Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Soal Tutor Dan Waluyo Suliah

Pemberantasan tiga buta di Kab. Malang belum berhasil 100%. Masalahnya sulit mencari tutor, saat belajar yang tepat & keharusan menguasai bahasa Indonesia sekaligus mampu membaca.(pdk)

5 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARAPAN Bupati Malang R. Soewignyo belum kesampaian. Menteri P&K tak bersedia meresmikan Kabupaten Malang, bertepatan dengan Hari Pendidikan 2 Mei ini, sebagai daerah bebas tiga buta: buta aksara, angka dan bahasa (Indonesia). Berdasarkan laporan aparat Kanwil Dep. P&K Jawa Timur -- yang dalam minggu kedua April lalu langsung mencek ke lapangan -- daerah tingkat II itu memang belum bebas tiga buta. Padahal, sistim pemberantasan tiga buta di Malang sudah boleh dibilang efektif dan langsung mendapat perhatian Pemda setempat. Sistim yang ditemukan oleh BAPPENKAB (Badan Pembitaan Pendidikan Kabupaten) Malang pada 1976, mulai dicoba Agustus tahun itu juga. Semula sistim itu disebut pokjar (kelompok belajar) dan Sidodadi, Kecamatan Lawang, digunakan sebagai pilot proyeknya. Kemudian disebut kejar (kelompok belajar), mengikuti saran Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga (PLSPO), yang tak hanya diIaksanakan di Kabupaten Malang. Tapi memang Malang menemukan sendiri sistim itu. Kebetulan saja prinsipnya sama dengan yang kemudian ditemukan Ditjen PLSPO. Pada pokoknya sistim itu memang berbeda dengan sistim lama. Tak lagi mengumpulkan 20-50 orang dalam satu ruangan kemudian diberi pelajaran membaca dan menulis. Tapi dalam sistim kejar tiap kelompok hanya beranggotakan 4-7 orang. Dan pengelompokan itu pun ada dasarnya: umur yang tak jauh berbeda, tampat tinggal berdekatan dan jenis kelamin. Tiap kelompok dipimpin seorang tutor (pengajar) yang diambil dari daerah di mana kejar berada. Dimulai dari Sidodadi, bertahap setap 4 bulan dikembangkan ke seluruh Kawedanan, kemudian Kecartatan dan akhirnya ke desa-desa. Dalam 2« tahun 411 desa di Kabupaten Malang memiliki 28.811 kejar. Untuk menarik warga yang menderita tiga buta agar memasuki kejar -- kecuali dengan Satgas (Satuan Tugas) tingkat Kabupaten, lalu tingkat Kecamatan dan tingkat desa yang memberikan penerangan-penerangan langsung -- ada juga bujukan menarik. Seperti di desa Klampok, Kecamatan Singosari misalnya membuat peraturan sendiri. Kata Carik Klampok: "Setiap warga yang minta izin pernikahan, harus memiliki tiga syarat: bisa baca-tulis, hafal Pancasila dan kalimat Syahadat." Tapi pak Carik tak mengatakan, apakah selama ini pernah ada yang dilarang menikah karena tak bisa baca dan lain-lainnya itu. Lalu, bagi mereka yang tak mau ikut KPD (Kursus Pengetahuan Dasar) -- nama lain dari kursus pemberantasan tiga buta -- atau bermalas-malas, diwajibkan "menyetor batu kali satu meter kubik." Bukan untuk pak Carik, tapi untuk membuat jalan desa. Hasilnya memang ada. Menurut catatan resmi 374 warga Klampok dari 388 yang menderita tiga buta, sudah bisa baca-tulis dan hafal Pancasila. Ada satu desa yang mengerahkan warganya dengan tenaga Hansip. Hasilnya: beberapa penduduk di desa itu yang sempat ditemui TEMPO memang bisa baca-tulis semua. Komentar Direktur PENMAS (Pendidikan Masyarakat) Anwas Iskandar: "PENMAS tak menginginkan bentuk pemaksaan. Tapi itu wewenang Pemda 'kan mereka yang memegang operasionilnya." Lalu kenapa dari 208.450 penduduk yang tiga buta hanya bisa dibebaskan 181.166 -- menurut laporan BAPPENKAB, 9 April lalu? "Ada yang sudah berumur 40 tahun ke atas tak bisa-bisa juga membaca. Mungkin daya pikirnya sudah tak memungkinkan lagi," jawab Bupati Soewignyo. Tapi ada sebab lain yang sempat dicatat Nadjib Salimdari TEMPO. Misalnya Ibu Eming (40 tahun) pedagang pasar, masih tetap tiga buta karena tak punya waktu meninggalkan dagangannya. Nasib yang sama dialami Pak Atim (28 tahun) yang hampir setiap malam tidur di pasar, menjaga dagangannya. Dan Jusuf (20 tahun) ternyata lebih berat ikut pengajian setiap malam. Harap dicatat, waktu belajar kejar malam hari, antara sekitar jam 19.00 selama satu jam. Ada lagi satu sebab, yang penting tapi memang susah mengatasinya, ialah soal tutornya. Menurut ketentuan PENMAS, tutor minimal harus lulusan SD. "Tapi memang sulit mencari tutor yang memenuhi syarat, apalagi di desa pelosok," kata Anwas Iskandar. Jadi, "pokoknya bisa baca-tulis dan berhitung, boleh jadi tutor," kata drs Djoko Sutarmo, Sekretaris BAPPENKAB Malang. Pergaulan Itulah sebabnya peningkatan dari KPD I ke KPD II seret. Kecuali lulusnya peserta kejar tak serentak, yang pokok: mencari tutor untuk KPD II memang repot. Rencana BAPPENKAB Malang Mei ini KPD II akan mulai dijalankan. Dari Dep P&K di Jakarta, lewat staf ahli Menteri diperoleh sebab utama kenapa peresmian bebas tiga buta ditolak: bahasa Indonesia bagi sebagian besar peserta kejar masih asing. Ini aneh. Buku yang digunakan kejar Kabupaten Malang ada dua: Paket A dari Dep P&K dan Waluyo Suliah kreasi BAPPENKAB Malang sendiri keduanya berbahasa Indonesia. Tapi justru di situ barangkali letak kesulitan paling besar bagi peserta kejar harus sekaligus belajar membaca dan belajar berbahasa Indonesia. Dari Direktur PENMAS memang ada penjelasan, banyak laporan dari daerah tentang kesulitan belajar peserta kejar karena bukunya langsung berbahasa Indonesia. Banyak yang meminta agar buku tersebut ditulis dalam bahasa daerah saja. Harus diakui, bahasa pergaulan sehari-hari di banyak daerah di tanah air kita ini masih bahasa daerah. Jadi bagaimana? "Itu memang salah satu kesulitan kita," kata Direktur PENMAS.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus