Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBAIKNYA mereka yang berprofesi sebagai editor tak perlu membaca buku ini. Penulis Stephenie Meyer, 35 tahun, yang menulis novel Twilight setelah sebuah mimpi yang berkelebat di sebuah malam, dia bangun dan menuliskan mimpinya itu (yang akhirnya menjadi bab 13 novel Twilight, sebuah bab dengan sang vampir yang mengakui identitasnya kepada gadis yang dicintainya) dan kelak melengkapinya menjadi sebuah novel yang menggedor hati pembaca cewek sedunia. Sebuah kisah cinta Bella Swan, gadis berusia 17 tahun, dan Edward Cullen, vampir ganteng (tanpa taring, tanpa tetesan darah di bibir, tanpa bawang putih). Edward Cullen dan keluarganya adalah vampir abad ke-21, yang menyatakan diri ”berdiet” dan hanya menghirup darah binatang (baca: ”Cinta Terlarang dari Seberang Dunia”). Novel ini terbit pertama kali pada 2005 dan segera menjadi New York Times Editor’s Choice serta dinyatakan sebagai buku terlaris nomor lima versi New York Times untuk kategori remaja.
Tak seperti novel Harry Potter yang memperkenalkan sebuah dunia yang baru bagi pembaca, sementara roman hanya menjadi subplot, novel ini justru mengutamakan kisah cinta Bella dan Edward sebagai menu utama. Memang Meyer memperkenalkan sekilas dunia vampir funky ini. Mereka punya beberapa pantangan dan peraturan tersendiri. Salah satunya: bercinta dengan manusia adalah larangan besar. Tapi itulah pusat seluruh novel ini. Dan kisah cinta terlarang inilah yang membuat para pembaca melekat terus-menerus dengan novel yang sudah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa (termasuk bahasa Indonesia).
Di Indonesia, para Twilighters bisa menikmati novel asli berbahasa Inggris atau yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama. Menurut Bintang Siahaan, dari bagian Marketing Fiksi Anak dan Remaja Gramedia Pustaka Utama, novel terjemahan Twilight di Indonesia yang terbit pada Maret 2008 kini sudah memasuki cetakan keempat, yaitu 35 ribu eksemplar; sedangkan sekuelnya berjudul New Moon malah sudah memasuki cetakan kelima; sekuel ketiga berjudul Eclipse sudah memasuki cetakan ketiga. Untuk sebuah buku terjemahan, ini dianggap sukses di dunia penerbitan, meski Bintang mengakui hasilnya ”masih belum fenomenal seperti seri Harry Potter”.
Ini bukan cuma soal pemasaran, tapi dari segi penulisan, Stephenie Meyer memang bukan J.K. Rowling. Kelemahan utamanya itu akan membuat para editor gatal ingin menyunting. Selain ia gemar berpanjang-panjang dalam satu adegan—yang sebetulnya bisa dibuat lebih efektif dan ringkas—Meyer tidak memperkenalkan kosakata atau dimensi pemikiran yang baru. Serial Twilight menjerat pembaca karena romansa, tapi tidak berhasil menyihir pembaca untuk masuk ke sebuah dunia yang baru.
Mimpi memang tak bisa dibatasi. Tapi penulisan novel bisa dikontrol dan disunting, hingga hasilnya akan lebih kental dan berarti.
LSC, Cornila Desyana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo