Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KILL BILL, VOL. 2
Sutradara: Quentin Tarantino
Skenario: Quentin Tarantino dan Uma Thurman
Pemain: Uma Thurman, David Carradine, Daryl Hannah, Michael Madsen, Gordon Liu
Produksi: Miramax Film
Ke El Paso mereka datang, membawa seruling dan setumpuk dendam. Ke El Paso mereka membuat pernyataan: ada konsekuensi yang buruk jika Anda membuat seorang Guru patah hati.
Dalam Kill Bill volume 1, Anda menyaksikan serentetan perkelahian berdarah dengan berbagai pertanyaan, dan dalam volume 2, Quentin Tarantino menyajikan jawaban.
Film ini bukanlah sebuah sekuel, melainkan lanjutan. Sebetulnya ini satu kesatuan yang terlalu panjang, yang akhirnya secara teknis dibagi dua, karena Tarantino tak ingin memangkasnya. Sederhana saja.
Setelah menyaksikan volume 2, kita akan paham mengapa Tarantino tak ingin memangkas saga ini.
Kali ini Tarantino membuka film ini dengan sebuah close-up The Bride (Uma Thurman), di belakang setir mobil, menjelaskan kepada penonton mengapa dia harus mengarungi dunia ini, mencari Bill (David Carradine), yang bertanggung jawab atas pembunuhan massal di gereja, menjelang pernikahannya. Dalam volume 1, penonton sudah cukup kenyang menyaksikan The Bride (yang ternyata nama aslinya adalah Beatrix Kiddo) membantai Vernita Green (Vivica A. Fox) di depan putrinya; menerabas O-Ren Ishii (Lucy Liu) lengkap dengan pasukan 88 dan bodyguard Go Go Yubari (Chiaki Kuriyama). Itu semua dilakukan, salah satunya, berkat keberhasilan pedang samurai buatan Hattori Hanzo (Sonny Chiba).
Dalam film ini, Beatrix alias The Bride masih harus melalui beberapa tebing dan jurang sebelum menjangkau sang Guru, Bill, mantan kekasih yang luka hati, pemimpin kelompok Deadly Viper Assassination Squad: yaitu Elle Driver (Daryl Hannah), pemain pedang bermata satu, dan Budd (Michael Madsen), adik lelaki Bill yang membunuh orang bak membunuh lalat.
Dalam upaya pencarian itu, tentu saja kita disuguhi sajian sinema ala Tarantino. Adegan dibagi-bagi atas bab demi bab, lalu diselingi beberapa adegan kilas balik untuk menjelaskan sebab-akibat sebuah adegan. Di tengah upaya menghajar Budd, Beatrix gagal. Dia dikubur hidup-hidup di dalam sebuah peti kayu dan ditenggelamkan sedalam-dalamnya ke liang kubur. Layar hitam, dan kepada penonton hanya disajikan suara napas Beatrix yang mencari akal menggeliat keluar dari neraka itu. Sebuah adegan kilas balik menggeliat: Bill dan Beatrix, pada masa keemasan dan kemesraan, menyambangi guru besar lain: Pai Mei (diperankan aktor legendaris Gordon Liu), seorang mahaguru silat yang seolah terbang keluar dari buku komik silat: berjanggut panjang putih, beralis panjang putih, dan tubuhnya begitu lentur, dengan suara menggelegar memaki-maki Beatrix, sang murid baru (suara Gordon Liu diisi oleh Quentin Tarantino). Adegan ini menjelaskan satu hal yang menjadi sebuah tribut bagi film-film silat Shaw Brothers: dari Pai Mei, Beatrix memperoleh ilmu untuk menggocoh kayu setebal apa pun, dan ilmu Lima Titik yang Mematikan (hanya dengan satu totokan, jantung Anda bisa pecah, demikian tutur Bill kepada Beatrix). Ilmu-ilmu inilah, bersama pedang samurai made in Hattori Hanzo, yang membuat Beatrix ke tataran yang sama dengan musuhnya/bekas guru/bekas kekasih yang luka hati: Bill.
Dua adegan perkelahian yang luar biasa dalam film ini adalah: pertarungan dua wanita blonda dalam karavan, Beatrix dan Elle Driver, dan tentu saja pertarungan antara Beatrix dan Bill di akhir cerita. Namun yang menarik dalam volume ini bukan lagi pertarungan laga yang merupakan kompilasi ensiklopedi Tarantino terhadap adegan-adegan film silat yang telah memberinya "wahyu" film ini, melainkan dialog para tokohnya yang hampir sama menegangkan dengan adegan laga. Setiap kali Bill menceritakan sebuah momen, misalnya ketika dia berkisah tentang Superman, detik-detik itu menjadi tegang karena kita tahu setiap saat pedang samurai atau totokannya akan mematikan. Tetapi, itu terlalu mudah. Bill dan Beatrix sudah pada tingkat master, yang lebih suka bertukar filsafat kehidupan sebelum saling membunuh.
Dan Tarantino merasa "berutang" kepada penonton untuk menjelaskan: mengapa Beatrix melarikan diri dari Bill dengan janin di perutnya, dan memutuskan menikah dengan lelaki lain.
Dalam volume ini, meski Tarantino tak akan mau mengakuinya, dia terpaksa "dewasa" dan menyentuh sentimentalitas manusia. Dalam volume 1, bak anak-anak, Tarantino asyik bermain dan menyeruak, menjelajah semua media dan genre: kartun, film, western spaghetti, dan silat dicampur aduk jadi satu. Sedangkan dalam volume 2 dia tak bisa menghindar dari drama. Banyak dialog, banyak penjelasan, dan beberapa tetes air mata. Pada akhirnya Tarantino, dengan segala kejailannya, selalu konsisten dalam satu hal: anak-anak harus dilindungi dari dunia hitam dan kekerasan. Dalam volume satu: perkelahian antara Vernita Green dan Beatrix tertunda karena kedatangan putrinya yang berusia empat tahun. Di volume dua: Beatrix yang saling todong senapan dengan calon pembunuhnya, mengatakan, "Dengan gampang saya bisa meledakkan kepalamu, tapi di perut saya ada bayi , sebaiknya kita batalkan saja ini semua." Ini adegan yang absurd, lucu, dan menggelikan. Bagaimana dua pembunuh bayaran (dua-duanya perempuan) akhirnya sama-sama membatalkan tugas mereka karena ingin melindungi janin di perut seorang perempuan?
Pada akhir cerita, Tarantino melalui Beatrix akhirnya memberikan alasan yang mulia: Beatrix ingin melindungi anaknya dari dunia hitam. "Kamu yakin, kamu bisa hidup seperti orang biasa?" tanya Bill mencemooh. Beatrix meneteskan air mata, "Saya tak yakin. Tapi anak saya pasti bisa."
Pertarungan antara Beatrix dan Bill akan menjadi adegan puncak dan hebat dari keseluruhan dua volume ini. Setelah film-film sebelumnya, Kill Bill Vol. 1 dan Vol. 2 telah menjadi sebuah puncak pencapaian Tarantino yang belum tentu bisa diulang pada masa yang akan datang.
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo