Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Tujuh perupa di bali

Agenda pertunjukan pameran lukisan di nusa dua (bali), gedung kesenian jakarta, yogyakarta dan pementasan musik karya dede harris, serta pemutaran film karya yaujiro ozu.

14 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tujuh pelukis: Aming, Antonius Kho, Bangliek, Daniel Kho, Fredy K., Sann, dan M.G. Syawaludin mengadakan pameran bersama di Gelleria Nusa Dua, Bali, sampai akhir Agustus. Para perupa muda ini memiliki latar belakang pendidikan lukis yang berbeda- beda. Aming, anak Bondowoso bekas murid pelukis ternama Dullah, Antonius Kho kelahiran Klaten studi di Akademi Kesenian di Koln, Jerman, sedangkan Bangliek yang lahir di Yogyakarta jebolan seni rupa Universitas Trisakti. Gaya lukisannya pun berbeda-beda. Tiga Nuansa di GKJ M. Sukron Mahrestu, Soemaryo Hadi, dan Sri Aji Yanto adalah tiga pelukis yang sama-sama memulai kariernya antara tahun 1970 dan 1980. Hasilnya, sebanyak 30 karya dari tiga pelukis ini akan dipamerkan di Gedung Kesenian Jakarta, 5 - 15 Agustus 1993. ''Tiga Citra Nuansa'', begitu tema pameran ini, bisa dilihat dari pukul 10.00 sampai 21.00 WIB. Tiga Dosen ISI Yogya ''Manusia dan Kehidupan'' menjadi tema pameran lukisan tiga dosen Institut Seni Indonesia: Sun Ardi, Procoyo, dan A.G. Hartono. Lulusan jurusan seni murni Fakultas Senirupa dan Disain ISI ini menampilkan karya-karya grafis. Selain itu, mereka juga menampilkan karya-karya cukilan kayu dan skrin. Pameran ini, yang berlangsung sejak 8 Agustus bertempat di Slamet Riyanto Gallery, Jalan Tirtodipuran, 61 A, Yogyakarta, ditutup 7 Septembar 1993. Lucebert di Cemeti Pelukis berkebangsaan Belanda, Lucebert, menghadirkan karya- karyanya di Cemeti Gallery Yogyakarta sampai akhir Agustus ini. Lucebert adalah anggota kelompok Cobra, sebuah perkumpulan perupa Eropa yang mengembangkan karya-karyanya di Kopenhagen (Denmark), Amsterdam (Belanda), dan Brussel (Belgia). Lukisan Lucebert kebanyakan berupa goresan tinta di atas kertas. ''Menggambar adalah pekerjaan saya sehari-hari. Semangat, roh, serta ide yang tak kunjung habis harus terus disegarkan,'' kata Lucebert suatu kali. Ia memang dikenal juga sebagai seorang penyair. Lukisan Lucebert menampilkan gambar-gambar yang agak realistis tentang manusia, ''kemanusiaan manusia'' dan ''kemanusiaan binatang''. Suatu figur yang sangat menakjubkan senantiasa memadati karya lukisannya, mulai dari deformasi manusia monster sampai pada gambar semacam realisme buas, kasar, bahkan menjijikkan dan menakutkan umpamanya berkepala manusia tapi berbadan hewan. Festival Budaya Riau Siapa yang berminat mengikuti Festival Budaya Masyarakat Pedalaman Se-Asia Pasifik, bisa mendaftar sampai tanggal 15 Agustus ini. Acara yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Riau itu akan menampilkan sebelas kegiatan budaya, antara lain upacara perkawinan, mendirikan bangunan, teater, dan musik yang khas pedalaman. ''Festival ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kebanggaan dalam diri masyarakat pedalaman,'' kata Gubernur Riau Soeripto. Selain itu, untuk menyebarluaskan berbagai ragam seni masyarakat pedalamam ke luar negeri. Dalam festival ini diselenggarakan pula seminar tentang masyarakat pedalaman, membahas 32 makalah dari para pakar budaya. Sampai saat ini sudah ada 700 peserta yang mendaftar. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia, juga dari negara anggota ASEAN lainnya, selain Jepang, Vietnam, dan Australia. Festival itu sendiri berlangsung 2 - 5 September mendatang. Wajah Kita dari Dede Pemusik kidal kelahiran Bandung, Dede Harris, akan mementaskan karya musik ''Wajah Kita'' di Teater Arena, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 16 - 17 Agustus ini. Lewat petikan gitar dan lirik lagunya, Dede akan bicara tentang kenyataan sosial di sekitarnya. Ia dinilai mampu menampilkan kesan naif, satirik, atau liar dengan gitarnya yang seolah-olah hendak keluar dari keterbatasan bunyi dawai. Dede dibantu oleh lima teman pemusiknya, termasuk Harry Roesli, yang akan membawakan acara yang dimulai pukul 20.00 WIB. Enam Karya Ozu Karya-karya sutradara Yaujiro Ozu tak mungkin mati dalam lembaran sejarah film Jepang kendati sesepuh perfilman itu meninggal pada 1988. Semasa hidupnya, Ozu telah melahirkan 35 buah film. Karya-karya Ozu, seperti dikatakan oleh Atsushi Kanai, asisten direktur Pusat Kebudayaan Jepang, berbeda dari Akira Kurozawa yang cenderung memakai pendekatan Barat untuk membuat film-filmnya. ''Karya-karya Ozu dibuat dengan menggali cerita asli dan kebudayaan Jepang,'' kata Kanai yang menyebut Ozu sebagai sutradara terbaik. Enam film yang langka kopinya itu, dan merupakan karya-karya Ozu yang terkenal, akan diputar pada 9 - 14 Agustus ini di Teater Tertutup Taman Ismail Marzuki Jakarta. Film-film itu adalah I was born, but ... (produksi 1932), Late Spring (1949), Early Spring (1951), Tokyo Story (1953), Floating Weeds (1959), dan An Autumn Afternoon (1962). Pemutaran film berlangsung dua kali sehari, pukul 17.00 dan 19.30 WIB. Tanggal 13 Agustus, pada jam pertunjukan kedua, akan diselingi diskusi dengan pembicara kritikus Jepang, Kyoichiro Murayama, dan sutradara film, Putu Wijaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus