Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Srimulat dikenal sebagai legenda grup komedian yang selalu menampilkan guyonan khas sederhana. Namun, dibalik kesederhanaan di tiap lawakannya itu, nyatanya memiliki aliran berbeda, cerdas, tegas, dan tidak sedikit mengandung satire sarkas yang tak lekang dimakan zaman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai informasi, Srimulat didirikan pada 30 Agustus 1951 oleh Raden Ayu Srimulat, istri pertama Teguh Slamet Rahardjo, dengan nama Gema Malam Srimulat. Pada awalnya, Gema Malam Srimulat adalah kelompok seni keliling yang melakukan pertunjukan dari satu kota ke kota lain, dari Jawa Timur sampai Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Grup Srimulat mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1960-an. Srimulat ini dikenal secara nasional sebagai grup lakon humor yang memiliki ciri khasnya sendiri. Misalnya, tak sedikit di setiap guyonan yang dipertunjukkan memakai unsur fisik, menindas kelompok lemah, dan memakai kata-kata vulgar yang lazim di era 1980-an.
Humor slapstick memang sangat populer pada periode 1980-an dan grup lawaknya pun sukses menjadi legenda. Begitu pula dengan para pemainnya yang menjadi komedian ternama di berbagai tempat, salah satunya di Indonesia.
Dihimpun dari film berjudul Srimulat: Hil yang Mustahil, berikut beberapa satire-satire khas Srimulat dalam setiap guyonan yang ditampilkannya yang tak lekang dimakan zaman.
- “Jadi Seniman itu Harus Menginjak Tanah”
Maksud dari satire tersebut, yakni kepopuleran seorang seniman di atas panggung bersifat sementara. Dengan begitu, para pelawak dituntut untuk selalu rendah hati dan tidak sombong.
- “Makin Malam Makin Ugal-ugalan”
“Nung, kangen ku sama kamu itu kayak bis Sumber Kencono lho,” kata Gepeng. “Kok bisa?” jawab Nunung. “Makin malam makin ugal-ugalan,” sambung Gepeng.
- “Kalau Merasa Punya Bakat, Tunjukkan!”
“Nek kowe duwe bakat, tunjukno. Ojo meneng wae,” ujar Basuki ketika menyadarkan Gepeng yang ternyata memiliki bakat sebagai pelawak. Ia pun berusaha meyakinkan Gepeng untuk menunjukkan bakatnya pada Srimulat.
- “Di Desa Hidup Susah, di Ibu Kota Mengeluh. Dasar Manusia!”
Gepeng mengeluh jika ia tidak bisa tidur dengan nyenyak setelah datang ke ibu kota. Ia merasa kurang percaya diri dengan pencapaiannya. "Koe ning ndeso rekoso, ning ibu kota sambat. Menungso, modaro!" kata Basuki kepada Gepeng.
- “Tidak Ada Hal yang Mustahil”
Ketika para anggota Srimulat kesulitan mendapatkan kepercayaan diri untuk tampil di rekaman TV dan tampil untuk presiden, sang senior Asmuni senantiasa memberikan semangat dengan mengatakan tak ada hal yang mustahil jika dilakukan oleh Srimulat.
HARIS SETYAWAN
Pilihan Editor: Mengenang Basuki Srimulat, Pelawak Serba Bisa yang Berpulang 15 Tahun Lalu
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.