Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

"bu, permisi ikut ngemis".

Taman kanak-kanak yang didirikan di kompleks perumahan gelandangan dukuh kupang, surabaya. murid-muridnya semua anak gelandangan, yang kadang-kadang absen untuk mengemis. (pdk)

27 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASIH pagi buta Salam sudah mengetuk rumah Ibu Gurunya. "Bu, hari ini saya tidak masuk. Ibu saya sakit. Ilari ini saya disuruh ngemis," ujar anak berumur 7 tahun itu seperti diceritakan Ny. Siti Meri Kasihani pada TEMPO. Meri, guru suatu Taman Kanak-kanak, biasanya mengiyakan saja kalau ada muridnya yang minta izin dengan alasan semacam itu. TK yang diasuhnya memang unik. Sekolah ini didirikan di kompleks perumahan gelandangan Dukuh Kupang Surabaya. Maka semua muridnya pun anak kaum gelandangan. Dibuka Juli tahun lalu TK itu helum punya nama dan belum pula diakui oleh Departemen P&K. Semula ada 27 muridnya -- berusia 6 sampai 12 tahun. Tapi di antara mereka ada 7 yang berhenti karena "harus selalu ikut orang tua menggelandang," ujar Meri. Untuk menggiring anak para gelandangan di situ tidak terlalu sulit. Kompleks itu dikendalikan oleh Tim Bappertukda (Badan Pelaksana Rehabilitasi (Guna Karya Daerah). Mereka harus mematuhi perintah tim pembina gelandangan itu . Kompleks yang luasnya 2 ha ini dikelilingi pagar ka1vat berduri. Ada 19 bangunan panjang di dalamnya yang bisa menampung 850 jiwa -- sekitar 10% masih gelandangan di Surabaya. Tidak jauh dari pintu gerbang "batalyon" itu ada bangunm klenengan 4 x 7 meter. Di bangunan setengah tembok setengah kayu itulah Ny. Siti Meri Kasihani mengajar. Meja-mejanya, walaupun tidak kelihatan kokoh, bisa dibanggakan karena bikinan para orang tua murid sendiri. Berbeda benar dengan kursi lipatnya yang bagus sumbangan mahasiswa Katolik anggota PMKRI. Meri memberikan pelajaran membaca, menyanyi dan bersajak. "Ini sesuai dengan peralatan yang ada saja," ujarnya. "Sebenarnya mereka sudah berumur anak SD." Mereka memang sudah mulai bisa membaca, misalnya, buku pelajaran untuk SD kelas 1. Dengan gaji Rp 5.000/bulan, Meri sudah bertekad menghabiskau hidupnya di situ. Bahkan rumahnya--jtlga berada di kompleks itu--tidak lebih baik daripada barak para gelandangan sendiri. Untuk memenuhi keperluan hidupnya Meri membuat kue dan menyulam setelah tugasnya sebagai guru selesai. Wanita kelahiran Trowulan (Mojokerto, Ja-Tim) ini semula mendorong suaminya ikut bertransmigrasi ke Sul-Teng. Di sana Meri mendirikan TK dan SD khusus untuk para transmiran. Lantas terjadi kemelut dalam rumah tangdnya setelah suaminya kawin lagi. Kembali ke Ja-Tim, Meri menetap di Tandes. Di desa pinggiran Kota Surabaya ini ia mendirikan TK dan kemudian SD. Lantaran dianggap tidak memenuhi syarat, SD yang baru sampai kelas 2 itu dibubarkan oleh P&K. Ia juga tersisih, dari TK yang dia dirikan karena pemerintah memberi guru baru supaya mutunya bisa lebih baik. Ketika Bappertukda memerlukan guru untuk TK di kompleks gelandangan itu, hanya Meri yang bersedia. "Pernah juga ada mahasiswa IKIP dan IAIN yang datang, tapi akhirnya mereka mundur sebelum maju," ujar Drs. Mohamad asin, Ketua Bappertukda Surabaya yang merangkap Kasubbag Sosial setempat. Ada rencananya tahun ini mendirikan SD. "Supaya ada tempat bagi murid-murid TK yang sekarang meneruskan pelajaran,' tambah 'asin. Menurut Meri, ada 5 anak yang sekarang ini sering pamit dengan alasan mengemis atau ikut mengemis dengan orang tua mereka. "Saya belum bisa mengubah kebiasaan mereka mengemis itu. Tapi mereka sekarang sudah tahu bahwa untuk bisa hidup lebih baik itu harus pandai dulu," ujar guru ini. Halimah, 9 tahun, hari itu mendeklamasikan sajak Benih-benih Pancasila. Ia masih tetap membantu orang tuanya mengumpulkan kertas dan pecahan botol atau gelas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus