Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Toko Curah Tanpa Serasah

Mengurangi sampah bisa dimulai sejak berbelanja. Memilih barang yang dijual tanpa kemasan, atau membeli bahan kebutuhan dalam bentuk curah, memudahkan menjalani pola hidup minim sampah.

17 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Dimulai dari gaya hidup minim sampah, Siska Nurmala membuka toko curah.

  • Toko itu untuk mendukung orang-orang yang punya pola hidup minim sampah.

  • Mengurangi sampah pun bisa dimulai sejak berbelanja.

AGAK berbeda dengan pegiat hidup minim sampah kebanyakan yang berfokus pada upaya mengurangi limbah domestik, Siska Nirmala justru mengambil sudut pandang petualangan dalam mengkampanyekan pola hidup ramah lingkungan ini. Sejak 2012, perempuan yang kini berusia 34 tahun itu sudah gencar memperkenalkan konsep tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dulu, Siska banyak menyuarakan isu sampah di gunung atau alam terbuka sebagai dampak dari kegiatan petualangan. Lewat Instagram @zerowasteadventure, ia membagikan kiat-kiat mendaki gunung, berwisata, atau berjalan-jalan ke alam terbuka tanpa menghasilkan sampah. Pada 2019, ia menerbitkan buku Zero Waste Adventure yang berisi cerita pendakian ke sejumlah gunung di Tanah Air, dengan membawa semangat nol sampah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam kesehariannya, pola hidup minim serasah juga diterapkan Siska. Sejak 2015, ia hanya membeli barang bekas untuk keperluannya. Pola makannya pun dibuat sederhana, dengan cara memasak minim minyak dan bumbu, agar tak menimbulkan banyak ampas. “Gara-gara sudah membentuk pola makan semacam ini, jadinya aku enggak banyak kepingin jajan makanan di luar,” kata Siska, Rabu lalu.

Untuk menu camilan, Siska memilih mengudap buah-buahan. Lazimnya pegiat hidup minim sampah, jika ingin membeli makanan dari pedagang sekitar, mereka akan menyiapkan wadah sendiri. Sedangkan untuk makanan pokok, Siska mengusahakan memasak sendiri.

Produk yang dijual di toko Nol Sampah milik tokoh gerakan zero waste adventure Siska Nirmala, di Jalan Bima, Bandung, Jawa Barat, 15 Oktober 2021. TEMPO/Prima mulia

Kiat sederhana menjalani hidup minim sampah juga kerap dibagikan lewat media sosial. Rabu lalu, misalnya, ia mengunggah story Instagram yang memperlihatkan sejumlah barang belanjaan dari pasar. Ia mengajak followers-nya menghitung potensi sampah dari sejumlah barang belanjaan: pisang, mangga, jahe, bawang bombai, daging ayam, dan bubur ayam.

Ternyata, dari jumlah belanjaan yang tak lebih dari 10 jenis itu, potensi sampah plastiknya--jika setiap barang dibungkus--bisa mencapai belasan lembar. Tentu Siska membungkus semua belanjaannya dengan wadah yang ia bawa dari rumah.

“Cara supaya bahan makanan yang dibeli habis dan tidak menyisakan sampah, aku hanya belanja kebutuhan dapur setiap 3-4 hari sekali,” ujarnya. Dengan begitu, kulkas di rumahnya tak pernah penuh dan tidak pernah ada sayur, buah, ataupun bahan makanan lain yang lupa diolah dan malah membusuk.

Siska memilih mengubah pola makan dan konsumsinya dengan alasan simpel: malas mengurus sampah. Jadi, walaupun sudah punya komposter dan terbiasa memilah sampah, sebisa mungkin ia menghindari menghasilkan limbah dalam aktivitas kesehariannya.

Berbelanja dengan jumlah terbatas juga diterapkan Siska ketika ia membuka toko kelontong curah, bernama Toko Nol Sampah, yang berlokasi di Jalan Bima, Bandung. Tepat setahun yang lalu, Siska tergerak membuka toko ini, untuk menyediakan sistem dukungan bagi orang-orang seperti dirinya yang memutuskan menjalani keseharian tanpa menghasilkan sampah.

Di Toko Nol Sampah, Siska menyediakan aneka keperluan dapur, seperti bumbu, rempah, pasta, teh, sereal, dan aneka barang konsumsi harian. Semua produk itu ditempatkan di dalam stoples kaca yang disusun di rak kayu. Pembeli bisa mengambil sesuai dengan kebutuhan untuk kemudian ditimbang. Tentunya, konsumen yang berbelanja di sini harus membawa wadah sendiri. Di sana juga tersedia titik penampungan sampah elektronik dan ampas puntung rokok.

Produk di Toko Nol Sampah, berupa buah jeruk kering. TEMPO/Prima mulia

Nah, untuk melengkapi persediaan stoknya, Siska tak membeli dalam partai besar. “Paling ambil dari supplier sebanyak 1-5 kilogram. Belum berani pesan stok barang banyak, karena volume penjualan juga belum terlalu tinggi,” kata Siska. Walau begitu, kini Siska sudah punya banyak pelanggan tetap.

Biasanya pelanggan Toko Nol Sampah adalah mereka yang memilih mengkonsumsi makanan organik, vegan, dan bebas gluten. Aneka produk yang bersifat natural ini diperoleh Siska dari sejumlah artisan di Bandung. “Selain bahan pangan, ada sabun mandi dan sabun cuci organik yang ramah lingkungan.” Walau produk yang dijual unik dan terbatas, Siska tak mau mematok harga terlalu tinggi. “Karena sasaran pembeli tokoku juga dari kalangan menengah ke bawah.”

Sebagai pemilik, tak jarang Siska dan suaminya menghabiskan stok bahan pangan yang tak terjual di Toko Nol Sampah. Aneka upaya itu membuat produksi sampah dari toko ini, dalam enam bulan pertama, hanya sebanyak 585 gram. Bentuknya berupa plastik bening yang kemudian disalurkan ke bank sampah Parong.Pong di daerah Cigugur Girang, Kabupaten Bandung. Adapun di rumah sendiri, jika dirata-rata, Siska dan suaminya dalam sebulan hanya menghasilkan sampah kurang dari seperempat kilogram.

Di Toko Nol Sampah, Siska juga belum berani menyediakan produk bahan pangan yang tak tahan lama. Tapi, untuk memenuhi permintaan konsumen yang ingin membeli roti, susu, atau buah-buahan organik, Siska bekerja sama dengan petani dan perajin di sekitar Bandung dengan membuka sistem pre-order. “Ke depan, aku ingin di toko ini ada kedai makanan juga, yang bahan masakannya berasal dari produk-produk yang dijual di Toko Nol Sampah.”*

PRAGA UTAMA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Praga Utama

Praga Utama

Bergabung dengan Tempo sejak 2011 sebagai periset foto dan beralih menjadi reporter pada 2012. Berpengalaman meliput isu ekonomi, otomotif, dan gaya hidup. Peraih penghargaan penulis terbaik Kementerian Pariwisata 2016 dan pemenang lomba karya tulis disabilitas Lembaga Pers Dr Soetomo 2021. Sejak 2021 menjadi editor rubrik Ekonomi Bisnis Koran Tempo.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus