Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Rasinah Bangkitkan Tari Topeng

2 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kehidupan Mimi Rasinah, maestro tari topeng Cirebon gaya Indramayu, boleh jadi contoh nyata bagaimana seorang seniman menghidupkan ke senian tradisional. Sejak kecil, perempuan kelahiran Maret 1930 itu dilatih keras oleh ayahnya untuk menari topeng kelana udeng. Rasinah adalah generasi kesembilan yang mempelajari tari yang kemudian dia sempurnakan itu.

Saking kerasnya didikan sang ayah, sepanjang hari Rasinah selalu belajar menari, sehingga ia pun mampu menari dua setengah jam tanpa henti. ”Tidak seperti anak sekarang. Paling lama belajar 15 menit sudah capek,” kata Rasinah di rumahnya di Desa Pekandangan, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, pertengahan Juli lalu.

Di rumah seluas 5 x 7 meter itulah Rasinah tinggal. Sebuah balai seluas 6 x 8 meter menempel di sebelah nya, yang menjadi sanggar tempat dia mengajari sekitar 300 anak berusia 5-15 tahun. ”Kalau Mimi capai, saya yang mengajar,” kata Macih, putri Rasinah.

Ayah Rasinah membawa putrinya menari dari kampung ke kampung pada masa penja jahan Jepang. Setelah menikah dengan Amat, seniman yang pandai memainkan musik tradisional, Rasinah pun menga men bersama sang suami. Tapi, ketika suaminya meninggal pada 1968, Rasinah berhenti total menari selama 20 tahun.

Namun nasib berkata lain. Seorang peneliti seni dari Bandung, Endo Sukanda, mengajak Rasinah menari kembali. Karena tertarik, Rasinah kembali berlatih dan Endo kemudian membawanya berpentas di berbagai negara. ”Negara pertama yang saya kunjungi adalah Jepang,” kata Rasi nah. Sejak itulah nama Rasinah menjadi terkenal.

Pada 2005, Rasinah terserang stroke, sehingga bagian tubuh sebelah kiri, dari kaki hingga tangan, tak bisa digerakkan lagi. Pergi ke mana pun, dia harus digendong oleh anak atau cucunya. Tapi semangatnya terhadap tari topeng tidaklah pudar. Dia selalu bersemangat mengajarkan tari, terutama kepada Rani, 8 tahun, cucunya yang dianggap memiliki aura tari sang ma estro.

Kepala Dinas Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Indramayu Yayan Mulyantoro mengaku berusaha terus membantu Rasinah dan sanggarnya serta melestarikan kesenian tradisional lain yang nyaris punah. Salah satunya dengan memasukkannya ke dalam pelajaran bermuatan lokal di sekolah. ”Saat ini seni macapat sudah masuk pelajaran,” kata Yayan.

Ivansyah (Indramayu)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus