Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Satu mozart dua indonesia

Pergelaran orkes simfoni jakarta ke-106 menampilkan karya mozart & juga karya komponis warsono dan trisuci djuliati yang berbau jawa. dalam rangka 100 tahun kartini. (ms)

28 April 1979 | 00.00 WIB

Satu mozart dua indonesia
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DUA hari menjelang hari Kartini, 19 April, di Studio V RRI Jakarta ada karangan bunga anggrek yang indah. Malam itu menjadi malam pergelaran Orkes Simfoni Jakarta yang ke-106. Sebuah karya Mozart dan masing-masing sebuah karya W.A. Warsono dan Trisuci Djuliati Kamal, terpilih untuk dimainkan. Ini adalah awal yang menarik -- mengingat jarangnya komposisi ciptaan komponis Indonesia sendiri dinaikkan ke pentas pergelaran. Simfoni No. 41 Jupiter KV 551 karya Mozart yang indah itu, diangkat sebagai persembahan pertama dengan hasil yang kurang terpuji. Maklumlah sudah sejak lama orkes simfoni ini berada dalam hidup yang ogah-ogahan. Disusul kemudian Gati Brata ciptaan Warsono, komponis yang baru saja bulan ialu meninggal. Sebagai seorang musikus yang dibesarkan di dunia karawitan Jawa, warna musik almarhum sangat dipengaruhi gamelan. Dan Nyonya Prabowo, yang mendukung lagu itu dengan pianonya, seakan menggantikan fungsi gamelan itu. Pendek saja, tetapi terasa amat berbeda dengan karya Moart. Meski pun sudah ada jarak dalam masa jedah, perbedaan watak tersebut agak mengagetkan. Kalau karya Warsono diketengahkan untuk memperingati sebulan kepergiannya, 'Konser Patetik Untuk Piano dan Orkes' ciptaan Trisuci Djuliati Kamal dimaksudkan untuk memperingati 100 tahun lahirnya Kartini. Maklumlah ini lagi musim peringatan. Dengan gaun panjang kuning, serta mawar merah muda di sanggul, Trisuci meneruskan bau Jawa pada babak terakhir persembahan itu. "Saya ingin menyampaikan pesanpesan lebih dalam dari judulnya," kata komponis yang mengaku sudah menciptakan 100 buah lagu itu. Ciptaan Trisuci ini merupakan ciptaannya yang pertama untuk orkestra. Selesai digarap dalam waktu satu bulan (akhir Maret 1979), karya tersebut terbagi dalam tiga bagian: Lento, Andante Cantabile dan Finale Allegro. "Bagian pertama saya persembahkan mengenang jasa orang tua saya," katanya kepada Bchrun Suwatdi dari TEMPO. Ia berpendapat, bahwa manusia "harus menderita dalam mengejar cita-cita." Bagian kedua kemudian dijadikan tempat memaparkan, bahwa "cita-cita harus direalisir." "Bukan maksudnya hanya sebagai khayalan," ujarnya lebih lanjut. Tetapi pada bagian ketiga cita-cita itu tidak diungkapkan selesai. "Memang sengaja. Karena selama manusia hidup, cita-cita akan terus berkembang." Trisuci adalah wanita Indonesia pertama yang belajar di Konservatorium St. Caecilia Italia, di sana menggondol ijazah-ijazah musik akustik, piano dan komposisi. Trisuci dilahirkan tahun 1936. Dibesarkan di Medan, puteri dr. Julham Suryowijoyo yang memang doyan main biola. Ia sudah mengenal piano sejak usia 7 tahun. Dalam usia 20 tahun -- 1957 -- Trisuci mencoba mementaskan opera satu babak berjudul Roro Jonggrang di Roma. Ini penting, karena inilah agaknya karya Indonesia pertama untuk jenis ini -- dalam kaliber apapun -- dijajakan di negeri orang. Meski pengembaraannya lebih banyak di tengah musik serius, Trisuci dapat juga menghargai musik pop Indonesia seperti yang datang dari tangan Bimbo, Keenan, Chrisye maupun Guruh. Mengenai hubungannya dengan warna Jawa, ia mengaku terjadi karena lebih dahulu ia sudah bersimbah dengan musik karawitan -- sebelum mengembara ke Barat. "Jadi sudah mendarah mendaging, tidak disengaja," ujarnya. Kata orang, ciri khas komponis ini adalah ketukan piano dan perkusi yang mengembalikan musiknya pada nada-nada pantatonik. Ia juga penggemar Debussy."Kita tidak bisa mentrapkan harmoni Barat begitu saja. Harus digabungkan dengan kebudayaan kita. Kalau diterapkan bulat-bulat nanti jadi murahan meskipun harus diakui di beberapa tempat kita harus memakai akord Barat," ujar ibu tiga orang anak yang sekarang menjabat Ketua Ikatan Komponis Komponis Indonesia (IKKI) itu. Umumnya ciptaan Trisuci adalah komposisi untuk piano. Misalnya Karunia, Suita Indonesia, Balada Untuk Klarinet dan Orkes Gesek. raharyawan Prabowo, pimpinan Orkes Simfoni Jakarta, menganggap karya-karyanya cukup berat. "Saya salut, dalam kesibukannya ia bisa mencipta dalam sebulan," ujarnya. Sementara itu ia terpaksa mengakui, bahwa orkes yang dipimpinnya hanya sempat berlatih sebentar saja. Berapa lama? Empat hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus