Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pemilu Tahun 1982

Pemilu tahun 1982 disambut dengan gembira. Hubungan antar kontestan baik, tak saling menyikut melainkan adu otak. Hasil pemungutan suara diterima semua pihak. Kontestan yang menang & yang kalah berpelukan.

28 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK terasa, DPR hasil Pemilu 1977 sudah hampir habis masa kerjanya. Sebagian anggota sudah ubanan, sebagian tambah gemuk berkat dimakan usia, satu-dua kena wasir. Namun, rohani serta syaraf mereka segar bugar, karena mereka sudah bekerja sebaik-baiknya. Kata hatinya sesuai dengan bunyi mulutnya. Ini akibat rasa iba dan terimakasih kepada rakyat pemilih, yang seperti hantu terus hinggap di tengkuk, seakan siap mencekik batang lehernya kalau saja mereka alpa melakukan tugas-tugas legislatifnya. Mereka tidaklah lagi seperti DPR di masa silam, yang kedudukannya di depan Pemerintah seperti tikus dengan kucing, atau seperti subkontraktor dengan kontraktor, melainkan duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Kalau tidak keliru hitung, ada 60 UU yang disahkannya, dan dari jumlah itu 50 buah hasil inisiatif DPR sendiri. Beda betul dengan DPR hasil Pemilu 1971 yang tidak pernah bikin RUU inisiatif satupun. Dan UU yang 60 buah itu bukan sembarang UU, melainkan UU yang membuat hati penduduk lega semata. Jangan dibilang lagi pengunaan hak-hak lainnya. Hampir tiap 3 hari sekali ada saja anggota yang bertanya ini-itu tentang kebijaksanaan Pemerintah. Hampir tiap 1 minggu sekali muncul interpelasi. Penyelidikan atau angket runtun-beruntun saja. sehingga Pemerintah berusaha tidak membuat kekeliruan sekecil apapun. Jangan dibilang lagi hak budget! Kalau DPR dulu-dulu kelewat murah hati terima tiap RUU APBN yang disodorkan Pemerintah tanpa perubahan angka satu sen pun sekarang tidak lagi. Mata anggota sampai berair (bahkan ada yang sampai lamur) memeriksa tiap mata anggaran menghujani Pemerintan dengan rupa-rupa pertanyaan, sehingga yang disebut belakangan ini jadi pening kepalanya. Sampai-sampai pernah ada RUU APBN yang ditolak DPR, sehingga Pemerintah terpaksa menggunakan anggaran tahun sebelumnya. Ini sesuai benar dengan UUD pasal 3 ayat 1. Kembang Plastik Dari sekian banyak bunga mawar yang menghias Gedung Senayan. tentu terselip juga beberapa kembang plastik. Ini bisa merusak pemandangan dan mengganggu martabat. Maka dari itu. yang plastik-plastik ini kena recall. Bukan lantaran malas atau mangkirnya. melainkan begonya. Mereka ini seperti baca koran terbalik. Sebagian direcall atas pertimbangan organisasinya masing-masing sebagian karena gerut-l dan kontrole publik. Sebab. publik yang sudah merasa cape nyoblos, bahkan ada pula yang kena gebuk dan kena tahan, tentu tidak senang hati dengan kembang-kembang plastik ini. Bagus tidak, harum pun tidak. Mendingan ditarik pulang, tertancap di jambangan rumah masing-masing. Maka tibalah saatnya Pemilu 1982. Sesuai dengan perkembangan sang waktu dan makin meningkatnya kesadaran politik rakyat, tentulah tidak serupa dengan Pemilu-Pemilu sebelumnya. Ini pun tercermin jelas dalam UU maupun peraturan-peraturan pelaksanaannya. Penduduk menyambut dengan gembira, seperti datangnya hari lebaran. Pemerintah pun tidak kurang-kurang senang hatinya, serta penuh harap dapat tunjangan, karena Pemerintah yang tidak dapat tunjangan penduduk sama halnya dengan korsi tanpa kaki. Ganjil serta menggelikan. Seperti halnya tukang martabak memukul-mukul penggorengannya menarik pembeli, begitu pula halnya Pemilu dengan kampanye. Kampanye yang sekarang ini sungguh bermutu. Tiap kontestan boleh melancarkan kritik asal faktuil, boleh menangis atau ketawa di podium, tanpa ada yang larang atau seret dia dari sana. Jika pembicara bisa humor, bukan saja hadirin dan hadirat, melainkan petugas-petugas keamanan berikut wasit-wasit dari kalangan Pemerintah turut pula tertawa terpingkal-pingkal sambil melempar senyum yang manis. Begitu pula hubungan antar kontestan. Mereka bukan mengadu dengkul atau sikut, melainkan mengadu otak. Ini perlu, karena penduduk pun punya otak. Mereka mesti berfikir paling sedikit dua hari untuk mengucapkan sebaris janji. Sebab, mereka tahu persis, penduduk tidak lagi pelupa seperti penduduk zaman dulu. Salah-salah buatan, bisa kena semprot. Barang sepuhan akan cepat dikenal. Ada kampanyewan yang jatuh pingsan, bukan karena dilempar batu, melainkan karena khalayak pada bubar. Tidak kecuali tukang es dan rujak tumbuk. Tak ada "minggu tenang", karena mereka sudah tenang dengan sendirinya. Bersiul-siul Hari penyoblosan, pemilih datang sambil bersiul-siul. Mereka bersendagurau dengan panitia pelaksana seperti dalam suasana kondangan. Mentari memancar dengan lembutnya, petugas-petugas keamanan mengucapkan selamat pagi, orang ke luar masuk bilik suara tanpa was-was maupun cemas, bahkan ada yang sambil mengisap rokok. Dan begitu hari menjelang siang. semua yang mustahik memilih sudah dapat giliran, surat-suara pun dihitung apa adanya, tidak ada yang kurang dan tidak ada yang lebih. Tatkala final perhitungan suara secara nasional, semua kepala mengangguk-angguk tanda setuju serta percaya. Para wasit mulai yang tingkat atas sampai bawah digendong orang dan diarak kian-kemari tanda gembira. Tak sedikit di antara mereka yang mendapat kiriman bunga dari penduduk. Kontestan yang kalah saling berpelukan dengan kontestan yang menang, dan mereka sama-sama menyalami tangan panitia pelaksana serta wasit, mengguncang-guncangnya hingga lebih dari dua menit. Maka diadakanlah "syukuran" yang sungguh-sungguh "syukuran". Kambing serta sapi bergelimpangan dipotong orang. Anehnya, di pesta yang meriah itu, orang-orang yang dapat korsi dan sebentar lagi akan dilantik, malahan tampak jadi pendiam, rupa-rupanya sedang memantapkan mereka punya batin. bagaimana caranya supaya bisa mengemban amanat para pemilih semaksimal-maksimalnya, supaya kelak jangan kualat dan diludahi orang. Memang, ada juga yang disebut "korban pemilu" tahun 198 itu. Tapi. bukannya kena lemparan batu atau gebukan kayu atau bacokan golok Cibatu. melainkan karena keteledorannya sendiri. Ada yang kese!eo kakinya tatkala turun dari podium, ada yang jarinya kegencet pintu mobilnya sendiri, ada yang benjol ketiban alat pengeras suara, dan ada pula yang ditilang polisi karena melanggar rambu lalulintas tatkala mau ikut pawai motor. Itu saja. Betul-betul itu saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus