Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Alunan sapek --alat musik tradisional Dayak--memecah keheningan panggung yang gelap. Secara perlahan lampu panggung pun menyala, menyorot ke tengah panggung. Tampak seorang pemain sapek bersama dengan 8 penari yang mulai menari mengikuti alunan musik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selang beberapa menit, suasana lembut dan sendu berubah. Tetabuhan musik khas dayak yang lebih meriah tersaji dengan dinamis. Hal itu menambah keceriaan gerak para penari. Ada kalanya dua penari pria menari menggunakan bambu dengan gerakan seperti menumbuk beras. Kemudian penari-penari perempuan menari menggunakan tampah bambu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penampilan berjudul Ajat Gawai Ompingk tersebut berhasil mengundang decak kagum penonton sebagai penutup perjalanan masa yang menjadi tema utama pagelaran tari yang diselenggarakan Wulangreh Omah Budaya bertajuk Gugur Gunung Vol. 2 "Tri Kala" yang diselenggarakan di Gedung Perfilman Usmar Ismail, jakarta, 26 November 2023.
Penata tari Penata tari Ajat Gawai Ompingk, Aprima Rolis Yandi Ogam menjeaskan, Ajat Gawai Ompingk adalah tarian tentang gotong-royong dan perayaan. Gawai bisa diartikan sebagai pesta rakyat, sementara Ompingk merupakan snack tradisional yang terbuat dari ketan muda. "Kami ingin menampilkan keceriaan, kebersamaan, dan gotong royong dalam tradisi membuat ompingk. Hal ini juga sejalan dengan nilai-nilai yang ingin disajikan di pagelaran Gugur Gunung Vol. 2," kata Ogam kepada Tempo, kemarin.
Selain tarian Ajat Gawai Ompingk, Pagelaran gugur Gunung Vol. 2 "Tri Kala" juga menampilkan tarian tradisional dari berbagai daerah, seperti Jawa, Bali, Betawi, dan jawa Timur. Ada pula penampilan musik tradisional asal Bali. Total ada 25 penampilan dengan 215 penampil yang terbagi dalam 3 sesi.
Tahun ini, Omah Wulangreh Gugur Gunung Vol. 2 memilih tema besar “Tri Kala”, artinya pembabakan waktu. Masa lalu, masa kini, dan masa depan. “Kenapa ambil tentang waktu ini, karena sesungguhnya semua orang terikat dengan waktu. Masing-masing dari kita pasti punya masa lalu, dan saat ini di masa kini kita punya waktu untuk menyongsong masa depan,” ujar Pamong Omah Wulangreh, Reny Ajeng.
Reny berharap, acara ini bisa menjadi jejak merayakan hidup dalam satu waktu. Sebab, hidup memiliki keterbatasan waktu. Dari keterbatasan itulah, Omah Wulangreh memilih untuk memayu hayuning bawana, artinya memperindah dunia yang sudah indah.
“Maksudnya, menjaga yang sudah indah dari masa lalu, menanam yang indah di masa kini, dan semoga yang indah ini bisa dinikmati oleh generasi mendatang,” kata Reny.