ini tidak segera diperbaiki, pada pemilu selanjutnya PPP pasti akan lebih terpuruk," kata Lukman Hakim Syaifuddin. Apalagi dengan munculnya fenomena Partai Keadilan Sejahtera. Meski sama-sama mengemban aspirasi umat Islam, PKS dinilai lebih modern sehingga banyak dilirik pemilih muda.
Keinginan mereformasi partai terbentur kendala organisasi. Sebab, menurut Muktamar V 2003, muktamar selanjutnya baru digelar pada 2007. "Itu terlalu lama," kata Usamah. Sebagian pengurus pusat pun dinilai merasa keberatan jika posisinya yang nyaman akan diusik. Namun, anak-anak muda yang tak sabar itu tak kehilangan akal. Mereka mulai "bergerilya" ke daerah dan ke pengurus harian untuk menggelar Silaturahmi Nasional.
Jauh sebelum acara dimulai, kecurigaan sudah merebak. Sekretaris Jenderal PPP, Yunus Yosfiah, mencium adanya agenda lain di balik acara silaturahmi. "Panitia pelaksana sudah merencanakan acara itu untuk mengumpulkan dukungan menuntut muktamar luar biasa," kata bekas Kepala Staf Sosial Politik ABRI itu. Agendanya, apa lagi kalau bukan menggeser Hamzah Haz.
Hamzah sendiri sebetulnya sudah enggan memimpin partai. Sejak November lalu ia menyatakan tidak bersedia lagi maju sebagai ketua umum. Ia malah meminta menggelar muktamar pada Januari atau Februari. Masalahnya, rencana itu terbentur anggaran dasar partai. Muktamar tak bisa digelar sebelum masa jabatan usai. "Jadwal konsolidasi itu ditentukan oleh anggaran dasar, bukan seorang Hamzah Haz," kata Yunus.
Gara-gara mencium gelagat itu, pengurus harian bergerak cepat. Pada 3 Februari, mereka menggelar rapat yang menghasilkan tiga keputusan. Menurut mereka, silaturahmi tidak ada kaitannya dengan DPP. Mereka juga meminta para kader tidak ikut kepanitiaan dan melarang pengurus cabang dan wilayah mengikuti acara itu. Bahkan sanksi organisatoris disiapkan.
Setelah gagal memperoleh dukungan mayoritas pengurus PPP berbagai daerah, Silaturahmi Nasional pun berubah tema. Dari semula menuntut muktamar luar biasa, kini sekadar percepatan muktamar dari 2007 ke 2005. Tapi tujuannya tetap sama, yakni menggusur kepengurusan pimpinan Hamzah Haz. "Diubahnya tujuan Silatnas hanya dua-tiga hari sebelum undangan disebarkan," kata Ketua DPP Hafid Maksum.
Usamah mencoba bersilat lidah. Menurut dia, Silaturahmi Nasional bukan untuk mendongkel Hamzah. Tapi, anggota Dewan Pakar PPP, Mudrick M. Sangidoe, malah menyebut nama Suryadharma Ali dan Menteri Negara BUMN Sugiarto sebagai calon pengganti Hamzah. "Wacana mengenai kandidat perlu dimunculkan," ujarnya kepada Imron Rosyid dari Tempo.
Lalu, terjadilah saling mengecam. Salah satu wakil sekretaris pengurus pusat, Chairul Anwar Lubis, menuding peserta Silaturahmi Nasional pengkhianat partai. "Mereka orang-orang yang gagal dalam muktamar lalu," katanya. Suryadharma menimpali, percepatan muktamar tak akan menimbulkan perpecahan. "Tapi, kalau dianggap embrio perpecahan, saya kira sah-sah saja." Jadinya makin panas.
Upaya mengendurkan ketegangan pun segera dilakukan. Senin lalu, 43 kader elite PPP bertemu di Pesantren Al-Assyrotus Syafi'iyyah di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dari kubu pro-silaturahmi, hadir antara lain Zarkasih Nur, Lukman Hakim, Suryadharma, dan M. Rodja'. Kubu anti-silaturahmi diwakili Ketua Majelis Syari'ah KH Maimoen Zubair, Ketua Fraksi PPP di DPR Endin Aj. Soefihara, dan Arif Mudatsir. Bahkan Hamzah Haz memerlukan datang.
Pertemuan alot itu akhirnya menyepakati percepatan muktamar. Akan dilakukan percepatan konsolidasi partai dari tingkat ranting, cabang, wilayah, dilanjutkan ke tingkat pusat. "Percepatan ini adalah jalan tengah untuk menghindari eksodus kader ke partai lain," kata Arief Mudatsir. Namun, mekanisme percepatan muktamar harus sesuai dengan anggaran dasar dan rumah tangga partai.
Meski upaya meredam ekses silaturahmi telah dilakukan, semangat para penggagas masih menggebu-gebu. "Kalaupun ada yang menghendaki muktamar luar biasa, itu sesuai dengan AD/ART. Jadi, jangan takut," kata Zarkasih. Nah, kebetulan para penggagas Silaturahmi Nasional adalah orang-orang PPP yang bersentuhan dengan pemerintah Yudhoyono. Maka, muncullah dugaan bahwa pemerintah telah mencoba menangguk ikan di air keruh.
Dengan terang-terangan Maksum menuduh Presiden Yudhoyono berada di balik acara Silaturahmi Nasional. "Saya ingatkan kepada SBY, jangan campuri urusan partai kami," ujarnya kepada Djalil Hakim seusai halaqah alim ulama PPP Jawa Timur di Surabaya, Kamis pekan lalu. Menurut dia, Yudhoyono mengintervensi partai-partai politik agar tak bersuara vokal. Namun, juru bicara Presiden, Andi Mallarangeng, dan Bachtiar Chamsyah membantah keras. "Tak ada itu," kata Bachtiar.
Hanibal W.Y. Wijayanta dan Yuswardi A. Suud
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo