PEMBANGUNAN BERDIMENSI KERAKYATAN Penyunting: D.C. Korten dan Sjahrir Penerbit: Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1988, 420 halaman PEMBANGUNAN memang terus menggelinding. Namun, jika arah bergulirnya pembangunan itu melenceng, siapa nantinya yang harus membayar mahal itu semua? Soalnya, semua tak hanya menyangkut soal ekonomi semata. Tetapi merentang luas dalam berbagai dimensi kehidupan. Dan gerak pembangunan mempunyai ritme yang setiap saat bisa berubah kekuatannya. Seperti halnya yang terjadi di Indonesia, saat menghadapi tertutupnya keran rezeki minvak. Berbagai persoalan lantas bermunculan, dan kemungkinan-kemungkinan baru pun dicari. Sejumlah refleksi yang relevan juga mencuat, sebagaimana yang dihadirkan buku ini. Buku ini menyajikan 26 karangan terpisah yang ditulis oleh para tokoh sosial dan ekonomi dunia, termasuk tiga orang Indonesia, Mochtar Lubis, Soedjatmoko, dan Sjahrir. Dibagi dalam delapan bab dengan enam topik utama, rulisan-tulisan tersebut saling berkaitan dan merentangkan benang merah. Bab keempat, misalnya, membahas persaingan antara sumber daya dan dinamika kemiskinan. Dikemukakan bahwa kemiskinan merupakan masalah yang sistemis dan itu hanya dapat dilenyapkan melalui perubahan yang sistemis pula. Bab lima membahas lebih jauh dari sekadar pendefinisian masalah, sampai ke pokok persoalan yang mendasari pemilihan rekayasa sosial sesuai dengan tujuan pembangunan yang berpusat pada rakyat. Ditekankan oleh para penulis, betapa pentingnya pandangan kewilayahan dan swadaya sebagai pedoman, dengan mengutamakan sumber-sumber daya lokal, di bawah pengawasan lokal, untuk memenuhi kebutuhan lokal pula. Sedangkan pada bab tujuh, para penulis secara tajam membeberkan banyaknya lembaga manusia dewasa ini, dari demokrasi perwakilan hingga birokrasi bisnis besar-besaran, pemerintah dan buruh, yang cenderung melucuti kekuasaan rakyat. Semua tulisan dalam buku ini merupakan hidangan yang menarik, bukan saja untuk mereka yang sekadar ingin mengamati arah dan jalan pembangunan, tapi juga sebagai refleksi untuk mengkaji ulang pembangunan, apakah memang sudah berdimensi kerakyatan. Budiono Darsono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini