Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Satu Jam yang Memikat

Gitaris Dewa Budjana, Balawan, dan Tohpati tampil bersama. Sebuah trio yang memukau.

2 Januari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga gitar di atas panggung. Trisum—begitu trio itu menamakan diri—menggubah lagu dolanan anak-anak yang bernada pentatonis jadi diatonis yang menarik. Di atas panggung Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis pekan lalu, Cublak-cublak Suweng adalah sebuah nomor jazz.

Malam itu, Dewa Budjana, I Wayan Balawan, dan Tohpati bermain bersama. Tapi di atas panggung tidak boleh ada lebih dari satu matahari. Maka, mereka pun membatasi nomor-nomor trionya. Malam itu, bintang-bintang itu diberi ruang luas untuk mengeksplorasi permainan masing-masing. Dewa Budjana, misalnya, terdengar kontemplatif dengan Lonely dan Dancing Tears. Beberapa kali ia menyediakan diri sebagai pengiring suling. Suling Mochamad Saat Syah memimpin di depan, gitar Budjana mengikuti dari belakang.

Inilah malam yang langka. Menjelang akhir, mereka bertiga memainkan Turkish March alias Rondo Alla Turca. Sebuah sonata karya W.A. Mozart yang sesungguhnya diperuntukkan bagi piano. Komposisi itu mengadopsi gaya musik yang berkembang di Turki sekitar abad ke-17, gaya musik dengan cara menirukan derap genderang. Di tangan Trisum, piano solo itu ditranskripsikan dalam permainan gitar trio, dengan menambahkan sedikit tempo dan suasana riang.

Trisum cukup tahu diri. Mereka tidak berpretensi menggarami air laut. Ruang yang sangat luas diberikan kepada si gitaris yang memainkan melodi utama. Turkish March adalah sebuah demonstrasi kemampuan teknik si pemain. Dengan kata lain, sebuah atraksi di atas panggung. Satu yang patut dicatat di sini adalah ketika bagian minor beralih ke mayor. Dua gitar bereaksi sekaligus: satu gitar tetap pada ”jalurnya”, yang lain bergerak dalam suara dua.

Cikal-bakal Trisum muncul pada Juli 2004. Saat itu, trio gitaris ini tampil dalam peluncuran mobil mewah terbaru di Jakarta. Awalnya, kelompok itu bernama B3, singkatan nama Budjana, Balawan, dan Bontot (panggilan akrab Tohpati). Nama Trisum baru mencuat ketika mereka pentas dalam Java Jazz Festival di Jakarta Hilton Convention Centre, awal Maret tahun lalu.

Trisum memiliki Balawan yang dinamis, Dewa Budjana yang kerap kontemplatif, dan Tohpati yang lincah. Mungkin yang cukup memukau penonton adalah penampilan solo Balawan. Gitaris kelahiran Batuan, Gianyar, Bali, 32 tahun lalu itu memainkan gitar dua leher hasil rancangannya. Jari-jarinya yang menari di atas dawai gitar tampak menyerupai seseorang yang memainkan piano. Balawan yang tampil solo dengan begitu lincah menghasilkan bunyi seperti gitaris berduet.

Balawan memang memiliki gaya permainan khas: sentuh (touch) dan kait (tapping). Ia menyajikan teknik permainan gitar yang memanfaatkan kedelapan jari untuk memainkan tap pada fretboard. Ia menggunakan kedelapan jarinya memainkan kord, melodi, dan bas. Jari kiri dan kanan berlarian menyentuh dan mengait nyaris tanpa dipetik.

Menurut Balawan, teknik permainan itu terinspirasi oleh teknik memukul rindik (salah satu gamelan tradisional Bali). Ia terpukau oleh kecepatan pukulan rindik. Tapi Balawan bukan satu-satunya gitaris yang menggunakan teknik permainan itu. Sejak 1952, Jimmy Webster telah memperkenalkannya. Di jalur musik jazz, teknik itu kian populer lewat permainan gitaris asal Amerika, Stanley Jordan, yang muncul pada awal 1980-an.

Meski terbilang cukup menarik dan unik, penampilan trio gitaris itu mengingatkan pada penampilan kolaborasi Al DiMeola, Paco de Lucia, dan John McLaughlin pada 1980-an. Saat itu, trio gitaris beda warna ini tampil dalam sebuah pertunjukan yang kemudian dikenal lewat rekaman Friday Night in San Francisco. Lalu penampilan Budjana-Balawan-Bontot malam itu juga mengingatkan kita pada trio gitaris Joe Satriani, Steve Vai, dan Eric Johnson, yang kemudian populer sebagai trio G3.

Nurdin Kalim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus