Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Rp 1000 Untuk Kalender Acara

Sejak maret 1982, kalender acara tim, tidak lagi gratis. peranan buklet ini semakin penting dalam menyebarluaskan acara di tim. dulunya stensilan kini dicetak offset dan menerima iklan. (sr)

27 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUKU kecil berukuran 21 x 11 cm yang awal bulan dikeluarkan TIM (Taman Ismail Marzuki), Jakarta, tiba-tiba kini menjadi penting. Buku itu, disebut Kalender Acara TIM, mewartakan segala kegiatan di Pusat Kesenian Jakarta di kompleks Cikini. Dalam terbitan Maret ini Kalender itu menyertakan pula pengumuman. "Para langganan yang ingin dikirimi Kalender Acara TIM secara kontinyu dikenakan biaya Rp 1.000 untuk tahun 1982 ini." Sejak Kalender yang pertama, Desember 1968, kepada siapa pun buku acara TIM ini dibagikan secara gratis. Tidak itu saja. Dengan dibatasinya pemasangan spanduk. poster dan papan reklame di kawasan DKI Jakarta, Kalender inilah kini menjadi tumpuan pokok bagi TIM mempublikasikan acara-acaranya. Oplah buku ini memang cukup besar--bila diingat sasaran utamanya adalah warga DKI. Sebelum 1973, sebelum dibikin seperti buku, telah dicetak sekitar 5 ribu. Masih ditambah edisi bahasa Inggris sebanyak 2.500. Setelah dibikin berbentuk buku, dan sekaligus acara ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris, dicetak 10 ribu. Sejak tahun 1980 oplah berkisar antara 10 sampai 20 ribu. Yang menarik, ada sekitar 3 ribu langganan yang minta dikirimi langsung lewat pos. Dalam kenyataannya, hanya pertunjukan tertentu, Srimulat misalnya, atau teater Rendra, Putu Wijaya, kursi dipenuhi penonton. Acara yang lain, konser piano misalnya, tak ada separuh kursi yang tersedia diduduki. Bahkan, seperti Tari Topeng dari Klaten bulan lalu, hari pertama hanya ditonton tak lebih dari 50 orang. Itu semua menimbulkan pertanyaan, tentu. Sebagai Tes Bagi Direktur TIM, Hazil Tanzil, 63 tahun, pungutan Rp 1.000 bagi langganan tetap itu sekaligus juga sebagai tes. "Ini sekalian untuk menjajaki, seberapa sungguh-sungguh minat langganan itu terhadap Kalender Acara," katanya. Maksudnya, bila para pelanggan memang serius, tentulah mereka tak asal berlangganan, tapi juga menonton kegiatan di TIM. Sayangnya, TIM sendiri selama ini belum memonitoring seberapa efektif Kalender ini mengundang pengunjung. Menurut Hazil pula, dibanding de ngan iklan di surat kabar misalnya, Ka lender Acara jelas lebih murah dan men jangkau langsung peminatnya. "Iklan itu mahal, tak mungkln semua acara diiklankan," kata Hazil. Dan spanduk atau poster, biasanya baru beberapa hari se belum acara berlangsung baru disebar luaskan -- dan informasi yang diberikar terbatas waktunya. Dalam Kalender, ada yang lebih daripada hanya jadwal waktu dan nama pertunjukan. Misalnya, dalam Kalender Acara Maret 1970, ada penjelasan untuk pertunjukan drama W.S. Rendra, Menunggu Godot. Meskipun di situ hanya sedikit diungkapkan tentang Rendra dan bahwa "pertunjukan dramanya se belumnya mendapat pengunjung keliwa banyak." Yang nampak begitu diperhatikan adalah bentuk visual Kalender itu. Tak lama setelah Pusat Kesenian itu dibuka November 1968, awal bulan berikutnya tahun itu juga, muncul Kalender Acara -- masih dalam bentuk stensilan. Baru Maret 1969 Kalender dicetak. Masih sederhana sekali, berupa selembar kertas HVS folio yang dilipat tiga. Acara TIM memang belum penuh, dan yang dituliskan dalam Kalender memang baru tanggal, jenis dan nama orang atau grup yang mengadakan pertunjukan--waktu itu. Kemudian Kalender Acara Maret 1970 mulai dicetak pada kertas gambar (brief card). Dan Maret 1973 lahirlah bentuk buku. Tentu saja biaya pengadaan Kalender ini meningkat pula. Karena itu kemudian diusahakan ada iklan, untuk menutup biaya. Tahun itu pula mulai ada iklan satu halaman di sampul belakang. Dan sayangnya, hingga kini pun iklan hanya ada di sampul belakang itu, meski pemasang iklannya berganti-ganti: PT Bank Bali, Rokok Dunhill, dan kini Ardath. Dengan tarif iklan yang sehalaman hanya Rp 300 ribu sekali pasang itu, tentulah belum menutup biaya Kalender yang sekitar Rp 1 juta lebih untuk 10 ribu eksemplar.Dengan alasan itu pula langganan tetap yang ingin dikirim Kalender lewat pos, diminta sumbangan pengganti perangko yang kini memang naik, dari Rp 30 menjadi Rp 100. "Untuk mengirimkan Kalender Maret ini, TIM mengeluarkan uang Rp 280 ribu," kata Bagian Publikasi TIM. Sebelumnya biaya perangko itu tak lebih dari Rp 90 ribu. Seorang murid kelas IV SD di bilangan Tomang dengan setia menjadi pelanggan Kalender Acara TIM. Tiap awal bulan dia selalu menunggu datangnya pak pos, mengantar itu Kalender. Dia khusus mengikuti pementasan sandiwara anakanak. Memang, belum diketahui pelanggan yang setia--dalam mengikuti kalender dan setia menghadiri acaranya itu sendiri di TIM--seperti murid-kelas IV itu. Sampai pertengahan bulan ini, dari sekitar 3 ribu pelanggan tetap yang bersedia meneruskan langganannya dengan mengganti harga perangko Rp 1.000 setahun, baru terdaftar 32 orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus