Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Rehal-isma sawitri

Pengarang: alex josey. jakarta: gunung agung, 1982. (bk)

13 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEE KUAN YEW Perjuangan Untuk Singapura Oleh: Alex Josey Penerbit: PT Gunung Agsng, Jakarta, 1982 372 halaman. USIA Lee Kuan Yew akan genap 60 tahun September nanti. Tapi menjelang hari penting itu tersebar isu tentang kesehatannya yang memburuk. Ini masih disusul berita tersingkirnya seorang tokoh serikat buruh satu dari beberapa calon pemimpin yang disiapkan Lee untuk menggantikannya kelak. Apa sebenarnya yang terjadi di Singapura? Apakah Lee, seperti diisyaratkan Josey, tidak akan berkuasa sampai akhir dekade ini? Bagaimana proses alih kekuasaan? Kemungkinan itu dikemukakan Josey dalam buku ini -- yang sepintas lebih tepat disebut buku sejarah Singapura (sejarah dalam arti populer) ketimbang biografi politik Lee Kuan Yew. Sikap begini dalam hal tertentu bisa dimaklumi. Bagi Josey akan sulit memisahkan Lee dari wadah Singapura-nya, dan sebaliknya akan sangat tidak menarik menulis kota itu tanpa berkisah panjang lebar seputar tokoh utamanya. Kesulitan serupa kembali bisa terungkap jelas dalam pertanyaan: "Apakah Singapura tidak terlalu kecil untuk orang seperti Lee?" Pertanyaan menggoda ini tidak dijawab. Pengarang sendiri cenderung hanya bertutur tanpa menggariskan pendapat. Kesimpulan akhir diserahkannya pada pembaca. Kendati demikian Josey, dengan gayanya yang tekun dan cermat, berusaha memberi tempat yang pantas dan sangat terhormat bagi Lee dalam konteks pergulatan Singapura: mulai dari koloni Inggris, periode Malaysia, hingga mencuat jadi republik kota dengan pendapatan per kapita tertinggi di Asia Tenggara. Tanpa otak cemerlang, ketegaran dan integritas Lee, corak pergulatan akan berbeda dan penduduk di sana mungkin belum akan menemukan identitasnya sebagai "orang Singapura". Buku ini secara tak langsung juga mengakui Lee, sarjana hukum lulusan Cambridge, keturunan Cina suku Hakka (Khek) telah dan sedang meninggalkan cap-capnya yang teramat nyata bagi masa lampau, masa kini, dan masa depan sebuah bandar yang dulu bernama Tumasik. Dan antara sesama rekannya pemimpin di Asia Tenggara, Lee yang elitis pragmatis itu menonjol dan merampas perhatian lebih banyak, baik karena kelihaiannya berdebat maupun karena kebersihan pemerintahnya. Bagaimana citra Lee di mata rakyatnya? Buku ini tanpa sembunyi bercerita tentang penampilan negarawan yang jauh dari ramah itu, dan dengan banyak gagasan yang tidak segera bisa dicerna. Dia pada dasarnya memang seorang intelektual yang lugas, politisi yang agresif dan manusia yang serius. Mungkin karena itu pula Lee berani mengambil risiko ini: sebagai pemimpin ia lebih suka dihormati daripada dicintai. Isma Sawitri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus