Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Sie Jjin Kui, Dengan Arsir Dan Blok

Pegnarang cerita bergambar/komik siauw tik kwie (oto suastika) mengadakan pameran lukisan cat minyak, cat air dan arang dibalai budaya, jakarta. tak ada satupun karya komiknya.

12 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CERITA bergambar atau komik Sie Djin loei nyaris terbit kembali. Satu-satunya karya komik pelukis Siau Tik Kwie, kini bernama Oto Suastika, itu pernah populer di tahun 50-an. Bahkan cerita Sie Jin Kui yang berasal dari Tiongkok kuno itu pernah disadur Ketoprak Mataram RRI Yogyakarta, di tahun 60-an, menjadi satu serial cerita ketoprak Djoko Sudiro, yang amat populer di Jawa Tengah. Pekan ini Oto Suastika menyelenggarakan pameran lukisan tunggal cat minyak, cat air dan arang, di Balai Budaya, Jakarta. Dan tak sebiji pun ada karya komiknya Agaknya pelukis kelahiran Solo berusia 77 tahun ini lebih bangga dengan karya lukisnya, daripada karya komiknya. Lahirnva Sie Djin Koei pun pertama-tama bukan berasal darinya. Di awal-awal tahun 50-an, boleh dianggap sebagai lahirnya komik Indonesla pertama, majalah Star Weekly menyarankan ide membuat komik kepada ilustrator Siauw Tik Kwie itu. "Yang menyuruh saya Pak Oyong almarhum dan Tan Hian Lay (dua pimpinan Star Weekly, red.)," tutur Oto. Berdasar terjemahan OKT (Oei Kim Tyang), nama populer di antara penerjemah cerita silat Tiongkok, Oto lantas membuat skenarionya. Kebudayaan Cina Dengan menggali ingatannya pada wayang orang Cina yang di tahun 30an rajin ditontonnya bersama ibunya di Solo, ditambah membuka-buka buku-buku kuno, akhirnya Oto mampu menyuguhkan Sie Djin Koei. "Waktu itu saya bingung. Bagaimana suasana keraton Cina, bagaimana suasana di luar keraton." Ia tak tahu, mengapa Oyong dan Hian Lay memilih cerita Sie Jin Kui. Tapi cerita itu memang amat populer di kalangan warga negara keturunan Cina. "Ibu saya pernah menerjemahkan cerita itu ke dalam bahasa Jawa. Tapi sudah hilang, entah di mana." Dan ia sendiri senang cerita kuno itu, karena "itu cerita patriotik, bukan cerita berebut perempuan." Pertama-tama yang dikerjakannya setelah membuat skenario, ialah mencipta tokoh Sie Jin Kui, si jagoan yang tukang makan itu. "Buku Tiongkok kuno membuat gambar Sie Jin Kui juga, tapi jelek. Saya tafsir tak akan digemari pembaca Indonesia," katanya. "Mestinya tokoh itu gagah, kuat, cakep tapi keras." Akhirnya ia pun menemukannya. Lanas digambarnya tokoh itu dari segala jurusan untuk benar-benar mengenalnya. Karya komik Oto di tahun itu agaknya termasuk komik yang baik. Dan juga punya kekhasan sendiri. Rata-rata komik Indonesia waktu itu, Sri Asih karya R A Kosasih misalnya, tak begitu mementingkan gelap-terang, lebih menonjolkan unsur garis. Oto, mungkin karena pada dasarnya pelukis, banyak membuat arsir dan blok hiram. Efeknya gambarnya memang kemudian lebih terasa "hidup". Tak berarti tak ada kritik. Dan ini sekaligus membuktikan bagaimana perhatian pembaca waktu itu. Konon ada yang mengritik gerak silatnya keliru. Ada juga yang mengirim surat pembaca, katanya pada satu adegan senjata khas Sie Jin Kui tertukar dengan senjata tokoh lainnya. "Ya, saya pernah teledor. Seorang tokoh saya gambar dengan senjata Sie Jin Kui,' kata Oto, tersenyum. Tapi tentang gerak silat yang keliru, "saya memang tak tahu silat, dan eera' ambar saya berdasar gerak wayang orang Cina yang saya ingat." Komik itu muncul di Star Weekly pertama kalinya 1953. "Honornya lumayan Satu halaman Rp 7,50. Jadi sebulan saya terima Rp 30," tuturnya pula. "Tapi setelah inflasi melanda, honor saya hanya mencapai sehalaman Rp 30. Susah, jumlah itu tak sesuai dengan harga kebutuhan hidup." Ia tak ingat betul berapa nilai Rp 30 itu waktu itu, "tapi pokoknya kalau semula bisa hidup dengan honor, waktu inflasi tak bisa." Sie Djin Koei sempat menyemarakkan majalah mingguan itu selama 7 tahun. Dan sempat terbit sebagai buku komik sekitar 30 jilid. Di awal 60-an, ketika muncul pengganyangan yang disebut Kebudayaan Cina, terpaksa dihentikan. "Padahal saya sudah siap dengan kelanjutannya, cerita tentang anak-cucu Sie Jin Kui." Oto kemudian memang tak berminat menggambar komik lagi. "Tapi saya memperoleh pengalaman berharga dengan membuat komik. Dalam melukis, garis saya kemudian lebih spontan," tuturnya. Pengaruh komik itu sendiri kepada majalahnya, menurut salah seorang bekas arggota redaksi, tak ada. "Lebih berpengaruh cerita silatnya," katanya. Semula Oto hidup dari membuat rancangan grafis: iklan, etiket, gambar untuk kartu undangan dan lain-lain. Juga dari lukisannya. Kini hidup melulu dari lukisan, dan tanpa menentukan tarif ia pun membuka kursus melukis. Beberapa tahun belakangan ini beberapa komik tahun 50-an diterbitkan kembali. Antara lain Mahabharata Ramayana Wayang Purwa Seseorang pun pernah menghubungi Oto untuk kembali menerbitkan Sie Djin Koei. Tapi izin rupanya susah diurus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus