Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Siluman ular pri-nonpri

Knpi bagansiapi-api menyuguhkan teater dengan misi asimilasi (pembauran) antara lain. pinangan dan siluman ular putih. maklum disana sebagian besar berpenduduk keturunan cina. (ter)

28 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Bagansiapi-api, kota kecamatan di muara Sungai Rokan, Riau, tokoh karya Anton Chekov menjelma menjadi seorang Cina. Ini hasil ulah Aldian Aripin, Kepala Kantor Imigrasi di kota itu, dan Sudarno Mahyuddin, pegawainya. Kelas Teater KNPI Bagansiapi-api -- grup teater yang mereka asuh, yang memang didukung Komite Nasional Pemuda Indonesia setempat -- 3-7 Februari yang lalu memanggungkan beberapa lakon sandiwara dengan misi asimilasi alias pembauran. Maklumlah, di kota Melayu berpenduduk 41 ribu jiwa itu sekitar 75%-nya adalah warga keturunan Cina. Dan lebih lagi, dari jumlah tersebut baru sekitar delapan ribu yang memiliki SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan RI). "Kapan para warga keturunan Cina itu merasa sebagai bangsa Indonesia, kalau cuma bergantung SBK RI saja?" cetus Aldian Alipin. "Apalagi yang belum punya kartu." Ada yang menguntungkan: di kota terasi itu, teater tak pernah mati. Itulah tontonan mirip sandiwara bangsawan atau tonil abad ke-19. Dan jangan kaget, di kota yang pernah dikenal sebagai penghasil telur terubuk terbesar di Indonesia ini, sejumlah grup sandiwara tradisional Cina masih ada. Tak hanya lakonnya yang Cina -- juga bahasa Hokian, bahasa sebagian besar warga keturunan Cina di Bagan. KNPI sendiri, anggotanya terdiri dari pri dan nonpri. Dan dari lima malam pementasan, Pinangan Anton Chckov hanya dipentaskan semalam saja. Dua malam diisi dengan lakon Siluman Ular Puti, kisah tradisional Cina yang amat populer, pernah difilmkan dan bebarapa tahun lalu film itu pun masuk ke Indonesia. Hanya saja kali ini berbahasa Indonesia. Sedang dua malam sisanya diisi dengan semacam sandiwara pendek banyolan. Itu semua menurut Sudarno, pegawai Imigrasi tadi, merupakan langkah pertama untuk memancing warga Bagan agar suka menonton teaternya, yang bukan sandiwara bangsawan atau sandiwara tradisional Cina. Harga Terasi "Yang terpenting mereka dapat menerima misi pembauran yang kami sisipkan," katanya. Karena itu pula Siluman Ular Putik dipentaskan hampir tanpa perubahan visualisasi -- kecuali bahasa. Para pemainnya campuran pri dan nonpri. Adegan perkelahian kung fu yang biasanya ada, diganti dengan perkelahian lewat dialog dan mimik. Yang mengalami persesuaian agak banyak memang Pinangan Chekov. Dalam lakon cerita asli Rusia klasik itu. tokoh lakon adalah keluarga tuan tanah. Dalam lakon di Bagansiapi-api, mereka menjelma menjadi keluarga keturunan Cina kaya-raya pemilik sejumlah pukat harimau dan bangliau (tempat pembuatan terasi dan ikan asin) yang luas. Maka pertengkaran seru dalam drama itu -- antara calon mertua, calon menantu dan calon istri -- berkisar pada soal merosotnya harga terasi, penghapusan sang pukat, sengketa tanah untuk bangliau dan soal anjing penjaga bangliau. Dalam naskah asli, pertengkaran itu berputar di sekitar soal hak-milik tanah pertanian dan anjing pemburu. Yang menarik pula adalah lakon-lakon pendek karya Teater KNPI sendiri. Misalnya yang berjudul Stempel. Lakon ini berkisah tentang keluarga Cina kaya raya tapi buta huruf. Suatu hari, mereka menerima undangan makan dari pejabat setempat. Karena biasanya Surat yang datang dari pejabat adalah surat panggilan untuk suatu perkara, ributlah keluarga ini. Lewat diskusi yang ramai dan menggelikan, akhirnya atas pertolongan Pak RT tahulah mereka duduk soal yang sepele itu. Moral cerita para warga keturunan Cina jangan melulu cari uang hingga selalu curiga terhadap pejabat, dan melupakan sekolah pembauran. Sambutan masyarakat memang lumayan. Lima malam pementasan mempeoleh penonton sekitar tujuh ribu -- walaupun yang paling berjubel dikunjungi memang malam ketika Siluman Ular Putih muncul -- sekitar dua ribu penonton. Bahkan menurut Sudarno, pemain utama lakon ini dipuji banyak orang. Pertama Syamsi Hendra, pri yang memerankan Pendeta Fa Hai. Kedua Wisnaini yang berlaku sebagai Pek So Chin. Spanduk yang bergantungan di penjuru Bagan menjelang pementasan, berbunyi: 'Sukseskan Pembauran Lewat Seni Budaya'. Boleh jugalah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus