BERADA di India sebagai tamu pada International Film Festival of
India (IFFI) ke 7 selama 2 pekan, wartawan TEMPO, Salim Said,
sempat menyaksikan sejumlab film dan bertemu dengan banyak tokob
perfilman India maupun internasional. Berikut ini laporannya.
FESTIVAL ini diramaikan oleh hampir seribu delegasi dari
berbagai penjuru dunia. Diorganisir oleh peerintah India sejak
tahun 1952, tujuan festival ada dua. "Pertama, memperkenalkan
kecenderungan terakhir perfilman dunia kepada India, sedang
tujuan lainnya memperkenalkan film India ke dunia
internasional." Begitu keterangan resmi penyelenggara.
Dari luar India banyak film yang datang. Sementara itu film-film
India sendiri bisa dinikmati lewat acara Indian Panorama yang
memutar film-film buatan negeri itu dalam berbagai bahasa daeah.
Maka tidak mengherankan jika degasi terbanyak pada IFFI itu
adalah orang film India sendiri. Mereka datang lari berbagai
penjuru India dengan film-film yang hampir tidak pernah bisa
ditonton di luar negeri.
Seorang pengamat film dari Indoneia yang bertahun-tahun mendapat
kesan salah tentang film India, sudah tentu memanfaatkan waktu
untuk selalu muncul pada acara "Indian Panorama" yang paling
menarik di antara film yang diputar di sana tentulah Pemain
Catur karya sutradara India terkenal, Satyajitay. Kisahnya
diangkat dari cerpen Premchand mengenai dua bangsawan
penggemar catur. Keasyikan catur megorbankan keluarga -- salah
seorang di antara isteri mereka "tidur" dengan keponakan sendiri
-- tapi juga negara. Sembari terus membanggakan keberanian dan
kepahlawanan mereka turun-temurun -- tatkala berita invasi
Inggeris mulai terdengar -- biji-biji catur terus pula mereka
gauli. Negeri mereka jatuh ke tangan Inggeris ketika mereka main
catur secara sembunyi-sembunyi di luar tembok kota.
Bandingan Fellini
Karena film ini dibuat oleh Satyajit harapan penonton untuk
tidak sekedar menonton kisah dua pemain catur, jelas harus
diperhitungkan. Dan Ray tidak mengecewakan (lihat Sebuah
Percakapan Dengan Satyajit Ray). Tapi lebih dari sekedar sebuah
tontonan dengan pesan yang dalam namun plastis, sebagai
tontonan, kisah pemain catur ini juga dibuat dengan apik dan
manis! Satyajit yang dulu memulai dengan ide, kini telah menjadi
maestro oleh penguasaan teknik. Di Barat, ia nampaknya patut
dibandingkan dengan Fellini yang membuat Casanova.
Tapi India sekarang bukan cuma Satyajit. Sejumlah film dibuat
--dengan bantuan pemerintah -- juga dengan pesan yang jelas dan
tentang soal yang kongkrit. Film Mannu yan dibuat di India
Sclatan (dalam bahasa Malayalam) dengan amat berani berbicara
tentang masalah tanah serta kekejaman dan kelicikan para tuan
tanah. Di sini bahkan para Brahmin (tokoh agama) dipertontonkan
sebagai sekedar alat bayaran tuan tanah. Secara teknis film ini
memang belum memuaskan, tapi keberaniannya mengagumkan.
Kecaman ke alamat Bombay yang "cuma memperlihatkan India palsu"
dalam festival ini juga dijawab. Sutradara muda Muzaffar Ali
tampil dengan film Gaman dan berhasil mendapat salah satu
hadiah. Kisahnya lebih kurang sama dengan yang ingin dikisahkan
oleh Ami Priyono lewat film Jakarta, Jakarta Tapi Muzaffar Ali
betul-betul berkisah tentang Bombay yang keras dan menghancurkan
mimpi-mimpi orang pedalaman yang datang ke kota besar itu dengan
penuh harapan. Tokoh utama film itu dua pemuda desa yang tidak
bisa hidup lagi di kampung halaman menjadi sasaran pemerasan
tuan tanah -- dan melihat Bombay sebagai harapan baru. Di kota
besar mereka jadi sopir taxi. Di akhir cerita, seorang di antara
mereka mati terbunuh yang lainnya kembali ke desa. Bombay
ternyata tidak lebih baik dari desa mereka.
Cerita-cerita sejenis ini juga tampil dari film-film Sri Langka
yang ikut IFFI. Para pembuat film di Kolombo itu kelihatannya
masih lebih sibuk dengan ide hingga teknis kurang begitu rapi.
Tapi IFFI nampaknya memang lebih menghargai penjajagan cakrawala
ide daripada kesempurnaan teknik. Inilah pula nampaknya yang
menjadi penghalang bagi Jakarta, Jakarta untuk tampil sebagai
peserta dalam kompetisi. Secara teknis film buatan Ami Priyono
itu memang sempurna, tapi kisah yang dikemukakannya bermula
dengan Jakarta dan berakhir entah di kota mana di seberang sana.
Film-film yang lebih khas, macam Suci Sang Primadona, barangkali
saja lebih mungkin menjadi peserta dalam festival-festival macam
di New Delhi itu.
Film Kuwait
Di New Delhi, tidak cuma cerita tentang mutu film yang jadi
pembicaraan. Di sana juga ada pasar film yang menghasilkan
sejumlah transaksi. Negara-negara Timur Tengah yang produksinya
bisa dihitung dengan jari pun ikut sibuk di sini. Salah satu di
antaranya adalah Kuwait. Negeri yang baru memproduksi dua film
itu diwakili oleh sutradara dan produser satu-satunya di negeri
itu, Khalid Siddik. Anak muda ini bukan cuma cekatan menjajakan
filmnya, tapi juga seorang sineast yang berbakat. Film
Perkawinan Si Zen, memang tidak mendapat hadiah, tapi menarik
perhatian oleh keunikannya. Ia bercerita tentang kehidupan salah
satu suku bangsa Arab di Sudan. Tokohnya seorang anak muda ang
sinting lantaran kemasukan setan ketika kecil. Tapi karena adat
mengharuskan ia kawin dengan saudara sepupunya, di akhir cerita
ia memang kawin. Tapi film ini tidak menarik kalau di dalamnya
tidak ada kritik. Salah satu sasaran kritik adalah imam yang
juga menginginkan sang sepupu, dan menggunakan cara-cara yang
licik.
Khalid ini nampaknya amat terpengaruh oleh film-film Perancis
periode Gelombang Baru. Ini kelihatan pada cara berceritanya
yang kadang-kadang tidak memisahkan antara masa kini dan masa
lalu. Pilihan pada cara ini nampaknya dilakukan dengan sadar
oleh kebutuhan mengungkapkan fikiran dan perasaan si Zen yang
sinting. Di sini cerita menentukan gaya.
Pada sebuah festival yang memutar lebih dari seratus film,
seorang pengamat jelas harus menjatuhkan pilihan. Risikonya,
tidak bisa bicara tentang keseluruhan. Tapi di akhir festival,
ketuadewan jury, Ousmane Sambene, sineas terkenal dari Senegal,
secara terbuka menyatakan keluhannya mengenai tidak berhasilnya
IFFI ke 7 menghadirkan film-film dengan mutu yang lebih baik Di
tengah-tengah film demikian, India -- dengan 2 film sebagai
peserta kompetisi dari 24 yang dinilai -- ternyata berhasil
menggaet hadiah terbanyak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini