Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Putri putih kena cula

Sebuah dramatari berjudul putri putih tampil di tim. menceritakan nasib dan cinta putri putri raja luwuk yang mengutamakan kepentingan rakyat atas kepentingan sendiri.

28 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAHASISWI Akademi Tari LPKJ yang berbakat itu, bernama Wiwik Sipala. Ia punya lengan-lengan panjang dan kaki jangkung, yang membuatnya khas kalau sedang menari. Di Teater Tertutup TIM -- 11 s/d 13 Mei -- ia memperlihatkan pula bakatnya sebagai penata tari, disertai oleh tangan gurunya sendiri yakni Farida Feisol. Penampilan itu berjudul Putn Putih. Sebuah drama tari dalam dua babak yang menceritakan nasib dan cinta puteri Raja Luwuk. Puteri cantik itu (Retno Maruti) menderita penyakit ca-sebangsa penyakit kulit yang musykil diobati. Puteri ini kemudian diasingkan. Tetapi dalam perjalanan ia terdarnpar ke pantai Tosora. Ini sedikit mengingatkan cerita Prahara-nya Shakespeare . Di pantai itulah Puteri Putih memulai hidup baru. Tidak lama, karena tiba-tiba muncul seekor kerbau putlh. Binatang itu menyerang puteri. Merobohkannya. Lalu menjilat seluruh tubuhnya. Tak tersangka ulah itu menyebabkan penyakit itu raib seketika. Maka sehatlah puteri itu kernbali. Cantik dan jelita. Rakyat pun gembira bukan main. Langsung mengangkat Puteri sebagai pimpinan. Tarian-tarian pesta berlangsunglah dengan gembira. Di tengah-tengah kegembiraan muncul rombongan Putera Raja Bone. Anak muda ini merusak suasana. Bahkan sempat terjadi perkelahian sehingga jatuh korban pribumi Tosora. Tentu saja putera raja itu langsung dibekuk. Tetapi mendadak pula perkelahian terhenti setelah jelas bahwa anak muda itu anak muda yang paling terhormat di Bone. Puteri pun bimbang. Apalagi antara keduanya cepat menjalar api asmara. Kini sebagaimana lazimnya, datanglah pilihan. Atau sang puteri memilih cinta atau ia memilih rakyatnya. Tetapi ternyata drama tari ini bukan sebuah kisah cinta. Ia lebih cenderung menjadi cerita teladan tentang keteguhan hati seorang pemimpin. Maka puteri pun memilih rakyatnya. Berarti, Putera Raja Bone dibebaskan, tetapi dipersilakan pulang ke negerinya. Cerita yang cukup berlekuk-lekuk ini rupanya memang menuntut alur yang komplit Dalam menata tari, Wiwik dan Farida tampak sangat berusaha menjaga keutuhan seluruh cerita. Dengan urutan yang jelas, terkumpullah adegan-adegan yang sifatnya naratif. Untuk tarian uni memang terlampau literer, terlampau prosais. Untung pertunjukan ini bernama drama tari. Sehingga sektor penataan tari seperti sedikit mendapat kelonggaran. Tetapi dengan demikian tempo lantas diganyangnya menjadf agak kendor. Berbeda sekali dengan yang dilakukan oleh Yulian dengan pertunjukannya yang lalu. Tempo jadi merangkak. Bayangkan, untuk menuturkan pelayaran Puteri Putih, diperlukan adegan khusus di mana terlihat sejumlah orang mendayung dari sisi panggung belakang ke sisi panggung di depan secara diagonal, dengan gerak-gerak yang sama. Bagian-bagian memang penting dalam cerita, tetapi tidak punya kadar dramatik serta untuk materi tari sudah terlalu klise. Dengan sudut memandang yang lebih gesit, cerdik serta drarnatik, banyak saat-saat lain yang harusnya digarap untuk ditampilkan. Dongeng Dari Dirah Adegan-adegan perkelahian yang akrobatik dikerjakan dengan bersemangat. Porsinya berlebihan, karena drarna tari ini sempat dirubahnya menjadi cerita silat. Kejadiannya akan lain seandainya yang diteropong adalah 'moral cerita'. Sebagaimana dahulu Sardono mengerjakan Dongeng Dari Dirah. Di sana ceritanya sedikit diacak-acak, karena yang dipegang adalah intinya, filsafat ceritanya, untuk memberi kebebasan penggarapan visuil. Juga pada pertunjukan Yulian, kita lihat cara menampilkan cerita sudah begitu rupa sehingga bukan urutan atau liku-liku yang diteropong mendetail. Tetap diperhitungkan, tetapi tidak lebih penting dari unsur-unsur "tontonan" yang lain -- seperti tempo, irama, gambaran visuil, pembagian ruang dan sebagainya. Apalagi lampu kurang dimanfaatkan. Sementara tata pentas tidak mampu memberi suasana yang diminta lakon. Demikianlah drama tari ini kurang berhasil. Nomor kedua sesudah istirahat kecil adalah garapan Farida Feisol bernama ntrospeksi. Dibawakan oleh penari-penari June Beckx, Linda Karim, Nancy Hasan, Lydia, Yoke Donaldson, Farida Feisol dan Suwanto. Dalam nomor ini kita hanya sempat menikmati Farida. Keunggulannya sebagai penari melebihi kekuatannya sebagai penata tari. Apalagi penari-penari lainnya belum menyelesaikan problim teknis mereka, sehingga tidak ada yang dapat dianggap matang. Nomor selanjutnya dari Fanda bernama Pasdedeux Windflowers yang dibawakan oleh Dewi Rani dan Sentot S. Nomor ini anggaplah sebagai nomor terbaik dalam babak kedua. Farida jelas lebih mampu membuat komposisi-komposisi dengan penari yang minim. Terutama untuk tema-tema romantis. Sementara Sentot lah penari yang paling mantap saat ini, untuk melayani garapan Farida. Tubuhnya yang terbentuk sudah menjadi bahasa, sementara jiwaya yang musikal membuat ia tidak saat oleh gerak tari tradisionil meskipun ia dedengkot tari Jawa. Hal mana sering bocor pada penari-penari lain. June Beckx juga muncul dengan gaI apannya yang bernama Cyclus. Ia menggunakan musik dari ABBA, Manfred Mann dan Deodato. Hanya saja kita belum sempat diyakinkannya. Di samping modal penari kurang mantap, kita tidak melihat idiom-idiom yang khas. Karena tari tentunya bukan hanya komposisi. Bukan sekedar lancar, tetapi juga peniiwaan pada ide dasar. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus