Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Tiga Tentang Adegan Seks

Pendapat orang-orang film tentang adegan seks menurut Syarifuddin, asal cerita bisa diterima,menurut Fadli berciuman itu wajar sedangkan Tuty Kirana berpendapat ciuman itu seperti makan permen.

16 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ARUS pasang film-film Indonesia dengan adegan seks kelihatannya cuma menyibukkan para produser dan anggota sensor. Sepintas lalu, sutradara, karyawan serta para artis film cuma melakukan kehendak si pemilik modal tanpa banyak komentar. Ternyata tidak demikian. Baik sutradara mau pun artis film, melakukan adegan-adegan panas itu dengan jalan fikiran sendiri-sendiri. Mengenai hal itu, berikut ini laporan wartawan TEMPO, Eddy Herwanto. Syarifudin: "tidak tega bikin adegan begitu . . . " Sutradara yang tidak muda lagi ini sudah membuat banyak film dengan adegan berani. "Selama adegan itu tidak menyimpang dari alur cerita, saya masih bisa menerimanya. Kalau tidak, saya tidak tega bikin adegan begitu...". Pada pengambilan adegan demikian, yang boleh tinggal dalam kamar hanya para pemain, juru kamera dan Syarifudin sendiri. Juru lampu serta awak film lainnya harus tidak lihat, meski jutaan orang nantinya diharap beramai-ramai menonton adegan tersebut. Syarifudin - hidup bersama seorang isteri dengan anak 10 orang - juga punya ukuran moral tersendiri. Katanya: "Saya tidak mau membuat adegan itu biia pelakunya pelajar". Bahkan dengan yang bukan pelajar pun sutradara ini enggan memintanya membugil. Tapi pemain-pemain itu kononnya suka saja berbuat apa saja untuk "profesi" mereka. "Seperti yang diungkapkan dalam majalah-majalah hiburan itulah", kata Syarifudin pula. Sadar bahwa di dalam negeri filmnya akan dipotongi sensor dan di luar negeri bakal kalah bersaing dengan film-film seks buatan Eropa, Syarifudin menyadari perbuatannya bersusah payah membuat adegan seks itu sebagai suatu "kebodohan". Tapi kenapa dilakukannya juga? "Yah, say kan sutradara yang dikontrak". Drg. Fadli: "Kalau kepala kita maju, dia juga maju . . . ". Dalam film Manajer Hotel ini tampak close up Tuty Kirana sedang bergumul dengan Fadli. "Itu hanya tipuan saja", kata Fadli. Penjelasan dokter gigi lulusan Universitas Erlangga itu selanjutnya: "Tubuh Tuty bagian bawah ditutup hanya bagian dada ke atas yang terbuka. Begitu juga saya. Karena terbatas, maka gerakan saya pun terbatas". Sebelum dengan Tuty, Fadli - salah seorang bintang pria terlaris dewasa ini - pernah pula melakukan adegan tempat tidur dengan Tanty Yosepha. Enakkah melakukan adegan itu? "Saya sih, senang saja". "Dalam adegan ranjang itu, lebih enak mana menghadapi pemain pembantu (figuran) atau bintang film?" "Enakan dengan bintang film. Soalnya mereka tidak punya pretensi apa-apa". Berciuman wajar - artinya cuma mengadu bibir -- menurut Fadli, tidaklah merangsang. "Tapi yang menciumi leher, bahu, pipi, daun kuping dan sebagainya itu, menurut pengalaman saya, justru amat merangsang". Tidak diceritakan secara mendalam pengalaman Fadli berciuman dengan sejumlah artis Indonesia. Tapi pengalamannya dengan artis Australia dalam film Manajer Hotel nampak berkesan pada bintang ini. Kata Fadli: "Pemain dari Australia itu, Diana, aktif. Artinya, kalau kepala kita maju, dia juga maju. Tidak seperti pemain Indonesia, kita maju, dia menunggu". Tuty Kirana: "Pokoknya dada terbuka, tampak dari muka, pantang!" Tuty Kirana, 25 tahun main sebagai isteri menyeleweng dalam film Manajer Hotel. Katanya: "Sebelum memainkan adegan itu, saya menilai dulu lawan main saya. Juga ada tidaknya adegan itu dalam skenario. Kalau tidak ada, saya tolak". Tuty melakukan adegan buka-bukaan pertama kali dalam film Flamboyan yang disutradarai oleh Sjuman (waktu itu suami Tuty). "Adegan itu sangat artistik. Saya telanjang di ranjang antik dan bagus. Sayang Flamboyan banyak digunting sensor". Apakah anda mengalami perasaan istimewa ketika melakukan adegan seperti itu ? "Itu kan seluruhnya cuma akting. Dan saya tidak hanyut ke dalamnya. Tapi ketika berciuman, partner saya membisiki saya. Katanya saya dingin. Memang saya dingin lantaran saya tidak bisa hadir sebagai pelaku dalam film Flamboyan itu. Akibatnya pengambilan adegan itu dilakukan berkali-kali". Apakah anda dongkol jika sutradara mengulangi pengambilan adegan itu? "Tidak. Ciuman itu kan nggak rasa apa-apa. Seperti makan permen saja". Sampai batas mana anda sedia lepas pakaian ? "Sekalipun saya memainkan peranan pelacur, saya tidak mau telanjang bulat. Pokoknya dada terbuka, tampak dari muka, pantang! Kalau cuma reaksi dada ke atas, dan bagian belakang, silahkan". Sebagai orang yang dalam KTP mengaku Islam, bagaimana anda melihat diri anda memainkan peranan demikian? "Saya merasa tidak menyalahi. Itu halal saja. Kalau mau diungkapkan kehidupan di hotel-hotel, wah lebih dari yang di film itu. Kalau kita cuma menggambarkan yang bagus-bagus, itu kan membohongi. Sampai kapankita mau dibodohi dengan menggambarkan hal-hal yang kelihatan suci dan terhormat saja?"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus