CERITA bergambar atau komik Sie Djin loei nyaris terbit
kembali. Satu-satunya karya komik pelukis Siau Tik Kwie, kini
bernama Oto Suastika, itu pernah populer di tahun 50-an. Bahkan
cerita Sie Jin Kui yang berasal dari Tiongkok kuno itu pernah
disadur Ketoprak Mataram RRI Yogyakarta, di tahun 60-an, menjadi
satu serial cerita ketoprak Djoko Sudiro, yang amat populer di
Jawa Tengah.
Pekan ini Oto Suastika menyelenggarakan pameran lukisan tunggal
cat minyak, cat air dan arang, di Balai Budaya, Jakarta. Dan tak
sebiji pun ada karya komiknya Agaknya pelukis kelahiran Solo
berusia 77 tahun ini lebih bangga dengan karya lukisnya,
daripada karya komiknya. Lahirnva Sie Djin Koei pun
pertama-tama bukan berasal darinya.
Di awal-awal tahun 50-an, boleh dianggap sebagai lahirnya komik
Indonesla pertama, majalah Star Weekly menyarankan ide membuat
komik kepada ilustrator Siauw Tik Kwie itu. "Yang menyuruh saya
Pak Oyong almarhum dan Tan Hian Lay (dua pimpinan Star Weekly,
red.)," tutur Oto.
Berdasar terjemahan OKT (Oei Kim Tyang), nama populer di antara
penerjemah cerita silat Tiongkok, Oto lantas membuat
skenarionya.
Kebudayaan Cina
Dengan menggali ingatannya pada wayang orang Cina yang di tahun
30an rajin ditontonnya bersama ibunya di Solo, ditambah
membuka-buka buku-buku kuno, akhirnya Oto mampu menyuguhkan Sie
Djin Koei. "Waktu itu saya bingung. Bagaimana suasana keraton
Cina, bagaimana suasana di luar keraton."
Ia tak tahu, mengapa Oyong dan Hian Lay memilih cerita Sie Jin
Kui. Tapi cerita itu memang amat populer di kalangan warga
negara keturunan Cina. "Ibu saya pernah menerjemahkan cerita itu
ke dalam bahasa Jawa. Tapi sudah hilang, entah di mana." Dan ia
sendiri senang cerita kuno itu, karena "itu cerita patriotik,
bukan cerita berebut perempuan."
Pertama-tama yang dikerjakannya setelah membuat skenario, ialah
mencipta tokoh Sie Jin Kui, si jagoan yang tukang makan itu.
"Buku Tiongkok kuno membuat gambar Sie Jin Kui juga, tapi jelek.
Saya tafsir tak akan digemari pembaca Indonesia," katanya.
"Mestinya tokoh itu gagah, kuat, cakep tapi keras." Akhirnya ia
pun menemukannya. Lanas digambarnya tokoh itu dari segala
jurusan untuk benar-benar mengenalnya.
Karya komik Oto di tahun itu agaknya termasuk komik yang baik.
Dan juga punya kekhasan sendiri. Rata-rata komik Indonesia waktu
itu, Sri Asih karya R A Kosasih misalnya, tak begitu
mementingkan gelap-terang, lebih menonjolkan unsur garis. Oto,
mungkin karena pada dasarnya pelukis, banyak membuat arsir dan
blok hiram. Efeknya gambarnya memang kemudian lebih terasa
"hidup".
Tak berarti tak ada kritik. Dan ini sekaligus membuktikan
bagaimana perhatian pembaca waktu itu. Konon ada yang mengritik
gerak silatnya keliru. Ada juga yang mengirim surat pembaca,
katanya pada satu adegan senjata khas Sie Jin Kui tertukar
dengan senjata tokoh lainnya. "Ya, saya pernah teledor. Seorang
tokoh saya gambar dengan senjata Sie Jin Kui,' kata Oto,
tersenyum. Tapi tentang gerak silat yang keliru, "saya memang
tak tahu silat, dan eera' ambar saya berdasar gerak wayang
orang Cina yang saya ingat."
Komik itu muncul di Star Weekly pertama kalinya 1953. "Honornya
lumayan Satu halaman Rp 7,50. Jadi sebulan saya terima Rp 30,"
tuturnya pula. "Tapi setelah inflasi melanda, honor saya hanya
mencapai sehalaman Rp 30. Susah, jumlah itu tak sesuai dengan
harga kebutuhan hidup." Ia tak ingat betul berapa nilai Rp 30
itu waktu itu, "tapi pokoknya kalau semula bisa hidup dengan
honor, waktu inflasi tak bisa."
Sie Djin Koei sempat menyemarakkan majalah mingguan itu selama
7 tahun. Dan sempat terbit sebagai buku komik sekitar 30 jilid.
Di awal 60-an, ketika muncul pengganyangan yang disebut
Kebudayaan Cina, terpaksa dihentikan. "Padahal saya sudah siap
dengan kelanjutannya, cerita tentang anak-cucu Sie Jin Kui."
Oto kemudian memang tak berminat menggambar komik lagi. "Tapi
saya memperoleh pengalaman berharga dengan membuat komik. Dalam
melukis, garis saya kemudian lebih spontan," tuturnya.
Pengaruh komik itu sendiri kepada majalahnya, menurut salah
seorang bekas arggota redaksi, tak ada. "Lebih berpengaruh
cerita silatnya," katanya.
Semula Oto hidup dari membuat rancangan grafis: iklan, etiket,
gambar untuk kartu undangan dan lain-lain. Juga dari
lukisannya. Kini hidup melulu dari lukisan, dan tanpa
menentukan tarif ia pun membuka kursus melukis.
Beberapa tahun belakangan ini beberapa komik tahun 50-an
diterbitkan kembali. Antara lain Mahabharata Ramayana Wayang
Purwa Seseorang pun pernah menghubungi Oto untuk kembali
menerbitkan Sie Djin Koei. Tapi izin rupanya susah diurus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini