Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wiro, Wiro Sableng… Shinto, Shinto Gendeng…. Muridnya sableng, gurunya gendeng.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para penonton Wiro Sableng era 1990-an tentu tidak akan lupa pada larik lagu tersebut. Kala itu, Si Sableng selalu mengunjungi pengemarnya di televisi tiap pekan. Aksi Ken Ken menghidupkan Wiro Sableng dari serial komik karya Bastian Tito, Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Kini, Vino Bastian, anak sang penulis komik, yang menghidupkan pendekar gendeng ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Angga Dwimas Sasongko, yang menyutradarai film ini, mengemas puluhan seri dari komik dan televisi dalam suatu cerita yang padat. Tak bertele-tele, ia mengisahkan awal perjumpaan Wira Saksana sejak bayi merah seperti di serial televisi. Tapi Wira kecil kemudian menjadi saksi kebiadaban Mahesa Birawa (Yayan Ruhian) membunuh ayah-ibunya (Marcel Siahaan-Happy Salma).
Lalu bocah kecil itu diselamatkan Nenek Sinto Gendeng (Ruth Marini). Di bawah gemblengan nenek Sinto, Wira alias Wiro (Vino G. Bastian) tumbuh menjadi pemuda sakti yang kocak. Penonton juga akan melihat tanda 212 seperti rajah atau keloid yang menyatu di kulit, bukan seperti pada tampilan zaman dulu, yang berupa tulisan dari cat. Kini terlihat lebih meyakinkan bahwa kapak maut itu "memilih" tuannya.
Ketika kesaktian diturunkan kepada sang murid, dengan cara latihan keras sampai aksi yang kocak, mengundang tawa penonton. Setelah dianggap cukup, sang guru mengutus Wiro membawa Mahesa Birawa, yang telah berkhianat kepada Nenek Sinto. Harapan kepada Mahesa Birawa untuk menjadi penerus pendekar kapak maut kandas karena Mahesa sempat mencuri kapak sakti tersebut. Wiro pun turun gunung memenuhi perintah sang guru.
Dalam perjalanan, Wiro bertemu dengan Dewa Tuak (Restu Triandy), yang menyorongkan muridnya, Anggini (Sherina Munaf), untuk dinikahi sang pendekar. Anggini terpaksa menuruti perintah gurunya membantu Wiro membawa Mahesa Birawa, supaya bisa disebut pendekar. Ia juga bertemu dengan pendekar Bujang Gila Tapak Sakti (Fariz Alfarizi) dalam upaya penculikan pangeran anak Raja Kamandaka. Dari sanalah cerita mulai mengalir. Kesaktian Wiro mulai dipertontonkan komplet dengan kekonyolannya. Memang tak secengengesan Ken Ken.
Vino bolehlah dipuji dengan aksinya sebagai pendekar. Sebagai aktor yang biasa bermain dalam genre drama dan komedi, Vino membuktikan bisa menghidupkan karakter idola ciptaan sang ayah. Dia tidak kaku melakukan gerak jurus dan gaya bertarung arahan Yayan Ruhian ketika beradu dengannya.
Yang juga mencuri perhatian dan layak mendapat pujian adalah karakter nenek Sinto Gendeng (Ruth Marini). Bagi dunia teater, nama ini tak asing lagi. Kekuatannya berakting di panggung teater bersama Teater Satu Lampung mulai terasah sejak 16 tahun lalu. Ia terbiasa menguasai panggung hingga menyabet gelar aktris monolog terbaik pada 2007.
Adapun aksi Yayan Ruhian sebagai aktor laga yang sudah mendunia tak perlu diragukan lagi. Ia sering muncul sebagai sosok antagonis yang kejam. Demikian pula saat menghidupkan tokoh Mahesa Birawa yang bengis. Yang agak mengganggu adalah suara Dwi Sasono sebagai Raja Kamandaka yang dibuat berwibawa tapi terasa sangat dipaksakan bersuara berat.
Dari segi efek, film hasil kolaborasi Fox International Production dengan LifeLike Picture ini pun cukup bagus dan sarat sentuhan teknologi. Kita juga melihat garapan yang serius pada kostum para pemain. Salah satunya menonjolkan wastra Nusantara dengan tenun lurik seperti yang dipakai Anggini. Tapi kesan sangat modern terlihat pada kostum Bidadari Angin Timur (Marsha Timothy) dengan brokat dan manik-manik serta rambut yang dicat merah.
Film yang naskahnya digarap oleh sastrawan Seno Gumira Ajidarma, Tumpal Tampubolon, dan Sheila Timothy ini menyuguhkan kisah padat. Penonton langsung disuguhi musuh utama Mahesa Birawa dan kaki tangannya-seperti Bajak Laut Bagaspati, Kalasrenggi, dan Kalageni. Meski belum memunculkan belasan musuhnya dari golongan hitam, tokoh utama golongan putih, seperti Dewa Tuak dan Kakek Segala Tahu, sudah langsung dihadirkan.
Untuk kisah Wiro Sableng 212 yang panjang, film ini terasa terlalu pendek. Bagi penggemar komik Wiro Sableng, film ini tak cukup untuk mengisahkan tokoh ini secara ringkas. Butuh sekuel berikutnya untuk cerita sang pendekar yang memakai baju dan ikat kepala putih ini seperti model kisah kungfu di film Cina. Tapi bolehlah film ini menciptakan kesuksesan sendiri setelah keberhasilan komik pada 1980-1990-an dan serial sinetron di televisi. Ini mengobati rindu para penggemar Wiro Sableng, meski belum akan memuaskan. DIAN YULIASTUTI
Wiro Sableng
Sutradara: Angga Dwimas Sasongko
Penulis Naskah: Seno Gumira Ajidarma, Tumpal Tampubolon, Marsha Timothy
Pemain: Vino G. Bastian, Yayan Ruhian, Marsha Timothy, Sherina Munaf, Dwi Sasono, Lukman Sardi, T. Rifnu Wikana, Cecep Arif Rahman, Marcella Zalianty, Yayu A.W. Unru
Produksi: Fox International Production, LifeLike Picture
Genre: Aksi, komedi
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo