Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Segar & Kosong

Tarmizi Firdaus, Renny Anggaeni, Entis Sutisna, Arfial Arsad Hakim, semua dari bandung memamerkan 37 lukisan di balai budaya. Karya mereka memperlihatkan kehidupan segar, tapi terasa masih kosong.

24 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA pelukis muda kini sedang getol mencari idiom baru dalam kanvas mereka. Masih sedikit sekali frekwensi pameran yang dapat mengikuti proses pencarian tersebut, sehingga tak urung kalau mereka mendadak muncul dalam satu barisan atawa kelomok, gebrakan mereka membuat orang terkesima. Yang paling merugikan adalah apabila kemudian muncul komentar yang mengatakan bahwa mereka semua itu telah sengaja mengisolir diri, mempersukar dan mencabut dengan sengaja akar sosial kesenian mereka dari kehidupan pribumi yang oleh beberapa penulis dianggap lebih membutuhkan seni yang berfungsi sosial. Berbau Bombas Tarmizi Firdaus (26 tahun), Renny Anggraeni (25 tahun), Entis Sutisna (27 tahun), Arfial Arsad Hakim (26 tahun), semuanya dari Bandung -- muncul bersama di Balai Budaya, 5 - 10 Juli yang lalu. 37 buah lukisan yang jelas memperlihatkan idiom baru dalam pengutaraan emosi, maupun penuturan tanggapan mereka terhadap alam dan kehidupan, dengan segar hadir meskipun terasa masih kosong. Sapuan kwas Tarmizi yang lebar, spontan dan agresip, bidang-bidang gelap yang kaya akan tekstur, dari Entis, warna-warna dan guratan Reny yang membayangkan gaya hidup yang praktis, serta keluguan Arfial dalam menangkap alam dalam bentuk-bentuk sederhana yang -- semuanya menunjukkan bahwa mereka telah mengikutkan pengalaman pribadi mereka dalam bekerja, sehingga satu sama lain punya semacam ciri khas. Hampir tidak ada kesan terperosok dalam ornamen-ornamen, atau keasikan pada pola-pola tertentu yang telah dipergunakan oleh pelukis sebelumnya -- meskipun Reny misalnya jelas tidak orisinil dalam lukisannya yang berjudul "Lukisan Putih" dan "Torehan-torehan", atau Tarmizi dalam "Catatan Emosi"nya. Kekosongan pada lukisan mereka, adalah disebabkan karena perhatian sepenuhnya dialihkan pada bentuk. Meskipun bentuk ekspresi pada mulanya tidak dapat dipungkiri adalah hasil dari jalan pikiran atau beban masalah yang berbeda. Tetapi karena bentuk itu seakan-akan sedang membuat medan perang dengan bentuk-bentuk ekspresi senilukis sebelumnya yang lebih penting kemudian bukanlah gaung setiap pribadi dalam setiap kanvas,akan tetapi jotosannya sebagai sebuah gerakan -- katakanlah pemberontakan -- terhadap idiom yang telah dikaji oleh para pelukis terdahulu. Apalagi dengan jarangnya pameran-pameran solo dari pelukis muda, kanvas lebih merupakan gaung suara bersama, yang menimbun suara-suara pribadi yang bukannya tak ada. Kekosongan semacam ini menyebabkan kemudian kanvas cenderung bersifat teknis, kering karena lebih melantunkan jalan pikiran, kadangkala bisa juga menjadi formalistis di mana keterangan tentang proses penciptaan mereka, jauh lebih penting dari apa yang berhasil mereka lekatkan pada kanvas. Tetapi kekosongan ini bukan pula kekosongan sia-sia, karena ia hanya merupakan bagian dari suatu proses yang sedang membentuk bahasa penciptaan yang baru, sekaligus membentuk cara pengamatan yang baru dari para penikmat senilukis sendiri. Adalah wajar bahwa di satu kawasan senilukis dapat berbicara dengan bahasa yang lebih maju dari kehidupan dalam jamannya, tetapi adalah wajar juga bahwa di satu kawasan yang lain, sejumlan anak muda tiba-tiba repot untuk menggali bahasa baru sementara kehidupan sudah lama berguling dan tidak mungkin dapat diungkapkan dengan pas oleh idiom kanvas yang lama. Keadaan "mengejar" ini memang mengagetkan dan bisa berbau sangat bombas, apalagi kalau hendak diterima dengan mentalitas yang maunya kanvas tetap tenang, menghibur, bertegur sapa secara ramah dan sopan sebagaimana telah diutarakan oleh pelukis-pelukis yang telah diterima oleh masyarakat. Masa Lampau Sudah Lewat "Melukis bagi saya adalah menyalurkan rangsangan-rangsangan emosi yang melahirkan bermacam-macam rupa diatas bidang lukisan, sebagai reaksi terhadap keterbatasan-keterbatasan atau hal-hal yang saya rasakan menghimpit", kata Tarmizi. Sementara Reni menambahkan: "Masa lampau adalah sesuatu yang sudah lewat, saya lebih suka berfikir tentang hari ini dan yang akan datang". Ucapan-ucapan ini memang dapat keluar dari setiap pelukis muda pada masa ini. Seperti juga setiap bentuk dapat dilekatkan di atas kanvas dengan sedikit ketrampilan. Tetapi sukar untuk membuat orang percaya bahwa semuanya itu bukan hanya sekedar kata, bukan hanya sekedar bentuk, tetapi memang bahasa yang dituntut-tidak bisa tidak-dari batin mereka. Di sini kemudian letak nilai pameran ke 4 pelukis muda kota Kembang ini. Walaupun belum menampakkan kegempalan, gaung kesegaran mereka terasa jernih dan jujur. Misalnya lapisan-lapisan karet yang dipakai oleh Entis di atas harbot untuk menimbulkan tekstur sehingga mencapai apa yang dinamakannya "nuansa serta dimensi yang samar" -- tidak membuat kita risi atau langsung bersikap mengusut seperti seorang detektip akan kejujurannya. Bahkan keterangan dasar penciptaannya yang berbunyi: "Keterikatan, kerawanan dan masalah-masalah yang paling tragis, adalah merupakan aspek-aspek kejiwaan yang mengakibatkan konflik-konflik pribadi antara saya sebagai manusia dengan lingkungan" -- sebagai pertanggung jawabannya terhadap kanvasnya yang gelap, ruwet dan samar -- dapat kita terima. Sulit untuk memutuskan siapa di antara keempat mereka yang paling kuat. Ini hanya akan mengalihkan persoalan pada bentuk dan selera. Pada hal persoalan yang mereka kemukakan adalah persoalan kejujuran dan penampilan bahasa baru. Dan dalam hal ini semuanya berhasil membuat kita percaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus