POLISI mau tak mau mempercayai kesaktian Loso. Buktinya Loso,
jagoan bertubuh tinggi besar dan berumur 50 tahun itu, hingga
sebulan penuh masih dipaksa meringkuk di dalam kerangkeng
tahanan kepolisian Ponorogo dengan tangan terborgol. Padahal
kamar tahanan, seperti lazimnya, berjeruji besi dan berpintu
kokoh. Sebab bagaimana pun, "kita khawatir orang berilmu ini
bertingkah," ujar Komandan Reserse Ponorogo, Letnan I Soewarno.
Sudah lama nama warok Loso menggetarkan hati penduduk Desa
Bedoho di Kecamatan Sooko (Ponorogo). Mereka percaya warok ini
mempunyai kesaktian: badannya kebal dari segala macam senjata
dan dapat menghilang segala. Kesaktiannya belum pernah
dibuktikan. Tapi perbuatan jahatnya, mulai dari memeras, mencuri
atau mengganggu anak isteri orang, sudah banyak dirasakan.
Sampai "pamong desa saja bersikap seperti tikus ketemu kucing
bila berhadapan dengan Loso," menurut Soewarno. Apalagi bila
Loso sudah menghunus motik, yaitu sejenis pisau belati, sambil
mengancam "mati sekarang atau besok? " jika kemauannya tak
dituruti.
Sudah bertahun-tahun Loso jadi buronan polisi untuk
mempertanggungjawabkan berbagai macam kejahatan. Polisi pernah
melakukan penyergapan, 1977, tapi Loso berhasil lolos. Padahal
polisi, di bawah pimpinan Komandan Sektor Sooko Letnan II Eddy
Soemarmo sendiri, turun ke lapangan dibantu beberapa orang
sukarelawan. Lolosnya Loso makin mempertebal kepercayaan
penduduk akan kesaktian warok ini.
Sebuah Peluru
Sejak penyergapan yang gagal itu Loso menghilang dari desanya.
Diduga keras ia memindahkan operasinya ke Trenggalek. Sebab
kepolisian Trenggalek belakangan memang sibuk mengurusi berbagai
pencurian ternak.
Tapi awal Maret kemarin Loso mulai berani muncul di Bedoho
kembali. Pemunculannya, baru 18 hari di desanya, telah ditandai
dengan 38 kejahatan yang dilaporkan penduduk. Termasuk pencurian
kayu dari Perhutani, yang menurut pengakuan Loso belakangan
kepada polisi, direncanakannya untuk membangun rumah bakal
isteri mudanya.
Mendapat pengaduan bertubi-tubi itu polisi tentu tak dapat
berpangku tangan. Sebuah penyergapan kembali direncanakan. Kali
ini perhitungan dilakukan dengan cermat. Misalnya, operasi harus
dilaksanakan hari Minggu atau Senin. Sebab, menurut perhitungan
Jawa, jika Loso memang dilahirkan hari Selasa, maka hari sialnya
jatuh Mingu atau Senin. Berhubung operasi hendak dilaksanakan
hari Senin, menurut perhitungan, penjagaan harus diperkuat di
sebelah utara. Sebab hari itu, menurut nogo dino (perhitungan
hari baik bagi orang Jawa), Loso pasti akan berusaha kabur ke
arah utara.
Basir, calon mertua baru Loso, ternyata bersedia membantu
polisi. Dia yang mengatur agar pada malam penyergapan, Loso
menginap di kamar anak perempuannya. Sejak sore Basir sudah
mulai main: pita rekaman lagu-lagu gending Jawa diputar agak
keras. Maksudnya agar menutupi kuping Loso dari gerakan polisi
yang berusaha mendekatinya.
Senin, 19 Maret, dinihari 5 orang polisi bersama 8 orang pemuka
masyarakat setempat sudah mengepung rapat rumah Basir. Letnan
Soewarno, yang memimpin operasi, tak kurang pula persiapannya:
bercelana hitam seperti warok dan bersenjata tongkat dari kayu
kelor dan jarak. Sementara itu sekitar 20 orang penduduk bersiap
mencegat di sebelah utara.
Salah seorang yang ikut mengepung, Mukayat, menjadi penyergap
utama-karena dia dianggap tak kalah saktinya dari Loso. Tapi
sergapan Mukayat ternyata dapat dielakkan Loso yang segera
terbangun dan mengipatkan tangannya begitu merasa ditubruk
orang. Mukayat tak berhasil meringkusnya. Loso sendiri, yang
rupanya belum bangun benar dari tidurnya, menabrak dinding
ketika mencoba lari. Tapi ia berhasil keluar rumah. Namun
langkahnya tak panjang. Sebuah peluru polisi menyambar pahanya.
Ketika Loso jatuh penduduk mengerubutinya dengan senjata tajam.
Aneh, menurut Letnan Soewarno senjata tajam itu tak melukai
tubuh Loso. Berbekaspun tidak.
Itulah sebabnya polisi berhati-hati memperlakukan Loso selama
dalam tahanan. Apalagi, menurut kepercayaan, hanya suatu
kebetulan saja peluru polisi dapat menciderainya. "Tembakan itu
dapat melukainya karena Loso sedang melompat. Coba kakinya masih
menginjak tanah, dia tidak mempan peluru!"
begitu kata orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini