Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Xramhat dan sisa-sisa 1966

Pengarang: s. sinansari ecip jakarta: pustaka jaya, 1979 resensi oleh: s.i. poeradisastra. (bk)

4 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBAYARAN Oleh: S. Sinansari ecip Terbitan Pustaka Jaya Jakarta, 1979 113 halaman, 17« x 12« cm JAMILAH di dalam bahasa Arab sama dengan Sundari di dalam bahasa Sanskrit dan Euis di dalam bahasa Sunda, artinya: cantik. Ketiga-tiganya umum dipakai sebagai nama gadis. Di dalam novel (et) S. Sinansari ecip, gadis Jamilah telah dilarikan si tokoh utama Xramhat (nama ini cukup nyentrik, mungkin menghindari kesamaan yang dapat menyinggung) ke hutan. Di sana mereka bercinta penuh gelora menggebu. Tapi Xramhat, yang dijuluki Daeng Cakdi (kecil), berniat hendak meresmikan perkawinannya dengan gadis yang dicintainya secara tulus itu. Gadis itu telah menerima mahar dari Halede, calon suami yang tak dicintainya -- seorang lelaki yang telah beristeri dan beranak. Justeru karena si tukmis -- orang yang tak boleh melihat jidat klimis -- Halede hendak menjadikan Jamilah isteri keduanya, I Barombong menyuruh anak buahnya supaya ia dibunuh. Xramhat belum tahu perihal disingkirkannya Halede dari 'peredaran'. Membara Bagaimana kalau setelah Daeng Cakdi melarikan Jamilah, dan sebelum pinangan dilakukan kepada ayah si gadis, dengan risiko perang tanding dengan Halede, Xramhat tahu dari paman gadis itu, bahwa ayah gadis itulah yang telah membunuh ayahnya ketika abangnya dan dia masih sangat kecil? I Barombong, paman si gadis yang kepala perampok ternak itu, menyingkapkan pengakuan tersebut ketika nyawa telah meradak di kerongkongannya, hendak berangkat pergi setelah perkelahian mati-hidup dengan Xramhat, dibantu Gassing, teman karibnya. Dan Xramhat pun cukup alasan untuk merenggut nyawa I Barombong, karena yang terakhir ini membunuh Salasa (yang dijuluki Daeng Lompo), abang Xramhat. Tanpa bantuan Gassing Xramhat takkan berhasil merobohkan I Barombong yang sakti, dan hanya akan dapat dikalahkan kalau serentak diserang oleh dua orang dari arah yang berlawanan. Dan Gassing adalah kawan akrab Xramhat sejak di SMA Ujung Pandang, yang menjadi wakil pemimpin gerombolan perampok ternak, tangan kanan I Barombong. Tapi sebenarnya Gassing seorang anggota Polri yang dengan menyusupi gerombolan I Barombong bertugas menggulung komplotan tersebut yang telah sekian lama merampas ternak dan memperkosa kaum wanita. Cerita berakhir in torso, tak dikemukakan penutupnya. Jadikah Xramhat mengawini Jamilah setelah tahu, bahwa calon mertuanyalah yang membunuh ayahnya? Apakah ia juga akan mengawini Sitti -- bekas iparnya? Sitti itu dulu kekasihnya yang dikawini abangnya, Salasa, yang tak tahu bahwa gadis itu pacar adiknya. Xramhat yang menderita frustrasi 'membuang diri' menjadi mahasiswa di Jakarta. Tampak-tampaknya kedua wanita yang telah berkumpul di bawah satu atap itu dapat diterka akan disuntingnya sebagai isteri. Bukankah setelah Salasa gugur dan Xramhat akan berangkat menuntut balas kematian abangnya itu, Sitti masih menyatakan cintanya dengan: "Aku tak mau kehilangan untuk kedua kalinya."? Sedangkan Xramhat sendiri masih membara sekam kasihnya kepada Sitti yang bermata lembut. Pengarang tak menceritakan dan hanya menyuruh pembaca menerka bagi dirinya sendiri. Ia memberikan kemungkinan bagi suatu tafsiran yang bercabang banyak. Gaya ceritanya cukup lancar dan pekat, kadang-kadang terlalu pekat, hingga memberikan kesan goresan kilat, misalnya perjumpaan Xramhat dengan bekas mahasiswi Ifah. (Singkatan Latifah, Afifah atau Syarifah?). Jelas antara dia dan Ifah terdapat nisbah yang lebih mesra daripada sekadar hajat badaniah timbal balik atau pengertian dan simpati. Terkulainya harapan bekas aktivis-aktivis Angkatan '66 -- yang melihat elan perjuangan mereka dahulu dihadapkan kepada realitas-realitas pahit yang mengecewakan -- juga digoreskan dengan terlalu disederhanakan. Sekalipun hanya sebagai dekor suasana. Robin Hood Tapi perkembangan watak Xramhat cukup jelas digambarkan dengan kekuatan dan kelemahannya. Pada dasarnya ia bukan orang jahat. Sekalipun berhasil membongkar lima juta rupiah dari bank bekas tempatnya bekerja, ia membagikan sebagian besar uang rampokannya tersebut kepada kaum pengemis dan gelandangan, a la Robin Hood, Si Conat dan Si Pitung. Ia hanya menyimpan seratus ribu rupiah untuk ongkos pulang ke kampung dan membeli sekadar oleh-oleh bagi ipar dan kemenakan-kemenakannya. Cintanya masih kuat kepada Sitti -- seperti cinta Laksmana kepada Dewi Sinta, isteri abangnya, Rama -- tapi seperti Laksmana ia pun tak hendak merusak rumahtangga abangnya. Sayang Xramhat tak mengelak atau menolak ketika abangnya dengan perlahan, tapi pasti, menyeretnya ke dunia gerombolan perampok ternak. Sepala-pala mandi, akhirnya ia basah kuyup. Yang tetap tak terjawab sampai akhir cerita, cukupkah si cantik Jamilah merupakan pembayaran bagi dendam atas kematian ayah Xramhat? Cukupkah kebahagiaannya dengan Jamilah (dan mungkin Sitti sekaligus) menjadi pembayaran bagi kegagalan studinya dan frustrasinya sebagai pejuang yang dikecewakan? Monolog interior atau "arus kesadaran" merupakan bagian menarik novel (et) ini, sebagaimana dimuat pada halaman 85-87. Teknik ini telah diterapkan dengan berhasil oleh S. Sinansari ecip, Doctorandus Publisistik lulusan UI yang pekerjaannya sehari-hari adalah dosen publisistik pada Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang. Novel (et) ini cukup berhasil menggambarkan frustrasi, cinta dan dosa. S.I. Poeradisastra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus