Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada akhirnya yang unggul adalah teater nonverbal. Pementasan Putu Wijaya pada 7 Juni di Gedung Kesenian Jakarta, yang diberi judul Nol (diterjemahkan: Zero), tidak disebut teater (istilah yang mencakup semua yang dekat dengan pengertian lakon) barangkali karena tiadanya kelengkapan segala unsur tontonan yang diperlukan. Terpenting, tidak ada dialog. Sama sekali. Yang ada hanya beberapa lenguhan atau lengkingan, beberapa kali hardikan ”hosysy!”, dan terakhir sekali sebuah nyanyian Tanah Air yang sendu diiringi membukanya gulungan layar di lantai panggung dan dari dalamnya keluar sebarisan anak muda yang memekik gembira bersama-sama: ”In-do-ne-sia!” (di sini, anehnya, orang bisa menangis).
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo