Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Pijak batunya, naik daunnya

Perkembangan pasang surut musik rock di indonesia. mulai bangkit lagi, dimana produser rekaman berebut mencari bibit-bibit penyanyi rock baru. malahan ada stasiun radio menyiarkan musik rock pribumi.

8 Agustus 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LISTRIK Hotel Indonesia, Rabu malam pekan lalu, padam dua kali. Tapi ini belum tentu diganggu arwah Elvis Presley, di saat semangat Almarhum dibangkitkan kembali Ketika itu An American Trilogy, lagu yang mengiringi penguburan Elvis, 10 tahun lalu itu, sedang disenandungkan dari mulut J W. Errol -- seorang dari empat penyanyi yang bergoyang dan berpakaian meniru Mendiang. Dimotori The Jakarta Elvis Fans Club sekitar 700 penonton, malam itu bernostalgia, sembari memperingati kematian raja rock itu Dan di antara Elvis Fans Club yang bangkit di seantero dunia, malah ada yang menyelenggarakan tour ke bekas kediaman Elvis -- yang kemudian jadi musoleumnya, di Graceland, Memphis, AS. Bahkan majalah Newsweek, edisi 3 Agustus, muncul dengan laporan utama mengenang penyanyi hangat yang legendaris ini. Elvis yang rock 'n roll, dan alirannya, atau kemudian rock, memang tak mati. Musik dengan akar rythm dan blues ini menyebar pula melalui entakan lutut dan mulut Little Richard, Jimi Hendrix, Bill Halley, Chuck Berry, lalu Beatles, The Rolling Stones untuk menyebut di antara tokoh yang lahir pada 1940-an dan bahkan sebelum itu. Pada awal 1970-an, di Indonesia lahir pula rock asembling. Dan gerombolan aliran musik ini diramaikan, misalnya, oleh Godbless, Giantstep, Rollies, AKA, Bentoel (mengambil nama sponsornya). Beberapa lama mereka bertahta di panggung dan merasuk ke dalam sumsum para kawula muda di negeri Melayu ini. Kemudian disusul oleh Bani Adam, dengan tokoh sentralnya Farid Hardja, anak Sukabumi yang botak kepalanya itu, tapi warna suaranya condong ke Elton John. Juga ada SAS, yang berkibar di zamannya, bersama yang lain. Pertunjukan jadi "pertunjukan". Mereka mengerek diri dan meletup, tapi bukan lewat album rekaman. Apalagi, lagu-lagu yang dipekikkan itu lebih dari 90% milik grup-grup idola mereka di Barat. Mana mungkin merekamnya? Tibalah masa turun panggung, dan sebagian malah bubar, seperti AKA atau Giantstep yang kehilangan gigi. Rollies, yang berwarna brass dan berorientasi ke grup Chicago, masih bertahan, lewat satu-dua album rekaman. Godbless timbul tenggelam. Dan pantas dibilang: hingga 1985 tak ada lagi panggung musik cadas. Sebentar. Karena kemudian muncul Tangan-tangan Setan, sebuah hit gubahan Ian Antono (gitaris Godbless) dan Areng Widodo, bekas anggota Bengkel Teater Rendra. Nicky Astria, penyanyinya, menandai kebangkitan rock angkatan baru, melalui kaset. Album ini konon mencapai 500 ribu. Menyusul Jarum Neraka-nya Ian Antono. Masih melalui Nicky, gadis belia yang sintal dan seronok di panggung itu. Jarum terjual 300 ribu kaset. Disusul Atiek C.B. dengan nomor terkenal Aku, ciptaan Adjie Soetama dan diaransir Addie M.S. Ada pula Ikang Fauzi. Mahasiswa Fisip UI ini mencuat bersama album terakhirnya Preman, dengan musik Ian Antono. Sesudah Sylvia Sartje, panggung pun marak oleh Euis Darliah, Reny Djayusman -- yang jadi ratu rock dalam sebuah festival belum lama ini. Plus nama lain, di antaranya, Bangkit Sanjaya, yang bangkit bersama album pertamanya, Daun-daun Surga, yang diiringi musik Areng Widodo itu. Para produser kini agaknya berani melahirkan sosok baru, mengingat "titik impas" untuk sebuah kaset rock minimal 75 ribu. Seperti dilakukan JK Record, yang selama ini getol dengan lagu-lagu pop manis, bulan ini justru memunculkan dua rocker baru Marina Elsira dan Windi Elis -- melalui anak perusahaan, Studio 15. Yudhi Kristianto, bos JK, mengatakan, "Tahun lalu, rock sudah mengisi 10% dari pasar kaset. Sebelumnya cuma sekitar 5%". Karena yakin sedang gampang masuk ke sana, Jackson Record belum mundur, bersama sekitar 10 produser lainnya. Vokalis senior, yang berangkat jauh sebelum mereka dan kini sudah berusia lebih dari 40 tahun, seperti Ahmad Albar dan Gito Rollies, rupanya tetap galak. Ahmad Albar bersama Godbless, antara lain, tahun ini menampilkan album Cermin. Gito, di samping bersama Rollies untuk beberapa album (seperti Problema), juga bersolo, misalnya dengan Aku Tetap Aku. Tampaknya, ini berkat keberhasilan Godbless berkeliling ke sembilan kota di Jawa, akhir tahun lalu, yang didorong oleh Log Zhelebor (harap mafhum, ini nama orang). Sedangkan dari stasiun Radio Bahana FM Stereo, ada kabar jreng-jreng. Selama Agustus, kata Taufik, pengelola rock di situ, radio swasta ini akan menghidangkan program Rock Anak Negeri. Diselenggarakan untuk memperingati ulang tahun kemerdekaan, acara ini akan ditayangkan tiap Minggu siang selama dua jam, mulai pukul 13.00. "Sudah ada permintaan dari pendengar, agar rock pribumi disiarkan secara khusus, bukan diselip-selipkan," tutur Taufik. "Jika dari program Agustus ini penggemar bertambah, kami akan menuruti permintaan mereka." Di Studio Prambors, rock masih dimasukkan dalam acara Indonesia Lima, tiap Ahad (pukul 10.00-11.00 pagi). Dari 10 lagu yang ditayangkan -- setelah diseleksi -- rock merupakan 30-40%-nya. Acara yang dirintis sejak Maret 1986 ini ditujukan pula sebagai sarana untuk menentukan lima lagu Indonesia terbaik, tiap pekan. Kendati belum menyediakan ruang khusus rock lokal, Direktur Prambors, Imran Amir, mengakui, "Dalam setahun ini, di sini jumlah rock yang disiarkan naik 30%. Rock Indonesia memang sedang naik daun." Rock kali ini tampil dengan sosok yang lebih apik, terhindar dari alkohol dan narkotik. Bahkan, ini diungkapkan lewat lirik misalnya melalui Air Api (Gito) atau Jarum Neraka (Nicky) itu. Dan kualitasnya? Di luar Gito, Albar, dan Nicky (sebagai wakil angkatan baru), yang sudah kelihatan karakternya, penyanyi rock lainnya tampakya perlu tambahan jam terbang untuk disebut bagus atau pas sebagai rocker. Ini tak terkecuali Ikang yang hanya bagus penjiwaannya, padahal tak didukung vokal yang pas. Ahmad Albar, yang pada festival rock di Malang dan Surabaya awal bulan ini duduk sebagai juri, mengatakan, "Para rocker rekaman itu masih mencari-cari. Belum puguh. Tetapi mereka telah bangkit." Ian Antono, 36 tahun, membenarkan. Bahkan, menurut dia, "Nicky itu pun belum eratus persen rock. Masih bercampur pop. palagi yang lain, yang baru selangkah lebih sedikit dari pop. Tapi, sebagai apresiasi untuk menuju yang lebih berbobot, kondisi sekarang bisa dijadikan batu pijakan pertama" Nah, silakan pijak dulu yang itu. Mohamad Cholid, Laporan Moebanoe Moera

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus