Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Tafsir Melodrama Raja Henry

Sebuah tafsir yang melodramatik tentang persaingan dua bersaudara memperebutkan cinta sang raja.

2 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

The Other Boleyn Girl Sutradara: Justin Chadwick Skenario: Peter Morgan, berdasarkan novel karya Philippa Gregory Pemain: Natalie Portman, Scarlett Johansson, Eric Bana, Kristin Scott Thomas, Jim Sturgess

Inggris pada abad ke-16, ketika Henry Tudor memerintah, seluruh negeri tersihir perhatiannya pada sosok raja yang istimewa ini. Dialah seorang raja yang begitu berkuasa, yang dengan mudah menunjuk perempuan mana saja untuk ditiduri, sementara sang permaisuri, Catherine of Aragon, yang belum kunjung memberikan putra mahkota, hanya bisa menahan hati.

Syahdan, sang Raja Henry (diperankan oleh aktor tampan asal Australia, Eric Bana) tengah gundah karena belum juga memiliki putra untuk menggantikannya kelak. Berbagai kelompok politik di setiap pojok istana kasak-kusuk mencoba menyodorkan perempuan tercantik. Tak kurang dari bangsawan Sir Thomas Boleyn, ayah dari dua gadis jelita, Anne (Natalie Portman) dan Mary (Scarlett Johansson), bersama Paman Duke of Norfolk ikut merancang strategi agar sang Raja tergiur melihat salah satu dari Boleyn bersaudara.

Maka sutradara Justin Chadwick memperlakukan sejarah Inggris yang menurut catatan memang sudah ”lezat” untuk menjadi bahan gosip ini jadi semakin panas. Sesuai dengan novel yang ditulis Philippa Gregory, semula ayah dan pamannya menyodorkan Anne untuk menjadi selir sang Raja. Namun ternyata sang Raja malah tergiur melihat Mary, adiknya. Langsung saja Mary dijadikan salah satu dari entourage alias kumpulan dayang pilihan sang permaisuri. Artinya, jika nafsu dan gairah sudah menguasai tubuh sang Raja (yang tampaknya terjadi begitu kerap pada tubuh Raja Henry VIII), Mary harus meladeninya. Dengan patuh, Mary kemudian memuaskan sang Raja, sekaligus mengamankan posisi sang ayah dan paman yang luar biasa ambisius. Kesalahan Mary hanya satu, dia jatuh cinta pada raja penggemar cewek itu.

Sementara itu, sang kakak, Anne Boleyn, diam-diam kawin dengan seorang bangsawan, Henry Percy. Tapi belakangan sang Raja tertarik pada kecerdasan dan kecantikan Anne. Sejarah memang mencatat, Anne adalah satu-satunya perempuan yang terus-menerus menolak ajakan sang Raja karena posisinya yang sudah menikah dengan Henry Percy. Namun, di dalam film ini, Anne menjelma menjadi wanita manipulatif yang menolak gairah sang Raja hanya untuk membuatnya penasaran. Semakin penasaran sang Raja, Anne menuntut hal yang sangat tak mungkin: ”Jadikan aku permaisurimu, ceraikan istrimu.”

Inilah pangkal segala perpecahan antara Raja Inggris dan Gereja. Perceraian pada abad ke-16 adalah sesuatu yang mustahil bagi sang Raja. Namun Henry VIII adalah sumber kuasa. Gereja dan Kerajaan pecah, sang Raja menceraikan Catherine of Aragon dan menyingkirkannya dari istana. Tapi Raja Henry tetap tak menyukai keputusannya sendiri. ”Hubunganku pecah dengan Gereja hanya untuk dirimu!” kata Raja Henry murka karena Anne tak kunjung memberikan dirinya kepada sang Raja. Menurut film ini, Henry memerkosa Anne dalam kemarahannya. Toh, Anne akhirnya menjadi permaisuri Raja Henry VIII, yang paling dikenal sejagat karena seluruh kisah romansanya yang lebih mirip opera sabun.

Dengan sejarah Raja Henry VIII yang begitu berliku, begitu lezat (kisah Henry VIII sudah berkali-kali diangkat ke layar lebar dan televisi, antara lain diperankan oleh Richard Burton), toh versi ini merasa butuh dramatisasi di banyak tempat hingga menyerempet gaya opera sabun. Seluruh kisah lebih terfokus pada persaingan Anne dan Mary. Kesintingan ambisi keluarga Boleyn semakin menjadi. Ketika sang permaisuri tak kunjung memberikan putra mahkota, Anne semakin gelisah. Anne memaksa George Boleyn (Jim Sturgess), saudara kandungnya sendiri, bersetubuh dengannya agar dia mempunyai seorang putra mahkota.

Intrik istana yang sudah sinting ini tentu saja sebuah pengembangan fakta sejarah. Memang Anne Boleyn adalah salah satu istri Raja Henry yang akhirnya dihukum pancung dengan tuduhan pengkhianatan. Namun tuduhan pengkhianatan itu hingga kini belum jelas betul kebenarannya.

Bukan hanya pengembangan fakta sejarah yang membuat kita menjadi tak nyaman. Raja Henry (yang dalam gambaran para sejarawan adalah pria yang sungguh tak indah dipandang mata) yang diperankan oleh Eric Bana yang ganteng itu semakin memperlihatkan sang Raja lebih seperti seorang playboy tampan yang manja daripada seorang raja yang sewenang-wenang.

Tokoh Anne Boleyn yang, sayangnya, ditafsirkan sebagai perempuan manipulatif serta ambisius itu sama sekali tak pernah ditampilkan sebagai seorang bangsawan yang mencoba menentang dikte sang ayah dan paman yang luar biasa ambisius. Memperlihatkan dua perempuan yang memperebutkan seorang raja ganteng mungkin lebih terasa juicy, lebih seksi, lebih lezat, daripada menampilkan kecerdasan seorang perempuan pada abad ke-16.

Bagaimanapun, kostum yang sangat berwarna dan glamor, musik yang gemuruh, serta penampilan Natalie Portman sebagai Anne Boleyn—betapapun tafsir skenario yang bikin geleng kepala—tetap menjadi hiburan. Film ini wajib tonton, terutama untuk melengkapi tafsir-tafsir lain tentang cikal bakal Ratu Elizabeth yang kemudian mengembalikan Inggris ke masa keemasan.

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus