DI Bagansiapi-api, kota kecamatan di muara Sungai Rokan, Riau,
tokoh karya Anton Chekov menjelma menjadi seorang Cina. Ini
hasil ulah Aldian Aripin, Kepala Kantor Imigrasi di kota itu,
dan Sudarno Mahyuddin, pegawainya.
Kelas Teater KNPI Bagansiapi-api -- grup teater yang mereka
asuh, yang memang didukung Komite Nasional Pemuda Indonesia
setempat -- 3-7 Februari yang lalu memanggungkan beberapa lakon
sandiwara dengan misi asimilasi alias pembauran. Maklumlah, di
kota Melayu berpenduduk 41 ribu jiwa itu sekitar 75%-nya adalah
warga keturunan Cina. Dan lebih lagi, dari jumlah tersebut baru
sekitar delapan ribu yang memiliki SBKRI (Surat Bukti
Kewarganegaraan RI). "Kapan para warga keturunan Cina itu merasa
sebagai bangsa Indonesia, kalau cuma bergantung SBK RI saja?"
cetus Aldian Alipin. "Apalagi yang belum punya kartu."
Ada yang menguntungkan: di kota terasi itu, teater tak pernah
mati. Itulah tontonan mirip sandiwara bangsawan atau tonil abad
ke-19. Dan jangan kaget, di kota yang pernah dikenal sebagai
penghasil telur terubuk terbesar di Indonesia ini, sejumlah grup
sandiwara tradisional Cina masih ada. Tak hanya lakonnya yang
Cina -- juga bahasa Hokian, bahasa sebagian besar warga
keturunan Cina di Bagan.
KNPI sendiri, anggotanya terdiri dari pri dan nonpri. Dan dari
lima malam pementasan, Pinangan Anton Chckov hanya dipentaskan
semalam saja. Dua malam diisi dengan lakon Siluman Ular Puti,
kisah tradisional Cina yang amat populer, pernah difilmkan dan
bebarapa tahun lalu film itu pun masuk ke Indonesia. Hanya saja
kali ini berbahasa Indonesia. Sedang dua malam sisanya diisi
dengan semacam sandiwara pendek banyolan.
Itu semua menurut Sudarno, pegawai Imigrasi tadi, merupakan
langkah pertama untuk memancing warga Bagan agar suka menonton
teaternya, yang bukan sandiwara bangsawan atau sandiwara
tradisional Cina.
Harga Terasi
"Yang terpenting mereka dapat menerima misi pembauran yang kami
sisipkan," katanya. Karena itu pula Siluman Ular Putik
dipentaskan hampir tanpa perubahan visualisasi -- kecuali
bahasa. Para pemainnya campuran pri dan nonpri. Adegan
perkelahian kung fu yang biasanya ada, diganti dengan
perkelahian lewat dialog dan mimik.
Yang mengalami persesuaian agak banyak memang Pinangan Chekov.
Dalam lakon cerita asli Rusia klasik itu. tokoh lakon adalah
keluarga tuan tanah. Dalam lakon di Bagansiapi-api, mereka
menjelma menjadi keluarga keturunan Cina kaya-raya pemilik
sejumlah pukat harimau dan bangliau (tempat pembuatan terasi dan
ikan asin) yang luas. Maka pertengkaran seru dalam drama itu --
antara calon mertua, calon menantu dan calon istri -- berkisar
pada soal merosotnya harga terasi, penghapusan sang pukat,
sengketa tanah untuk bangliau dan soal anjing penjaga bangliau.
Dalam naskah asli, pertengkaran itu berputar di sekitar soal
hak-milik tanah pertanian dan anjing pemburu.
Yang menarik pula adalah lakon-lakon pendek karya Teater KNPI
sendiri. Misalnya yang berjudul Stempel. Lakon ini berkisah
tentang keluarga Cina kaya raya tapi buta huruf. Suatu hari,
mereka menerima undangan makan dari pejabat setempat. Karena
biasanya Surat yang datang dari pejabat adalah surat panggilan
untuk suatu perkara, ributlah keluarga ini. Lewat diskusi yang
ramai dan menggelikan, akhirnya atas pertolongan Pak RT tahulah
mereka duduk soal yang sepele itu. Moral cerita para warga
keturunan Cina jangan melulu cari uang hingga selalu curiga
terhadap pejabat, dan melupakan sekolah pembauran.
Sambutan masyarakat memang lumayan. Lima malam pementasan
mempeoleh penonton sekitar tujuh ribu -- walaupun yang paling
berjubel dikunjungi memang malam ketika Siluman Ular Putih
muncul -- sekitar dua ribu penonton. Bahkan menurut Sudarno,
pemain utama lakon ini dipuji banyak orang. Pertama Syamsi
Hendra, pri yang memerankan Pendeta Fa Hai. Kedua Wisnaini yang
berlaku sebagai Pek So Chin.
Spanduk yang bergantungan di penjuru Bagan menjelang pementasan,
berbunyi: 'Sukseskan Pembauran Lewat Seni Budaya'. Boleh
jugalah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini