Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bisnis Besar di Balik Gang Sempit

Pencetakan kertas berpengaman (security printing) tak pernah lepas dari kongkalikong dengan Badan Intelijen Negara. Parlemen ikut gerah.

2 Januari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH gang di Jalan Haji Nawi Raya, Jakarta Selatan, terasa lengang siang itu. Dua tembok lima meter di kiri dan kanan jalan kian menegaskan suasana sepi yang menyergap. Tetapi, masuklah lewat gerbang dari jeruji baja yang menempel di dinding. Setelah berjalan sekitar 100 meter, kita akan segera menjumpai kantor PT Sumber Cakung. Kesan tersembunyi memang kental terasa pada perusahaan yang mencetak kertas berpengaman (security printing) itu.

Tidak ada kemewahan dalam kantor tersebut. Ruangan di sana sederhana dengan sekat seadanya antarmeja. Ruang tamu dan ruang kerja hanya dibatasi meja seperlunya. Meski bersahaja, bersama tiga perusahaan lainnya, inilah perusahaan yang ditunjuk oleh Departemen Dalam Negeri untuk mencetak blangko kartu penduduk (KTP) dan sejumlah dokumen penting lainnya. Perusahaan itu juga mendapat restu dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal), sebuah lembaga di bawah koordinasi Badan Intelijen Negara (BIN).

KTP adalah salah satu dokumen yang produksinya diwajibkan menggunakan kertas berpengaman. Dokumen lainnya adalah uang, pita cukai untuk rokok dan kaset, perangko, meterai, buku izin menangkap ikan, dan kertas segel. Karena sifatnya yang berharga, tak semua perusahaan bisa mendapatkan hak mencetak dokumen sekuriti. Sejauh ini, hanya ada 33 perusahaan yang mendapat ”lisensi” dari Botasupal untuk bermain di bisnis security printing (lihat tabel).

Banyak syarat dipatok Botasupal jika sebuah perusahaan ingin masuk wilayah ini. Deretan persyaratan itu sudah disusun Kepala BIN berdasarkan kewenangan mengawasi pencetakan dokumen berharga dalam Instruksi Presiden Nomor 1/1971 tentang kewenangan untuk melakukan pengawasan pencetakan dokumen berharga.

Karena anggaran Botasupal sangat cekak, hanya Rp 12 juta per bulan, muncullah desas-desus tak sedap. Untuk menutup kekurangan anggaran, percetakan dokumen sekuriti mesti menyetor sejumlah uang administrasi. Kabarnya, hingga 2004, setoran sebesar Rp 100 juta mesti disediakan saat memperpanjang izin. Ada juga isu lain: lima persen dari total hasil percetakan mesti disetor ke Botasupal. Benarkah?

Menurut mantan Ketua Divisi Pengamanan dan Pengawasan Pencetakan Dokumen Sekuriti BIN Muchyar Yara, pencetakan kertas berpengaman diatur lewat Surat Keputusan BIN Nomor 064/2002 yang diteken Hendropriyono, Ketua BIN waktu itu. Surat Keputusan itu berisi pelaksana pencetakan 23 dokumen harus dilakukan Perusahaan Umum Percetakan Uang RI (Peruri). Dokumen ini, misalnya, pita cukai, perangko, meterai, dan ijazah. Selain itu, ada pula seperti Surat Tanda Nomor Kendaraan, Surat Izin Mengemudi, karcis jalan tol, dan rekening listrik.

Tetapi muncul masalah: tak semua dari 23 jenis dokumen itu bisa dicetak Peruri. Revisi pun dilakukan. Kini, perusahaan kertas sekuriti yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Percetakan Sekuriti Indonesia boleh ikut tender.

Botasupal juga melakukan ”penertiban” ongkos cetak. Muhyar mengaku menerima laporan dari Asosiasi bahwa terjadi persaingan tak sehat, misalnya dalam pencetakan buku cek. Akibat persaingan itu, kualitas pengamanan jadi terganggu. Untuk mengatasi soal sengkarut itu, Botasupal ongkos cetak buku cek ditetapkan Rp 250 per lembar.

Menurut seorang sumber Tempo, biaya mencetak buku cek sebenarnya adalah Rp 170–180 per lembar. Tetapi karena ada setoran ke Botasupal sebesar Rp 50 per lembar, harganya menjadi terdongkrak. Belakangan, blangko cek itu kemudian dibeli Bank Indonesia dengan harga Rp 1.000 per lembar. Selisih yang luar biasa aduhai itulah yang kemudian dibagi-bagi sana-sini.

Adanya kutipan sebesar Rp 50 per lembar itu dibenarkan seorang bekas pejabat BIN. Petinggi ini menganggap setoran itu tak melanggar aturan. ”Lagi pula, semua dapat untung.” Kata dia. Maksudnya, perusahaan pencetak cek bisa memetik keuntungan, Botasupal pun dapat ”dana partisipasi”.

Ketentuan di atas akhirnya membuat persaingan harga antarpercetakan bisa diredam. Dan, secara tak langsung, setiap percetakan mendapat jatah masing-masing. ”Kesepakatan antarpercetakan itu gua yang jagain. Jika ambil jatah orang lain, kena suspend (penghentian sementara—Red.),” ujar seorang mantan petinggi BIN.

Apakah praktek setoran ke Botasupal itu masih berlangsung? Ketua Pelaksana Harian Botasupal Brigadir Jenderal Lanjar Suparno menegaskan sudah melakukan perbaikan. Sejumlah keputusan dibuat untuk merevisi kebijakan sebelumnya. Lanjar mengakui kini Botasupal tak terlibat dalam penentuan ongkos cetak. ”Tak ada juga pungutan-pungutan seperti itu,” ujarnya.

Menurut seorang pengusaha pencetakan security printing, saat ini Botasupal malah terlalu mudah mengeluarkan sertifikat. Akibatnya, sejumlah perusahaan yang tak layak secara teknis ikut memperoleh sertifikat mencetak dokumen berharga. Belakangan, memang terjadi, ada perusahaan yang ikut tender, tapi akhirnya tidak mencetak sendiri dokumen-dokumen itu.

Soal perlunya pengawasan security printing jadi titik perhatian anggota DPR juga. Djoko Susilo dari Fraksi PAN menyatakan telah meminta pengawasan ditingkatkan. Namun, hingga kini permintaan itu masih menggantung. ”Belum juga ada laporan dari Botasupal,” katanya.

Purwanto, Maria Ulfah, Mawar Kusumah


Para Pencetak Dokumen Itu

  • PT Aria Multi Graphia
  • PT Aridas Karya Satria
  • CV Aneka Ilmu
  • PT Balai Pustaka
  • PT BYOC Utama Grafika
  • PT Cicero Indonesia
  • PT Cerya Riau Mandiri
  • PT Djakarta Computer Suplaies
  • PT Graficindo Megah Utama
  • PT Indahjaya Adipratama
  • Inkopol
  • PT Jasuindo Tiga Perkasa
  • PT Jaya Smart Technology
  • PT Aroma Sejati
  • PT Karta Aroma Sejati
  • PT Karsa Wira Utama
  • CV Kalbar Offset
  • PT Metro Grafindo
  • PT Pura Barutama TSS
  • PT Perca
  • PT Pulo Air Biru
  • Perum PNRI
  • Perusda Aneka Industri
  • PT Panca Wira Usaha
  • PT Panton Pauh Putra
  • PT Royal Standard
  • PT Sandipala Artha Putra
  • PT Swara Eragrafindo Sarana
  • PT Stacopa Raya
  • PT Sumber Cakung
  • CV Sumber Sarana Prima
  • PT Wahyu Abadi
  • PT Waringin Jati
  • Wahyu Kartumasindo Int'
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus