Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Rahal-muchsin lubis

Penyunting : myra sidharta jakarta : pustaka sinar harapan,1989

30 Desember 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

100 TAHUN KWEE TEK HOAY Penyunting: Myra Sidharta Penerbit: Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1989, 331 halaman HANYA sedikit orang yang nengenal nama Kwee Tek Hoay. Kehadiran buku ini memang untuk mengingatkan kembali, bahwa 100 tahun lalu pernah lahir orang yang berjuang untuk kemajuan kaumnya, peranakan Tionghoa di negeri ini. Peranan Kwee itu diterangkan kembali oleh delapan penggemarnya, di antaranya, Visakha Gunadharma (Kwee Yat Nio) putri tertuanya. Kehadiran peranakan Tionghoa di Indonesia merupakan fenomena menarik setelah mereka membentuk organisasi modern pertama Tion Hoa Hwe Koan (THHK), 1900, yang kemudian mengilhami pergerakan lainnya, seperti Sjarikat Prijaji yang dimotori R.M. Tirto Adhi Soerjo, hingga Boedi Oetomo. Sebagai pembaruan pendidikan peranakan Tionghoa di Hindia Belanda, kelahiran THHK merupakan bentuk partisipasi sistem pendidikan yang mulai berkembang dengan sistem Barat di Tiongkok. Kwee Tek Hoay, yang dilahirkan 31 Juli 1886 di Bogor, hidup dalam benturan-benturan nilai kaumnya. Sebagai aktivis THHK yang digumulinya sejak usia 18 tahun, Kwee Tek Hoay melihat lima persimpangan -- yang digambarkan dengan karikatur -- dalam pendidikan kaumnya. Hasil penanya merupakan jelmaan idenya, hingga cenderung verbal. Bla mengacu pada ide, karyanya yang berbahasa Melayu Rendah dan cenderung verbal, sebenarnya, patut dicatat dalam sejarah sastra Indoensia. Emansipasi wanita, dalam drama di Bovendigoel yang dimuat di Panorama tahun 1929 hingga 1932, hadir lebih dulu dari karya Sutan Takdir Alisjahbana Layar Terkembang (1937), yang dianggap fenomena baru dalam sastra Indonesia itu. Kwee, yang sejak muda aktif di jurnalistik, memimpin majalah Panorama (1926-1932), Moestika Panorama (1930-1932), Moestika Romans (1932-1934), Moestika Dharma (1932-1936), dan Sam Kauw Gwat Po (1934-1941). Di masa tuanya, Kwee lebih mendalami agama dan mendirikan Sam Kauw Hwee (Gabungan Tiga Agama). Mei 1934, yang merupakan sintesa Kwee bahwa agama Tionghoa merupakan gabungan ajaran Konfusianisme, Taoisme, dan Budhisme. Ia meninggal di Cicurug, Jawa Barat, 4 Juli 1952. Muchsin Lubis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus