Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

teroka

Kaus Kaki dan Puisi Rangga

Empat ilustrator membuat visualisasi puisi Aan Mansyur dari buku Tidak Ada New York Hari Ini. Menggabungkan puisi dengan seni rupa dan musik.

2 Januari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK ada New York hari ini. Tidak ada juga Cinta. Hanya ada suara Rangga yang dihidupkan oleh Nicholas Saputra, pemerannya dalam film Ada Apa dengan Cinta (AADC)?. Ia membacakan puisi “Aku Tidak Pernah Betul-betul Pulang” dalam buku Tidak Ada New York Hari Ini yang ditulis Aan Mansyur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aku tidak pernah betul-betul pulang. Tidak bisa. Ke semua tempat kuseret tubuhku sendiri sebagai petualang tersesat—bahkan di negara jauh tempat aku lahir dan seorang perempuan mengajariku tersenyum kepada diri sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suara Nicholas mengawal animasi pendek dalam visual hitam-putih. Sekilas saja, ciri khas ilustrator Lala Bohang tercium dalam video yang tayang di akun YouTube OPPO Indonesia sampai Desember 2022 itu: sepasang kaus kaki garis-garis monokromatik yang biasa dipakai si gadis stripes berponi—tokoh quirky rekaan Lala dalam banyak gambarnya. Kali ini, si kaus kaki garis itulah si petualang dan tokoh utama. Dia mengembara dalam semesta Rangga yang diseraki kenangan lama. 

Episode kedua dari Tidak ada New York Hari Ini, yang diisi karya Rhesa Aditya. Youtube/Miles Film

Teks Aan yang puitik dituturkan Lala dengan personifikasi yang estetik. Sepasang kaus kaki itu berkelindan dengan simbol-simbol rumah yang bergerak filmis. Ada tarik-menarik antara hasrat mencari dan tinggal di dalam rumah tapi pada saat yang sama tak ingin ada di rumah. Si kaus kaki itu menghidupkan dilema Rangga. 

Lala mengungkapkan, dari 31 karya Aan dalam kumpulan puisi Tidak Ada New York Hari Ini, hatinya paling terpaut pada “Aku Tidak Pernah Betul-betul Pulang”. “Rasanya seperti berjalan ke beberapa ruang yang diikuti bayangan,” katanya dalam konferensi pers via Zoom, 10 Desember lalu. Karena belum pernah menggarap animasi, Lala dibantu Lanting Animation untuk menggerakkan gambarnya. Dia mengerjakan videonya selama lebih dari sebulan. 

Animasi “Aku Tidak Pernah Betul-betul Pulang” adalah salah satu bagian dari serial Tidak Ada New York Hari Ini yang tayang sejak 17 Desember lalu. Serial itu adalah hasil kolaborasi OPPO Indonesia dengan Miles Films yang menelurkan empat ilustrasi artistik puisi Aan Mansyur. Selain Lala Bohang, tiga ilustrator yang terlibat adalah Rhesa Aditya, Wulang Sunu, dan Wahyu Ichwandardi alias Pinot. Mereka masing-masing menggarap puisi “Memandang Dunia dari Jendela Kafe”, “Jam 4 Pagi”, dan “Tak Ada New York Hari Ini”. 

Ilustrasi puisi Tidak Ada New York Hari Ini, yang dilengkapi karya Ilustrasi Pinot W. Ichwandardi. Youtube/Miles Film

Pada 2016, puisi-puisi Aan Mansyur yang dibuat untuk film AADC? 2 itu mengaliri lini masa media sosial. Nukilan katanya meletup di mana-mana; menjadi penanda berulangnya demam Rangga yang pertama kali muncul 18 tahun lalu, saat film AADC? tayang perdana. Aan mengungkapkan, sejak dalam proses kreatif, ia sudah membayangkan puisinya menjelma menjadi adegan-adegan film. “Saya merasa puisi-puisi ini seperti mendapat nyawa baru. Sebagai pembuatnya, saya tentu senang dengan itu,” ujarnya. 

Proyek ini digagas duo produser, Mira Lesmana dan Riri Riza. Mira menjelaskan, ide alih wahana puisi Aan muncul di kepalanya pada Maret 2020, saat pembatasan sosial berskala besar mulai diberlakukan. Ia memilih format visualisasi puisi karena membayangkan prosesnya bisa dikerjakan secara virtual. Terlebih empat ilustrasi yang digandeng Miles tinggal di empat lokasi berbeda: Pinot di Amerika Serikat, Lala di Makassar, Wulang di Yogyakarta, dan Rhesa di Jakarta. 

Pada tahap awal, Mira dan Riri menyaring belasan dari 31 puisi Aan dalam buku tersebut yang dianggap cocok secara durasi. Hasil penjaringan itu lalu diserahkan kepada keempat ilustrator agar mereka bisa memilih sendiri judul puisi yang akan dialihwahanakan. “Kami memang punya pilihan. Tapi saya rasa ilustrator punya kepekaan tersendiri dalam imajinasi dan hati sehingga pilihan judul itu mesti datang dari mereka,” ucap Riri.

Tak hanya membebaskan seniman memilih judul puisi, Riri dan Mira juga membuka ruang lewah untuk interpretasi. Riri mengaku tak cemas akan hal itu karena sudah pernah bekerja bareng Lala Bohang dan ilustrator lain. Bersama Wulang Sunu, eks Direktur Artistik Papermoon Puppet Theatre, misalnya, ia terlibat dalam penggarapan film Riri dan Mira, Humba Dreams. Sedangkan bagi sebagian ilustrator lain, menggarap proyek animasi dari puisi adalah pengalaman baru. Misalnya Rhesa, yang bareng istrinya, Endah Widiastuti, aktif sebagai duo musikus Endah N Rhesa. Sedangkan Lala sebelum ini banyak menulis puisi dan menggarap seni rupa dua dimensi. 

Ilustrasu puisi Tidak Ada New York Hari Ini episode ke-empat dengan ilustrasi Wulang Sunu. Youtube/Miles Film

Dari empat video ilustrasi puisi Aan Mansyur, hanya karya Rhesa (“Memandang Dunia dari Jendela Kafe”) yang realis. Sedangkan Pinot menggarap episode ketiga, “Tidak Ada New York Hari Ini”, dengan gaya gerak henti (stop motion)-nya yang khas. Dalam video 3 menit, dia memadukan goresan monokromatik dengan jahitan dari foto dan video obyek di sekitarnya. Dialiri narasi Nicholas Saputra dan musik jazz yang syahdu, visual “Tidak Ada New York Hari Ini” menjadi begitu kekinian dan stylish. Ada kerinduan Rangga di sana, juga rasa kesepiannya. 

Episode terakhir, “Pukul 4 Pagi”, dikerjakan Wulang Sunu. Gaya psychedelic dalam gambar-gambar Wulang terlihat cocok dengan isi puisi Aan ini. Dalam animasi sepanjang hampir 4 menit, Wulang menghadirkan banyak elemen menarik yang sekilas tampak tidak nyambung tapi menarik saat bersatu di kanvas virtualnya. Imajinatif dan kaya metafora. Jenaka tapi menyimpan banyak tanya. 

Situasi pukul 4 pagi diterjemahkan Wulang sebagai momen kontemplatif dengan gambaran halusinasi. Ia membuat benda-benda aneh keluar dari jam weker, seperti gajah dan hewan-hewan laut, yang kemudian menggenangi kamar dan pikiran Rangga. Jendela terbuka. Lalu tiba-tiba saja Rangga berenang di angkasa, menjelajahi alam pikirannya. Di situ ada Cinta, diwakili sepasang mata yang memandang dari jauh, bunga-bunga, ilalang, dan kupu-kupu yang terpenjara dalam ruang sempit. 

Wulang menuturkan, yang menarik dari proses berkaryanya kali ini adalah ia tak sekadar mengilustrasikan puisi. Ia juga memproduksi adegan yang mewakili tiap kata puisi tersebut. “Misalnya, untuk mewakili perasaan dan situasi sunyi, saya membuat gambar si tokoh lelaki berdiri di panggung. Lampu sorot menyala, tapi tak ada penonton di sana,” tutur Wulang, yang kini aktif di Studio Batu. 

Nicholas mengungkapkan, bekerja sama dengan empat ilustrator memberinya pengalaman baru sebagai Rangga. Walau sudah mendalami karakter ini sejak belasan tahun lalu, ia mengaku mengisi suaranya untuk sebuah animasi adalah kesulitan yang berbeda. “Seperti memberi interpretasi baru akan sosok Rangga yang sudah lama dekat dengan saya,” katanya.

ISMA SAVITRI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus