SEORANG anggota Badan Sensor Film menyelinap ke bioskop New
Garden Hall Theater, Jakarta Selatan. Di sana film Apocalypse
Now, karya sutradara Francis Ford Coppola, sedang diputar.
Dilihatnya jalan cerita film itu tentang-perenang -- berbeda
dengan yang pernah ditontonnya ketika menyensur.
Maka BSF segera memanggil PT Isae. Importir ini diminta
membawa sebuah copy film cerita tadi. Ia didakwa telah memotong
kembali (re-editing) film itu sedemikian rupa hingga merugikan
penonton, sekaligus menjatuhkan nama baik BSF. Film itu dengan
masa putar 2 jam 45 menit (setelah sejumlah adegan digunting
BSF), ternyata muncul di bioskop hanya sekitar 2 jam.
Ketika Apocalypse Now diputar kcmbali di depan Thomas
Soegito, Ketua BSF, segala kecurigaan dan dakwaan tadi memang
terbukti. Ia jengkcl. "Adegannya dijungkir balik, tidak seperti
ketika dimasukkan ke BSF," katanya. Selain dramaturgi cerita
berubah dan terganggu, banyak adegan yang dianggapnya bagus
tidak tampak lagi.
Cara bertutur film itu memang tidak seperti kebanyakan film
Barat. Ia tampak bertolak dari konsep dramaturgi Timur --
seperti dalam pegelaran wayang kulit. Tidak mengherankan bila
film yang sangat panjang itu, terasa agak melelahkan. Tapi
justru dengan cara itulah Coppola membangun suasana kekejaman
perang dan kesendirian dengan baik.
Ketika masuk BSF, panjang asli film tersebut 4.170 m dengan
masa putar 2 jam 50 menit. Setelah sejumlah adegan dipotong
(persenggamaan tentara AS dengan wanita Vietnam, penggalan
kepala manusia, dan goyang pinggul wanita penyanyi rock), film
itu masih 4.100 m dengan masa putar 2 jam 45 menit.
Sesungguhnya 13SI cukup hati-hati dalam memotong. Tapi
kenapa importirnya jahil? Irwan Sukardi, bagian pemasaran PT
Isae, menganggap film tersebut terlampau panjang. "Film yang
sangat panjang itu akan mengganggu jadwal pertunjukan bioskop,"
katanya. "Dengan tiga kali dalam semalam, pertunjukannya bisa
berakhir lewat tengah malam."
Irwan juga beranggapan bahwa film tersebut terasa sangat
lamban--secara visual bertele-tele. "Pemotongan kami lakukan
untuk mencegah supaya penonton tidak cepat bosan," kata Irwan.
"Kami sama-sekali tidak bermaksud merusaknya."
Memotong kembali film Barat (setelah lolos dari BSF), pihak
importir sudah terbiasa. Alasannya ialah film itu lamban dalam
bercerita. Gope Samtani pimpinan PT Rapi Film, misalnya, pernah
memotong film The Deer Hunter karya sutradara Michael Cimino.
"Kami potong bagian yang berkepanjangan, hanya beberapa meter,
yaitu adegan pesta dansa," katanya. "Hal tersebut kami lakukan
dengan tetap menjaga suasana." Tapi seorang penonton pernah
mengeluh bahwa film tersebut sudah banyak kehilangan adegan
istimewa.
Apa pun alasan importir, BSF jelas tidak menyukai tindakan
memotong kembali suatu film yang telah disensurnya. Disaksikan
sejumlah anggota BSF,P.T Isae diperintahkan menyambung kembali
semua adegan film yang telah dipotongnya. Ia diminta pula
menarik kembali dari peredaran copy film itu untuk dipulihkan
rangkaian adegan dan alur ceritanya. BSF kemudian mengancam akan
menskors (selama enam bulan) bila importir mengulangi kembali
perbuatan tadi. Tapi pekan lalu, film itu masih juga diputar
(New Garden Hall) selama 2 jam 20 menit. Banyak adegan yang
menentukan--selama 25 menit--masih hilang.
Entah bagaimana reaksi sutradara Coppola dan Cimino bila
melihat hasil karya mereka dicincang demikian rupa. Akan sukar
bagi mereka menuntut importir. "Tapi penonton Indonesia bisa
saja rnenuntut," kata A.Z. Nasution SH, Wakil Ketua Yayasan
Lembaga Konsumen. "Hal tersebut sesuai dengan pasal 1365 KUHP."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini