PADA awalnya adalah sentuhan psikologis, antara dunia luar dan dunia dalam Kaboel Suadi. Lalu lahirlah imaji dalam diri perupa lulusan Seni Rupa ITB itu. Kemudian adalah semacam sketsa objek di bidang gambar, lalu sebuah proses pembidangan, pewarnaan, dan lain-lain, hingga terbentuklah karya-karya lukisnya. Dengan jalan yang lebih kurang seperti itulah 50-an karya lukis Kaboel yang dipajang selama 10 hari di Gedung Pameran Departemen P & K, Jakarta, yang berakhir Sabtu pekan lalu, diciptakan. Ada beberapa kemungkinan, dalam proses berkarya seperti itu, yang bisa terjadi. Objek hilang dan yang terciptakan lukisan nonfiguratif. Atau, objek itu tak utuh lagi, tinggal kesan. Dalam hal Kaboel, dua-duanya terjadi, dengan catatan, lebih sering objek tetap tinggal. Proses kreatif seperti itu bukanlah hal yang khusus banyak perupa menempuh jalan ini. Yang kemudian membuat karya seorang perupa berbeda dengan perupa yang lain, meski sama-sama melalui proses tersebut, adalah ''tujuan'' penggarapan itu. Seorang perupa mungkin berupaya menangkap esensi objek. Perupa yang lain mencoba menangkap suasana keseluruhan. Adapun bagi Kaboel Suadi, yang dituju adalah sebuah ''harmoni'' di bidang gambarnya. Dan ''harmoni'' itu bagi Kaboel adalah ''kesatuan ruang pada bidang dua dimensional.'' Tak mengherankan, Kaboel banyak melukis pantai dan perahu. Suatu komposisi yang memang sudah dengan sendirinya menyuguhkan ruang yang luas: langit dan laut yang selaras. Dan Kaboel menciptakan ruang imajiner dengan membuat bidang- bidang warna. Lihat, umpamanya, Penari di Atas Panggung, karya tahun 1993. Di bidang gambar sisi kanan empat figur penari berlatar warna oker. Lalu di tengah bidang putih. Kemudian bersambung sepetak oker kekuningan dan sesosok figur violet. Kemudian bidang abu-abu campur biru. Berbicara lebih juah tentang kesatuan ruang, bagi saya, ''kesatuan ruang'' pada karya Kaboel bukanlah kesatuan yang utuh. Ruangnya tidaklah sekompak pada lukisan Horison-horison Srihadi Sudarsono yang mencekam. Tapi, kesatuan ruang Kaboel bersambung, seperti satunya sebuah rantai. Ketegangan, tarik- menarik antara bidang satu dan lainnya tidaklah terasa benar, karena itu saya sebut ruang-ruang berdampingan dengan ''damai''. Maka kesan yang justru ingin dibebaskan dari kanvasnya oleh Kaboel, yakni kesan naratif, sulit saya kesampingkan dari banyak karyanya. Penari di Atas Panggung itu, misalnya. Empat figur di kanan bidang gambar dan seorang figur di kiri rasanya membentuk ''cerita''. Tentu saja cerita tanpa tokoh, awal, dan akhir. Ia adalah cerita tentang ruang, warna, dan bentuk. Di sinilah menurut saya kekhasan Kaboel: terbentuklah kemudian sebuah kisah yang berjalan dari bidang satu ke bidang yang lain. Pun dalam karya-karyanya yang tak banyak menyajikan bidang yang membentuk ruang imajiner, dalam Awan Rosa Melanda Pantai, karya tahun 1991, kisah itu pun tampil: dari bendera kecil warna-warni pada perahu, lalu langit luas ungu kemerahan, seceleret biru tua, dan kemudian warna gelap di sisi kanan kiri yang seolah membentuk bingkai. Selain satu yang sudah disebutkan, karya yang membentuk cerita itu antara lain Latihan Tari Topeng II (1990), Tiga Penari Duduk (1990). Berbicara tentang cerita, tentu ada yang membosankan dan tidak. Dalam lukisan Kaboel, hadirnya unsur grafis (efek mirip goresan pada karya cukilan kayu, efek guratan warna bertumpuk pada karya cetak saring antara lain) merupakan semacam kejutan yang mengusir kebosanan, atau semacam celetukan dalam irama yang hampir monoton. Pada Penari di Atas Panggung, kejutan itu ada pada sapuan warna merah di bidang empat figur. Pada Latihan Tari Topeng II, itu muncul sebagai goresan horisontal biru di bidang atas, yang kembali muncul di bidang bawah. Di sini ada satu unsur yang tampaknya merupakan kecenderungan Kaboel belakangan ini: membiarkan catnya meleleh di tempat yang menurut dia tepat. Bila Kaboel mampu memanfaatkan efek grafis pada lukisan dengan tepat, itu karena ia pun seorang pegrafis yang berhasil Kaboel salah seorang pelopor seni grafis modern Indonesia. Secara keseluruhan, karya-karya Kaboel bagi saya memberikan kesan mirip wayang beber.Bambang Bujono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini