Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Heri Hendrayana Harris alias Gol A Gong dikenal sebagai penulis dan pegiat literasi
Gol A Gong adalah pendiri komunitas literasi Rumah Dunia di Serang, Banten
Gol A Gong mengarang serial novel legendaris Balada Si Roy
HERI Hendrayana Harris alias Gol A Gong adalah figur yang lekat dengan gerakan literasi. Lewat komunitas literasi Rumah Dunia yang ia dirikan bersama istrinya, Tias Tatanka, dan rekan-rekannya, Gol A Gong tak berhenti mengejar impiannya: menjadikan bacaan bagian dari budaya masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengarang serial novel legendaris Balada Si Roy ini menjalankan Rumah Dunia sebagai gerakan literasi bagi masyarakat Serang, Banten, dan sekitarnya. Berbagai kegiatan berlangsung dalam komunitas literasi itu, seperti pelatihan menulis, penerbitan buku, bedah buku, hibah buku, pertunjukan teater, dan pembacaan puisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami juga menyewakan gedung untuk kegiatan dari luar. Dananya untuk operasi Rumah Dunia," kata Gol A Gong saat ditemui Tempo di Rumah Dunia, kompleks Hegar Alam, Ciloang, Serang, Selasa, 24 Januari lalu.
Boleh dibilang, Gol A Gong menambahkan, Rumah Dunia yang bermoto “Rumahku Rumah Dunia, Kubangun Dengan Kata-kata” adalah "sekolah" mengenai kebudayaan dalam berbagai bidang, dari sastra, film, teater, musik, hingga seni rupa.
Duduk di bangku jati Belanda sembari menyeruput kopi tubruk, Gol A Gong pun berbagi cerita tentang komunitas literasi yang ia rintis pada 1998 tersebut. Awalnya Rumah Dunia berada di atas lahan 1.000 meter persegi di belakang rumahnya di Hegar Alam. Seiring dengan kian ramainya kegiatan Rumah Dunia, sejumlah warga memprotes karena halaman depan rumah yang menjadi lokasi kegiatan komunitas itu berada di area perumahan.
Gol A Gong berjanji memindahkan kegiatan ke halaman belakang Rumah Dunia. Padahal waktu itu tanah kosong di belakang lokasi komunitas tersebut belum dibebaskan. Ia lantas putar otak untuk bisa membebaskan tanah yang luasnya sekitar 3.000 meter persegi itu.
Gol A Gong mengajak orang-orang dari berbagai penjuru yang peduli terhadap literasi ikut serta membebaskan lahan tersebut. Butuh sekitar enam tahun bagi dia untuk dapat membebaskannya.
“Semuanya tanpa proposal, sumbangan amal jariah, penjualan hak cipta buku, bahkan ada tanah yang dibeli dari royalti sinetron Balada Si Roy yang diputar di televisi Malaysia,” ujarnya.
Kini di area itu telah berdiri perpustakaan, teater terbuka, pendapa, dan gedung kesenian. Perpustakaan Rumah Dunia mengoleksi lebih dari 10 ribu judul buku. Jenis bukunya beragam, dari sastra, agama, filsafat, cerita anak-anak, remaja, dewasa, komik bergambar, komik Jepang, dongeng klasik dunia, ekonomi, sosial, hingga politik.
Penulis yang juga Duta Baca Indonesia, Gol A Gong bersama relawan di Rumah Dunia, Serang, Banten, 26 Januari 2023. TEMPO/M Taufan Rengganis
Rumah Dunia, yang bertujuan ikut mencerdaskan dan membentuk generasi baru yang kritis, berani, dan jujur, memiliki sejumlah kegiatan reguler. Di antaranya wisata gambar, klub baca, kelas bahasa Inggris, dan kelas menulis. Selain memiliki kegiatan rutin, Rumah Dunia acap menggelar acara literasi seperti bazar buku, peluncuran buku, lomba mengarang, pembacaan puisi, juga pertunjukan teater.
Menurut Gol A Gong, dana operasional Rumah Dunia sebulan mencapai Rp 7 juta. Untuk menambah dana biaya perawatan sehari-hari, ia mengandalkan penulis Abdul Salam sebagai penjaga kafe dengan sajian menu kopi, mi rebus, hingga kudapan, seperti pisang goreng. Sebelumnya biaya operasional Rumah Dunia malah dipenuhi dari kantong pribadi Gol A Gong dengan cara menyisihkan uang dapur.
Siapa Gol A Gong
GOL A Gong lahir di Purwakarta, Jawa Barat, pada 15 Agustus 1963. Orang tuanya memberinya nama Heri Hendrayana Harris. Ia anak kedua dari lima bersaudara keluarga Harris dan Atisah. Pada 1965, ia bersama orang tuanya meninggalkan kota kelahirannya untuk pindah ke Serang. Mereka tinggal di dekat Alun-alun Serang.
Saat berusia 11 tahun, Gol A Gong kehilangan tangan kirinya. Peristiwa itu terjadi ketika dia dan teman-temannya bermain di dekat Alun-alun Serang. Saat itu sedang ada tentara yang berlatih terjun payung. Gol A Gong kecil menantang teman-temannya adu keberanian dengan meloncat dari pohon seperti penerjun payung.
Gol A Gong jatuh hingga tangan kirinya harus diamputasi. Anak yang dikenal energetik dan ceria itu sempat larut dalam kesedihan. Orang tuanya kemudian memberi semangat agar dia tegar dan tak terkungkung kesedihan.
"Bapak melatih saya bermain bulu tangkis, lari berkeliling alun-alun, dan bersepeda hampir setiap pagi setelah salat subuh,” tutur Gol A Gong tentang cara ayahnya, yang merupakan guru olahraga, memberinya semangat.
Hasilnya, Gol A Gong kerap menjuarai turnamen badminton tingkat sekolah dasar se-Karesidenan Banten. “Saya selalu juara kedua,” katanya. Tapi, yang membuatnya bangga, hanya dia yang bermain dengan satu tangan.
Menurut Gol A Gong, prestasinya dalam turnamen olahraga penyandang disabilitas lumayan. Ia menyabet gelar juara bulu tangkis Asian Para Games 1990. "Cita-cita saya waktu kecil ingin menjadi juara dunia bulu tangkis dan tercatat di Guinness Book of Records,” ujarnya.
Kelak kepiawaiannya bermain bulu tangkis itu banyak membantu ketika dia bertualang ke sejumlah kota di Indonesia. Gol A Gong selalu membawa raket badminton di dalam ranselnya. Raket itu rupanya menjadi senjata ampuh untuk mencari cuan sebagai bekal petualangannya.
"Kalau kehabisan duit, saya bermain badminton dengan mencari gedung olahraga atau lapangan bulu tangkis di tempat-tempat yang saya singgahi. Dan kalau ada taruhannya, saya senang,” kata Gol A Gong, kemudian tertawa.
Menamatkan pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas di Serang, Gol A Gong lantas kuliah di Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, Bandung. Namun pada 1985 Gol A Gong, yang produktif menulis sejak duduk di SMA, kemudian mengambil keputusan besar: mengundurkan diri dari kampus.
“Saya sudah semester ketujuh, sudah kuliah kerja nyata. Tapi kalau lama-lama saya bisa jadi dosen. Sedangkan saya sangat tertarik menulis sastra, dan di kampus saat itu tidak ada yang masuk jurusan sastra. Rata-rata masuk jurusan linguistik,” ucapnya.
Dia pun pulang ke Serang. Ayahnya menasihatinya dengan bijak tapi cukup pedas. “Kamu itu punya keterbatasan fisik, maka kamu harus berwawasan luas. Datangi saudara-saudara di daerah se-nusantara,” tutur ayahnya. “Saya kemudian memulai petualangan dari Serang menjelajahi kota-kota se-Indonesia,” kata Gol A Gong.
Selama dua tahun berkelana, ia tetap produktif menulis buku harian. Ia menulis puisi dan menumpahkan kegelisahan hatinya. Tak ingin memenuhi ransel, Gol A Gong mengirimkan buku hariannya berikut surat dan brosur-brosur tentang sejarah kota-kota yang ia kunjungi ke rumah orang tuanya di Serang.
"Dua tahun kemudian saya pulang. Saya tanya di mana kiriman buku harian itu disimpan. Emak saya menunjuk berkarung-karung buku harian. Ternyata jumlahnya ratusan,” tuturnya.
Ratusan buku harian itulah yang menjadi pijakan cerita serial novel Balada Si Roy. Di tempat-tempat selama petualangannya itulah bibit-bibit kisah novel tersebut lahir. “Roy adalah hasil kontemplasi setiap jengkal petualangan saya dalam mencari jati diri,” ucap Gol A Gong.
Adapun nama tokoh Roy dalam serial novel itu, Gol A Gong menambahkan, terinspirasi novel karya Sir Walter Scott berjudul Rob Roy. Ia terpikat nama tokoh utama dalam novel itu, Robert Roy MacGregor. Novel terbitan 1818 dengan latar pemberontakan Jacobite—gerakan politik di Britania Raya dan Irlandia—tersebut juga telah difilmkan dengan judul sama dan dibintangi aktor berkebangsaan Irlandia, William John Neeson.
Setelah melalui proses kontemplasi cukup lama, lahirlah karya pertama serial novel Balada Si Roy yang diterbitkan pada 1989. Pada saat itulah muncul nama pena Gol A Gong yang ia sandang hingga sekarang.
Dia menjelaskan, nama “Gol” diberikan ayahnya sebagai ungkapan syukur atas karya perdana serial novelnya yang diterima penerbit. Adapun “Gong” adalah harapan ibunya agar tulisannya dapat menggema seperti bunyi alat musik gong. Akan halnya “A” diartikan sebagai “semua berasal dari Allah”. Jadi nama Gol A Gong bermakna “kesuksesan berasal dari Allah”.
"Sebenarnya saya lebih suka nama pemberian orang tua. Tapi keluarga setuju saya memakai nama Gol A Gong. Hingga hari ini nama itu saya pakai,” ujar penulis yang telah menelurkan setidaknya 125 buku ini.
Serial novel Balada Si Roy pun meledak di pasar. Sejak pertama kali terbit pada 1989 hingga 1994, novel itu telah beberapa kali dicetak ulang. Novel itu pun dibuat dalam versi sinetron yang diputar di stasiun televisi di Malaysia. Pada awal tahun ini, Balada Si Roy diangkat ke layar lebar oleh sutradara muda Fajar Nugros dengan judul sama.
Menjadi Pegiat Literasi
HINGGA kini Gol A Gong konsisten dengan pilihan hidupnya sebagai penulis dan pegiat literasi. Ia terpilih sebagai Duta Baca Indonesia oleh Perpustakaan Nasional untuk periode 2021-2025. Sebagai Duta Baca, ia kerap menyerukan slogan "Berdaya dengan Buku".
Gol A Gong mengungkapkan, buku memang telah menjadi bagian dari hidupnya sejak kecil. Selain itu, budaya membaca telah mengakar dalam hidup penulis yang pernah menjadi Ketua Umum Forum Taman Bacaan Masyarakat Indonesia—forum yang menghimpun ribuan taman baca di Tanah Air—periode 2015-2020 ini.
Saat duduk di kelas IV sekolah dasar di Serang, ia telah memiliki taman baca di rumahnya. Ayahnya menghadiahkan berkardus-kardus buku. Menurut dia, ayahnya membeli buku-buku itu dengan sebagian uang sumbangan ketika ia dirawat setelah menjalani operasi amputasi lengan kirinya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Gol A Gong menuturkan, bacaan pertamanya waktu kecil yang paling berkesan adalah novel Tom Sawyer karya Mark Twain dan Si Doel Anak Djakarta karangan Aman Datuk Madjoindo. Dua tokoh cerita dalam novel berlatar Amerika Serikat dan Jakarta itu begitu membekas dalam benaknya.
“Novel itu memberikan daya semangat meski tangan saya diamputasi. Anak kecil yang nakal, kreatif, dan suka petualangan,” kata ayah empat anak ini.
Bekal kegemaran membaca buku sejak usia belia, menurut Gol A Gong, menjadikan anak-anak berkarakter dan berwawasan luas pada masa dewasa. Seperti dia sewaktu kecil dulu, selain membaca buku, hal yang wajib ia lakukan adalah berolahraga dan mendengarkan dongeng sebelum tidur.
Namun, Gol A Gong melanjutkan, saat ini masih ada kendala dalam peningkatan literasi nasional, yakni sulitnya akses terhadap buku dan distribusi yang tidak merata. Hambatan itu masih ada di luar Jawa, seperti Maluku dan Papua. “Membeli buku bermutu di dua lokasi itu sangat mahal. Berat ongkos kirimnya ketimbang harga bukunya,” tuturnya.
Karena itu, Gol A Gong menambahkan, dukungan politik anggaran untuk meningkatkan minat baca di Indonesia sangat dibutuhkan. Sebagai Duta Baca Indonesia, Gol A Gong telah menyelesaikan Safari Literasi Nasional 2022 yang bertujuan memasyarakatkan budaya baca di sejumlah daerah di Tanah Air.
Pada tahun ini Gol A Gong telah bersiap memulai lagi Safari Literasi Nasional. “Program unggulannya adalah Safari Literasi Sulawesi pada Juli 2023,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo