Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Sebuah awal kebangkitan?

Kelompok sanggar bambu mengadakan pameran seni rupa di balai seni rupa, jakarta, untuk memperingati ultahnya yang ke-20. mereka ingin mengadakan kegiatan pameran seperti tahun 60-an dulu. (sr)

5 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMA Sanggarbambu ternyata masih bertahan dan masih menjadi kebanggaan anggota-anggotanya. Dalam pameran seni rupa untuk memperingati ulang tahun ke-20 Sanggarbambu, sekitar 107 anggotanya ambil bagian. Pameran itu diselenggarakan di Balai Seni Rupa Jakarta, 20 - 30 April ini. Kebetulan, direktur Balai tersebut Sudarmadji, pernah menjabat Ketua Sanggarbambu dan kini sebagai sekretaris. Sebetulnya, praktis sejak akhir 60-an organisasi Sanggarbambu tak seketat dulu lagi. Dulu pernah ada komisariat-komisariat yang mengurus soal mencari uang, mendidik kader atau meluaskan kegiatan. Seorang anggota Sanggarbambu tidak bisa begitu saja mengerjakan satu pekerjaan pesanan tanpa diketahui komisariat. Kini boleh saja seorang anggota misalnya mendirikan kursus melukis dengan menggunakan nama Sanggarbambu -- dijamin tak ada yang menegur. Ketua yang sekarang, pelukis Muljadi W. (diangkat sejak 1972), memang sudah menyatakan, bahwa "tiap pribadi anggota pada hakekatnya adalah satu komisariat itu' sendiri." Jadi, meskipun masih ada yang namanya ketua, sekretaris dan bendahara, sesungguhnya tak ada yang perlu diurus. Lalu mengapa masih dipertahankan nama Sanggarbambu ? "Mungkin karena kita merasa ada perlunya, untuk ikatan kekerabatan," jawab Sudarmadji. Tapi mungkin justru bentuk organisasi seperti itu, yang menyebabkan Sanggarbambu masih disebut-sebut orang -- dan selamat tanpa gangguan apapun. Pelukis Kusnadi pernah menilai Sanggarbambu sebagai organisasi yang supel dan karena itu leluasa bergerak. Didirikan 1 April 1959 oleh Soenarto PR dan Muljadi W. dan beberapa lagi pclukis muda di Yogyakarta -- kota, yang sejak zaman Seniman Indonesia Muda (1946) memang subur dengan sanggar dan organisasi seni rupa. Dengan cepat Sanggarbambu mendapat nama dan simpati masyarakat karena kegiatan-kegiatannya. Kalau pelukis kebanyakan bercita-cita berpameran di Jakarta sambil berharap banyak lukisan laku, Sanggarbambu justru mengadakan pameran di kota-kota seperti. Tegal, Mojokerto, Madiun, Bogor dan beberapa lagi. Yang dituju pameran mereka bukanlah laku tidaknya tapi ikut memberikan apresiai senirupa kepada masyarakat. Itulah sebabnya pameran mereka selalu disertai ceramah kesenian dan demonstrasi melukis atau mematung. Dan Sanggarbambu memang tidak memusingkan siapa sponsor mereka. Pemda, ABRI atau perseorangan boleh saja, asal pameran jalan terus dan karya-karya mereka tidak diganggu. Zaman Berubah Barangkali sikap seperti itulah yang menyebabkan sanggar pernah memecat dua anggotanya karena ikut menandatangani Manifes Kebudayaan. Dan untung hal tersebut tak sampai menimbulkan perpecahan. Baru 1965 terjadi sedikit perbedaan faham di antara mereka. Beberapa pelukis Sanggarbambu yang sudah mendapat nama dan kebetulan berkelompok di Jakarta ingin lebih bebas bergerak. Maka terjadilah dua Sanggarbambu: yang di lakarta antara lain beranggotakan Danarto dan Muljadi W., dan di Yogyakarta yang diketuai oleh Soenarto PR. Yang di Yogya, untuk membedakan dengan yang di Jakarta merubah nama menjadi Sanggarbambu '59. Mungkin karena kuatnya rasa kekehlargaan mereka, menjelang akhir tahun 60-an mereka bersatu kembali. Atau semuanya saja memang sudah menyadari bahwa zaman telah berubah. Bahwa gerakan semacam tahun 60-an tak lagi perlu dilakukan. Kegiatan perseorang anlah yang terlebih penting. Dan dalam periode kepemimpinan Muljadi W. sekarang hal itu ditekankan lagi. Kegiatan pameran Sanggarbambu sekarang ini agaknya merupakan kelanjutan pertemuan mereka setahun yang lalu -- dalmn rangka ulang-tahun juga. Ada suara-suara bagaimana kalau mereka mengadakan kegiatan seperti tahun 60-an dulu. "Agaknya pameran sekarang ini dan nanti, Nopember 1979 di TIM, merupakan penjajagan, apakah kita bisa bangkit lagi," kata Sudarmadji. Memang diperlukankah sanggar semacam itu bagi dunia senirupa sekarang ini? Mungkin tidak. Gebrakan kelompok Seni Rupa Baru, lalu kelompok PERSEGI yang mendapat tempat dalam dunia seni rupa kita, sepertinya lebih dibutuhkan. Sudah terlalu banyak kegiatan pameran yang hanya memamerkan yang itu-itu juga. Yang dibutuhkan adalah wadah di mana digodok, didiskusikan ide-ide tentang perkembangan kesenian kita. Dan hal semacam itu tidaklah menjadi tradisi Sanggarbambu. Terus terang kehadiran Sanggarbambu sejak 20 tahun yang lalu itu, taklah memberikan rangsang apalagi ide yang jelas bagi tumbuhnya atau berkembangnya satu hal baru dalam dunia senirupa kita. Bambang Bujono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus