Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Sebuah Surga Yang Mati

Pameran lukisan karya 27 pelukis uni soviet di pusat kebudayaan soviet jakarta. pameran lukisan uni soviet menggambarkan wajah-wajah kosong, tanpa ekspresi. nyaris semuanya bak poster.

12 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YANG cepat bisa ditangkap dari pameran lukisan Uni Soviet: wajah-wajah kosong, tanpa ekspresi. Di Pusat Kebudayaan Soviet, Jakarta, pekan lalu, 27 lukisan tahun 70-an --karya 27 pelukis yang sebagian besar lahir tahun 40-an--susah dinilai istimewakah itu atau biasa, dilihat dari konteks negerinya. Perkembangan seni rupa di negeri itu memang tak terkabarkan ke luar. Berbeda misalnya dengan negeri Eropa Timur lainnya, seperti Polandia atau Cekoslowakia yang betapapun terasa lebih bebas. Yang jelas pada pameran ini terlihat terbatasnya pilihan. Semua saja masih figuratif -- itu pun hanya melukiskan hal-hal terbatas pula: potret orang, pemandangan, alam benda atau buruh lagi bekerja. Dan nyaris semuanya bak poster. Satu situasi atau suasana khusus yang menjadi milik lukisan itu, tak ada. Sebuah potret Gadis Memegang Buah Jeruk karya Ann Mikk, 34 tahun, sama sekali tanpa ekspresi. Kosong. Suara pribadi, agaknya, dengan hati-hati, berhasil ditiadakan. Ini tentu saja agak ironis, bagi yang tak kenal Rusia. Di thun 20-an, ketika dunia seni rupa mengalami perkembangan yang membuka segala kemungkinan yang kemudian melahiirkan seni nonfiguratif, pop art, op art, bappening dan lain-lain, senirupawan Soviet waktu itu ambil bagian. Kasimir Malevich, Naum Gabo antara lain, dikenal sebagai pelpor yang disebut kontruktivisme. Ianpa lewat kubisme, Malevich langsung menyusun bentuk dan berakhir pada satu lukisan yang terkenal, Putih diatas Putih. Tubuh Berkeringat Tapi di tahun 30 $ampai 40-an, Stalin menutup semua hubungan dengan dunia luar dan menegakkan Realisme Sosialis dengan ketat, Rumus seni macam itu harus mencerminkan semangat partai. Dan ketika Stalin meninggal, 1953, praktis Rusia tak mengenal perkembangan senirupa dunia. Yang dirintis Malevich dan kawan-kawannya lenyap tanpa jejak. Toh, meski tak sesering dan sepopuler penangkapan atau pengusiran sastrawan di negeri beruang itu, ternyata senirupawan yang ingin melepaskan diri dari garis partai ada juga. September 1974, di sebuah kota di distrik Moskow sekelompok pelukis memamerkan karya. Sementara para wartawan memotret mereka, sebuah buldoser dan truk sampah siap menggusur. Peristiwa berakhir dengan pembakaran sejumlah karya dan penahanan 4 pelukis. Memang agak susah berkarya di sana, kecuali bagi yang tunduk pada garis partai dan bergabung dalam Persatuan Seniman Soviet. Tanpa jalan itu, berbagai tantangan harus dihadapi bagaimana mendapat material, mencari kesempatan pameran, dan publikasi. Maklum, siapa yang punya cita-cita bekerja paksa di padang salju Siberia. Maka terasa sia-sia, kalau tidak satu kebohongan rutin, tulisan di brosur yang menyertai pameran di Jakarta ini. Misalnya para pelukis Rusia "berusaha mengungkapkan ciri-ciri utama dalam diri manusia, batin-batinnya yang dalam." Padahal bahkan baju lusuh dan tubuh berkeringat sangat dihindari meski itu baju dan tubuh "para buruh perkasa" yang lai kerja keras. Seperti suasana sebuah "surga" yang mati. Bukan dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus