Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Hutan Bujang Raba masuk pasar perdagangan karbon sejak 2015 dan mendapatkan hasil empat tahun kemudian.
Pembeli kredit karbon masih datang dari perusahaan dan perseorangan di luar negeri.
Pemerintah sedang merampungkan peraturan presiden soal perdagangan karbon.
BANYAK hal yang berubah dalam aktivitas masyarakat di sekitar hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur (Bujang Raba), Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi. Tahun ini, misalnya, untuk berwudu, warga Dusun Laman Panjang tak perlu lagi turun ke Batang Mengkuang yang jaraknya sepelemparan batu dari Masjid At-Taqwa. “Kini masjid sudah punya kamar mandi, toilet, dan tempat wudu,” kata Ibrahim, Sekretaris Lembaga Pengelola Hutan Desa Batang Kelukup, Dusun Laman Panjang, Senin, 28 Desember lalu.
Penambahan fasilitas Masjid At-Taqwa di Dusun Laman Panjang ini baru bisa dilakukan tahun ini. Uangnya berasal dari hasil perdagangan karbon tahun 2019 yang dicairkan pada 2020 untuk dibagikan ke lima desa dalam lanskap hutan lindung Bujang Raba. Dua masjid lain yang berada di Laman Panjang mendapat berkah yang sama. Masjid Baiturrahman dan Masjid Assuhada mendapat bantuan untuk pembangunan teras serta pembelian mimbar dan tangki air.
Bujang Raba adalah salah satu hutan kelolaan masyarakat yang ikut dalam skema perdagangan karbon dengan bantuan organisasi lingkungan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi. Menurut Direktur KKI Warsi, Rudi Syaf, sejak 2019 sudah ada hasil dari penjualan karbon ini. Pada 2019, hasilnya Rp 400 juta. Adapun pada 2020 Rp 1 miliar. “Sekarang sudah ada hasil penjualan lagi senilai Rp 1 miliar dan akan dibagikan Januari,” ujar Rudi, Senin, 28 Desember lalu.
Ada dua skala perdagangan karbon yang berlaku selama ini: komunitas dan industri. Bujang Raba masuk kategori yang pertama. Pembeliannya masih menggunakan skema sukarela, yaitu orang atau perusahaan yang membeli kredit karbon secara sukarela sebagai kompensasi atas produksi emisi dari aktivitas yang dilakukannya. Semua pembelinya dari luar negeri. Jumlahnya masih kecil dan tak ada yang dari dalam negeri. Menurut Rudi, salah satu kendalanya adalah belum finalnya peraturan tentang perdagangan karbon ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ramond Epu dari Jambi berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Berkah Karbon Bujang Raba"