Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Berita Tempo Plus

Cerita Masyarakat Bujang Raba Bisa Menjual Karbon Hutan

Kehidupan masyarakat di sekitar hutan lindung Bujang Raba, Kabupaten Bungo, Jambi, berubah setelah hutan itu masuk skema perdagangan karbon. Berharap regulasi terkait segera keluar.

2 Januari 2021 | 00.00 WIB

Kawasan hutan lindung Bujang Raba di Jambi./Dokumentasi KKI Warsi
Perbesar
Kawasan hutan lindung Bujang Raba di Jambi./Dokumentasi KKI Warsi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Hutan Bujang Raba masuk pasar perdagangan karbon sejak 2015 dan mendapatkan hasil empat tahun kemudian.

  • Pembeli kredit karbon masih datang dari perusahaan dan perseorangan di luar negeri.

  • Pemerintah sedang merampungkan peraturan presiden soal perdagangan karbon.

BANYAK hal yang berubah dalam aktivitas masyarakat di sekitar hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur (Bujang Raba), Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi. Tahun ini, misalnya, untuk berwudu, warga Dusun Laman Panjang tak perlu lagi turun ke Batang Mengkuang yang jaraknya sepelemparan batu dari Masjid At-Taqwa. “Kini masjid sudah punya kamar mandi, toilet, dan tempat wudu,” kata Ibrahim, Sekretaris Lembaga Pengelola Hutan Desa Batang Kelukup, Dusun Laman Panjang, Senin, 28 Desember lalu.

Penambahan fasilitas Masjid At-Taqwa di Dusun Laman Panjang ini baru bisa dilakukan tahun ini. Uangnya berasal dari hasil perdagangan karbon tahun 2019 yang dicairkan pada 2020 untuk dibagikan ke lima desa dalam lanskap hutan lindung Bujang Raba. Dua masjid lain yang berada di Laman Panjang mendapat berkah yang sama. Masjid Baiturrahman dan Masjid Assuhada mendapat bantuan untuk pembangunan teras serta pembelian mimbar dan tangki air.

Bujang Raba adalah salah satu hutan kelolaan masyarakat yang ikut dalam skema perdagangan karbon dengan bantuan organisasi lingkungan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi. Menurut Direktur KKI Warsi, Rudi Syaf, sejak 2019 sudah ada hasil dari penjualan karbon ini. Pada 2019, hasilnya Rp 400 juta. Adapun pada 2020 Rp 1 miliar. “Sekarang sudah ada hasil penjualan lagi senilai Rp 1 miliar dan akan dibagikan Januari,” ujar Rudi, Senin, 28 Desember lalu.

Ada dua skala perdagangan karbon yang berlaku selama ini: komunitas dan industri. Bujang Raba masuk kategori yang pertama. Pembeliannya masih menggunakan skema sukarela, yaitu orang atau perusahaan yang membeli kredit karbon secara sukarela sebagai kompensasi atas produksi emisi dari aktivitas yang dilakukannya. Semua pembelinya dari luar negeri. Jumlahnya masih kecil dan tak ada yang dari dalam negeri. Menurut Rudi, salah satu kendalanya adalah belum finalnya peraturan tentang perdagangan karbon ini.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Ramond Epu dari Jambi berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Berkah Karbon Bujang Raba"

Abdul Manan

Abdul Manan

Meliput isu-isu internasional. Meraih Penghargaan Karya Jurnalistik 2009 Dewan Pers-UNESCO kategori Kebebasan Pers, lalu Anugerah Swara Sarasvati Award 2010, mengikuti Kassel Summer School 2010 di Jerman dan International Visitor Leadership Program (IVLP) Amerika Serikat 2015. Lulusan jurnalisme dari kampus Stikosa-AWS Surabaya ini menjabat Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Indonesia 2017-2021.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus