Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Berkah Berbuah Sengketa

Upaya Hary Tanoesoedibjo menyandingkan TPI dengan RCTI dan Global TV terganjal. Tutut memilih anaknya sebagai ahli waris.

2 Januari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AMARAH Siti Hardijanti Rukmana tiba-tiba meletik pada sekitar awal dua tahun lalu. Putri sulung mantan presiden Soeharto itu langsung meradang ketika disodori rencana pemindahan kantor Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) dari kawasan Taman Mini Indonesia Indah, Cibubur, Jakarta.

Penolakan Tutut—begitu nama bekennya—bukan lantaran urusan sentimental ikatan batinnya dengan Taman Mini. Tempat TPI bermarkas sejak didirikan belasan tahun silam itu juga proyek kebanggaan almarhumah ibunya, Siti Hartinah ”Tien” Soeharto.

Pangkal persoalan lebih disebabkan oleh kecurigaan bahwa rencana pindah kantor yang disodorkan PT Berkah Karya Bersama itu hanyalah dalih untuk melego tanah dan bangunan kantor TPI. Tutut pun tidak sreg dengan rencana penyewaan gedung Indovision sebagai markas baru TPI. ”Tutut paling marah dengan rencana itu,” kata salah satu orang dekatnya.

Berkah adalah perusahaan di bawah payung Grup Bhakti Investama kepunyaan Hary Tanoesoedibjo. Karena itu, perusahaan ini pun masih terafiliasi dengan PT Bimantara Citra Tbk, yang kini mayoritas sahamnya dikuasai Bhakti dan dipimpin langsung oleh Hary.

Perseteruan kedua kubu itu kini kian runcing setelah keduanya sama-sama mengklaim sebagai pengurus sah TPI. Kubu Berkah mengaku telah mendapat kuasa sebagai pemegang saham sehingga berhak membentuk kepengurusan baru. Sebaliknya, kubu Tutut menyatakan surat kuasa itu telah dicabut.

Untuk menyelesaikan persoalan itu, seperti diberitakan Koran Tempo, Tutut meminta perlindungan hukum kepada Direktur Perdata Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Surat dilayangkan Harry Ponto, kuasa hukumnya, 23 November lalu.

Kisruh ini bermula dari penunjukan Berkah sebagai kepanjangan tangan pemegang saham dalam pengelolaan TPI pada Agustus 2002. Kala itu televisi swasta kedua di Indonesia setelah RCTI ini sedang dililit utang.

Para pemegang saham TPI, yaitu Tutut, PT Citra Lamtoro Gung Persada, PT Tridan Satria Putra, dan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi, sepakat menunjuk Berkah untuk melunasi segala utangnya ke kreditor dan menyediakan pembiayaan US$ 55 juta. Kompensasinya, Berkah bakal mengantongi 75 persen saham TPI bila amanat itu rampung dilaksanakan.

Hubungan dagang ini diikat dalam sebuah perjanjian investasi. Selaku wakil pemegang saham, Tutut bahkan memberikan surat kuasa kepada Berkah untuk mengelola TPI pada Juni 2003. Belakangan, hubungan itu retak.

Tutut tak puas dengan kinerja Berkah, yang baru melunasi sebagian utang TPI. Selain itu, wakil pemegang saham di jajaran direksi dan komisaris TPI merasa jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

Kekesalan Tutut berpuncak ketika, ya itu tadi, rencana penjualan tanah dan bangunan kantor TPI mampir ke telinganya. Kejengkelannya bertambah saat mengetahui ada rencana pengalihan aset TPI ke PT Media Nusantara Citra (MNC), anak perusahaan Bimantara.

”Berkah ingin menjual aset TPI untuk tambahan modal kerja,” kata Harry Ponto kepada Tempo, pekan lalu. Padahal, seharusnya uang itu dirogoh dari kocek Berkah sendiri. ”Karena dia kan calon investor?” kata Harry. Semua tudingan itu ditepis kuasa hukum manajemen TPI, Juniver Girsang.

Singkat cerita, Tutut akhirnya ingin menyudahi hubungan bisnis itu. Ia berniat melunasi seluruh biaya yang telah dikeluarkan Berkah selama lebih dari dua tahun. Berkah menyodorkan angka penggantian Rp 685 miliar yang kemudian diturunkan jadi Rp 630 miliar. Tapi, persoalannya, kata Harry, ”Kami tidak diberi kesempatan due diligence dan verifikasi.”

Pemegang saham kemudian menggelar rapat luar biasa di kediaman Tutut, Jalan Yusuf Adiwinata, Jakarta, 17 Maret lalu. Dalam rapat itu, 99 persen pemegang saham sepakat mempertahankan kepemilikannya dan mengangkat anak Tutut, Dandy Nugroho Rukmana, sebagai Direktur Utama TPI.

Tak mau ketinggalan langkah, selang sehari manajemen TPI kubu Berkah mengadakan rapat luar biasa. Rapat kilat selama 31 menit itu menghasilkan perubahan komposisi pemegang saham, yaitu Berkah menguasai 75 persen saham TPI, dan sisanya milik Tutut secara langsung maupun tak langsung.

Perubahan ini sebagai akibat dari pengalihan dana talangan Berkah atas pelunasan utang TPI ke pihak kreditor menjadi kepemilikan saham. Rapat juga mengangkat bekas Asisten Teritorial Kepala Staf Angkatan Darat, Mayjen (Purn) Sang Nyoman Suwisma, sebagai Dirut TPI. Sedangkan Dandy Rukmana hanya didaulat sebagai komisaris utama.

Dari dua versi kepengurusan itu, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum lebih memilih menerima kepengurusan Nyoman Suwisma.

Kepastian ini memuluskan ambisi Grup Bimantara menggabungkan tiga stasiun televisi penyiarannya—RCTI, Global TV, dan TPI—di bawah bendera MNC. ”Sebab, Berkah milik Bimantara,” kata Suwisma.

Suwisma membantah ada persoalan antara Berkah dan Tutut dalam proses pengambilalihan TPI. Menurut dia, rapat 18 Maret itu pun dihadiri Bambang Trihatmodjo, adik Tutut yang juga pemilik Bimantara. Kepentingan Tutut juga sudah diakomodasi dengan menempatkan Dandy sebagai komisaris utama. ”Kalau dipersoalkan, berarti ada pihak ketiga yang mengail di air keruh,” katanya.

Tutut dan Hary Tanoesoedibjo hingga kini sama-sama masih bungkam. Namun, kata Harry Ponto, surat somasi kedua akan segera dilayangkannya. Isinya kembali meminta Berkah dan manajemen TPI segera menyerahkan pengelolaan stasiun televisi itu kepada Dandy.

Yura Syahrul, Heri Susanto


Dua Versi Kisruh TPI

1997 Indosat beli 15 obligasi konversi TPI Rp 150 miliar.

23 Agustus: Siti Hardijanti Rukmana (Tutut) dan PT Berkah Karya Bersama (investor) membuat perjanjian investasi.

2002 15 Oktober: TPI gagal bayar pokok dan bunga obligasi. Indosat mengirimkan pemberitahuan pencairan obligasi (redemption notice).

18 Oktober: TPI menawarkan obligasi milik Indosat dibayar tunai US$ 5.000 sebelum 31 Maret 2003 dan US$ 10 ribu dalam bentuk registered transferable term loan dari Garuda Indonesia.

2003 3 Juni: Tutut memberikan surat kuasa kepada Berkah untuk mengendalikan TPI.

6 Juni: Indosat setuju menjual obligasi TPI kepada Berkah.

2004 20 Desember: Tutut ingin membeli kembali tagihan Berkah kepada TPI karena menilai ada penyimpangan perjanjian investasi.

2005 7 Januari: Berkah menetapkan pembelian kembali TPI Rp 685 miliar.

10 Maret: Tutut diundang menghadiri RUPSLB pada 18 Maret oleh manajemen TPI. Agendanya: penyelesaian transaksi kepemilikan dan perubahan susunan pengurus TPI.

16 Maret: Tutut mencabut surat kuasa kepada Berkah karena dinilainya tidak punya itikad baik.

17 Maret: Tutut menggelar RUPSLB di rumahnya. Keputusan rapat: menolak keinginan Berkah mengkonversi utang jadi saham TPI, memberhentikan pengurus lama, dan mengangkat Dandy Rukmana sebagai Dirut TPI.

18 Maret: Berkah menggelar RUPSLB TPI. Rapat menyetujui perubahan komposisi pemegang saham TPI: Berkah 75 persen dan Tutut 25 persen. Dandy Rukmana diangkat sebagai komisaris utama dan Sang Nyoman Suwisma sebagai Dirut TPI.

18 Maret: Tutut minta perlindungan hukum kepada Departemen Hukum agar tidak memberikan persetujuan akta apa pun atas nama TPI.

22 Maret: Dirjen Administrasi Hukum Umum, Departemen Hukum, menerima perubahan susunan pengurus TPI hasil RUPSLB 18 Maret.

18 Oktober: Kuasa hukum Tutut, Harry Ponto, memperingatkan Nyoman Suwisma bahwa RUPSLB TPI, 18 Maret, tidak sah.

19 Oktober: Manajemen TPI tetap menggelar RUPSLB. Agendanya persetujuan restrukturisasi utang dan perubahan struktur permodalan.

23 November: Tutut kembali minta perlindungan hukum kepada Departemen Hukum.

16 Desember: Kuasa hukum Tutut mengirimkan somasi kepada Berkah dan Dirut TPI. Pengelolaan TPI diminta diserahkan kepada Dandy Rukmana paling lambat 23 Desember 2005.

* VERSI HARY * VERSI TUTUT

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus