Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUNIA ini terbagi atas tiga wilayah, demikian Inspektur Polisi Hathi Ram Chaudhary menggumam. Dia dan anak buahnya, polisi yang masih hijau, Imran Ansari (Ishwak Singh), yang dengan takzim mendengarkan kuliah gratis Pak Inspektur di dalam mobil, menembus gelapnya malam di jalan New Delhi yang geradakan penuh lubang. “Swarg Lok adalah surga, tempat para dewa menetap; di tengah ada Dharti Lok, tempat tinggal warga biasa. Sedangkan di bawah sana adalah ‘Paatal Lok’, sebuah neraka tempat kutu dan kuman menyelinap dari segala badai yang terjadi di wilayah lain,” demikian Chaudhary menjelaskan. Dengan nada pahit, Chaudhary mengakui dia adalah anggota tetap Paatal Lok yang hanya bisa berfantasi tentang kehidupan di dua loka lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat itu, kata Chaudhary (Jaideep Ahlawat), mereka tengah memasuki wilayah Paatal Lok, tempat para bandit, pelacur, dan pencoleng bersekutu dan mungkin berzina dengan penduduk wilayah di atasnya. Chaudhary mengucapkan itu dengan suara seperti orang yang sudah kalah diinjak-injak sistem dan usia. Dia adalah polisi di usia senja yang dianggap berkemampuan pas-pasan, tak pernah memperoleh gelora keemasan dalam kariernya, bahkan anak-anak buahnya sudah melampaui dan menjadi bosnya, dan ia menerima nasibnya dengan pahit. Dia sudah dicap pecundang, dan tetap harus bekerja mencari nafkah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Maka sungguh mengherankan ketika sebuah kasus yang menjadi pusat perhatian satu negeri dilimpahkan kepadanya. Seorang wartawan senior, pemimpin TV terkemuka, Sanjeev Mehra (Neeraj Kabi), menjadi sasaran tembak (yang gagal) di suatu malam. New Delhi heboh, berita pecah, dan Chaudhary, yang kariernya sudah terseok-seok, malah dilimpahi tugas sebesar itu. Mehra, sebagaimana seorang pemimpin media menggunakan kamera sebagai panggung persona, mencoba menggunakan sisa-sisa kejayaannya dan upaya “pembunuhan” dirinya untuk sekali lagi mencapai sukses. Sejauh itu, paling tidak, wartawan junior Sara—muda, sintal, dan bermata yang menyiratkan haus pengetahuan—terpikat oleh magnet Mehra. Maka, selama dalam penjagaan polisi—khawatir Mehra akan dihantam peluru—Mehra dan Sara bergulat di tempat tidur.
Jaideep Ahlawat (kiri) dalam Paatal Lot. IMDb
Tapi si polisi pecundang kita tidak mudah terpesona oleh pahlawan kesiangan semacam Sanjeev Mehra. Dia tak mudah percaya begitu saja kepada segala yang terjadi dengan begitu “rapi” dan tertata. Apalagi ketika ada empat orang tersangka yang tertangkap yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda: Vishal Tyagi (Abhishek Banerjee), Tope Singh (Jagjeet Sandhu), Kabir M. (Aasif Khan), dan Mary (Mairembam Ronaldo Singh). Mereka semua memang bagian dari dunia kriminalitas, penghuni Paatal Lok, tapi mereka belum terbukti memiliki hubungan langsung terhadap upaya pembunuhan Mehra.
Maka hanya Chaudhary ditemani Ansari yang takzim itu merasa ada yang tak beres. Mereka mulai mengendus ke sana-kemari, hingga ke luar kota, menyusuri keluarga dan latar belakang keempat tersangka. Makin mereka tahu masa kecil empat tersangka itu, makin terasa bahwa kasus Mehra bukan sesuatu yang sederhana. Apalagi ternyata Vishal Tyagi bukan sekadar kriminal biasa, melainkan pembunuh bayaran berdarah dingin yang gemar menghancurkan kepala lawan dengan palu. Dia pembunuh bayaran yang namanya jauh lebih dikenal daripada wajahnya. Chaudhary menyadari penangkapan keempat tersangka itu terasa aneh. Dan gerak-gerik serta laporan Chaudhary justru membuat para atasannya tak nyaman.
Serial web sembilan episode yang ditayangkan di Amazon Prime ini adalah contoh serial kriminalitas serius dengan “rasa David Fincher”, dalam arti: tak akan ada gelora musik; tak akan ada glorifikasi kekerasan atau kehebatan polisi; dan juga tak akan ada roman cinta yang “bersih” dan manis. Segalanya serba kelam, pahit, sementara hati kita tetap melekat dan membela si “pecundang” Chaudhary, yang ngotot bahwa kasus ini harus diselesaikan dengan baik.
Ada beberapa adegan kekerasan seksual pada kilas balik, yang mencoba memberikan penjelasan—tanpa justifikasi—mengapa keempat tersangka itu menjadi warga “inti” Paatal Lok. Adegan kilas balik ini seperti sebuah komentar sosial tentang bagaimana mereka yang hidup di lapisan terbawah masyarakat, meski mencoba sebaik apa pun, sering memilih kekerasan dan kriminalitas sebagai bagian dari hidup mereka, sebagai bagian dari balas dendam kepada dunia yang terus-menerus menindas mereka. Bukan karena pilihan, melainkan karena hanya itulah yang mereka anggap sebagai jalan keluar.
Yang membedakan serial India dengan, katakanlah, Hollywood adalah para pelaku kriminal—seperti mafia—memiliki “aturan main” tersendiri. Sementara mafia Italia selalu menekankan sikap hormat kepada ibu, kriminal di berbagai film atau serial India sering menggunakan alegori dari Mahabharata. Ingat kisah Yudhistira yang seda bersama keempat adiknya? Ingat bagaimana seekor anjing yang senantiasa mengikuti Yudhistira hingga akhirnya tertahan di pintu Swargaloka? Dan bagaimana Yudhistira tak ingin masuk Swarga jika sang anjing tak ikut bersamanya?
Paatal Lok/IMDb
Anjing menjadi kunci dari segala kelok dan kejutan pada setiap episode serial ini. Dan itu semua berpegang pada kisah akhir Pandawa Lima tersebut—seekor anjing dan Yudhistira.
Jaideep Ahlawat tampil luar biasa, sebagai seorang polisi kelas bawah yang selalu diremehkan, si underdog yang sejak semula membetot perhatian penonton karena kita ingin dia “memenangi peperangan” melawan para bos jahanam. Semua aktris dalam serial ini memberikan roh. Dolly (Swastika Mukherjee), istri Sanjeev Mehra, dan Sara (Niharika Lyra Dutt) sang kekasih adalah perempuan-perempuan yang semula terasa sebagai karakter yang klise, tapi ternyata mengalami perkembangan yang sangat menarik dan brilian.
Paatal Lok adalah salah satu tontonan wajib bagi penonton Indonesia karena situasi kita tentang keadilan, problem gender, hingga kriminalitas dan politik sesungguhnya tak terlalu jauh dari apa yang terpancar dalam serial ini.
Leila S. Chudori
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo