BUKAN baru sekali ini di Pasar Seni Ancol, Jakarta, ada
pementasan drama. 18 Januari kemarin, Sanggar Te ater Jakarta
--yang pernah ikut Festival Teater Remaja dan menjadi harapan
banyak orang -- mementaskan Mentang-mentang dari New York
saduran Noorca Marendra di Arena Terbuka Pasar Seni Ancol. Gaya
pementasan memang cocok dengan suasana Sudibyanto, sutradaranya,
menyuguhkan tontonan lenong. Tapi ceritanya itu sendiri sudah
unik.
Begini. Seorang cewek penjual serabi, berhasil pergi ke New York
dan tinggal beberapa lama di sana. Pulang ke Jelambar, kampung
halamannya di Jakarta, dia demam New York. Segala sesuatu di
lingkungannya harus berbau New York. Bahkan emaknya, yang sudah
lebih setengah umur, disuruhnya mempermak wajahnya ke salon. Dan
di rumah dimintanya memakai backless. Naskah Noorca ini memang
komedi akhirnya si cewek kembali ke "kepribadian kampung
halaman" -- karena pacarnya menolak menikahinya kalau dia masih
sok New York.
Melihat pementasan gaya lenong, kita memang tak perlu bertanya:
kenapa si cewek bisa sampai ke sono, apa urusannya dan,
lain-lain. Yang penting lucu, peronton senang pemain senang.
Dan penonton yang kurang lebih 200 orang memang banyak
tertawa, melupakan mendung tebal yang menggantung di Taman
Impian Ancol. Untung saja tidak hujan.
Sementara beberapa bulan ini pementasan teater di Taman Ismail
Marzuki agak sepi (terakhir Bel Geduwel Beh Danarto, Nopember
lalu), menarik bahwa Ancol menaruh perhatian terhadap teater
modern -- yang di luar TIM dan Gelanggang-gelanggang Remaja
diduga tak ada peminatnya.
Numpang Berlatih
Tapi memang Ancol punya pegangan dalam pengaturan acara. Tahun
1977 diadakan angket pengunjung: pertunjukan apa saja yang
mereka sukai. Hasilnya di samping band, sandiwara modern
ternyata termasbk yang mendapat suara banyak. Pengunjung yang
mengisi angket itu tentunya sudah tahu lebih dahulu bagaimana
"teater modern" itu. Sebab sudah sejak 1975 Pasar Seni Ancol
menyuguhkan teater. Teater Mandiri pimpinan Putu Wijaya, mungkin
yang melakukan gebrakan pertama dengan pementasan Lho. Lalu juga
Teater Sajanya Ikranagara, beberapa grup teater remaja antara
lain Teater Sunda Kelapa -- di samping sudah sejak setahun lewat
Pasar Seni punya grup sendiri: Teater Pasar.
Pertunjukan teater di arena terbuka itu gratisan. Ini tentunya
sesuai dengan honor yang diterima grup-grup teater itu: antara
Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu. Mulanya memang tak dimaksudkan
sebagai pertunjukan khusus. Artinya grup itu tidak mempersiapkan
permainannya semata-mata untuk Ancol. Teater Mandiri misalnya,
tahun 1975 itu boleh dikatakan numpang berlatih di Ancol --
untuk pementasan di TIM. Juga Ikranagara membawakan naskah yang
habis dipentaskan di TIM. Jadi wajar, kalau Sanggar Teater
Jakarta misalnya mengeluh: honor tak cukup kalau juga
diperhitungkan dengan biaya latihan. Ya jangan mengeluh.
Paling tidak grup teater tak perlu cemas mencari tempat
berpentas. Kalau TIM memang sudah punya kriteria sendiri, yang
agak susah ditembus, masih ada lima Gelanggang Remaja yang lebih
mudah ditonjok -- dan Pasar Seni Ancol yang bersedia menyediakan
honorarium yang pas. Pihak Ancol sendiri tidak mencari. "Grup
itu yang mengajukan permintaan untuk mentas di Pasar Seni
Ancol," kata orang sana. Dan kalau sekali ternyata cukup banyak
penontonnya, pihak Ancol tak keberatan mengundangnya. Sanggar
Teater Jakarta sendiri, dulu mementaskan Lomba Ngibul di situ.
Tapi apa untungnya Ancol? "Ya, pokoknya ada acara yang memang
termasuk pilihan pengunjung," kata orang bagian programa itu.
Dan memang he lum pernah ada pementasan teater yanL sepi
penonton. Kalau 200 orang saja pasti ada. Kebanyakan penonton
itu mereka yang pulang dari berenang, atau yang tujuannya semula
jalanjalan ke pantai, atau pacaran dan yang tidak-tidak -- tapi
akhirnya kecantol di Arena Terbuka Pasar Seni. Namun banyak juga
yang sengaja nonton teaternya. "Kita memang mau nonton dramanya
Noorca," kata tiga remaja yang selama pementasan malam itu
nampak serius.
Jadi mungkin TIM nanti hanya perlu mementaskan teater yang
terseleksi benar-benar, kalau sudah banyak pementasan di luar.
Ibukota bisa lebih ramai keseniannya. Dan Festival Teater Remaja
yang diselenggarakan di TIM boleh menampakkan hasilnya: membina
grup dan penonton teater -- di mana-mana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini