Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dituduh Membunuh Tanpa Korban

Ishak Kase, 49, divonis hukuman penjara di Timor Tengah, NTT, dengan tuduhan membunuh temannya Yusuf Benu. Setelah keluar penjara, ternyata Yusuf masih hidup.Ishak menggugat, tapi pengadilan mengelak.(hk)

12 Oktober 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERADILAN memang bisa sesat. Ishak Kase, 49, petani dari Desa Mio di Kabupaten Timor Tengah, NTT, semula diadili dengan tuduhan menganiaya dan membunuh temannya sekampung, Yusuf Benu. Ia pun divonis 6 bulan penjara. Tapi setelah ia menjalani hukuman, ternyata, Yusuf ditemukan masih dalam keadaan sehat walafiat. Sebab itu, melalui kantor pengacara Harjono Tjitrosoebono, Ishak kini menuntut keadilan. Sekitar enam tahun lalu, penduduk Desa Mio gempar karena Yusuf, 36, menghilang. Tidak satu pun keluarganya yang tahu ke mana perginya, termasuk istrinya, Paulina Puai. Mertua Yusuf, Cornelis Isu, akhirnya melapor ke Polres SoE. Polisi, yang coba mengusut kasus itu, memeriksa tidak kurang dari 13 orang. Penyidikan, ternyata, lebih mengarah kepada Ishak. Sebab, sebelum Yusuf hilang, Ishak bertengkar dengan teman sekampungnya itu, yang kebetulan sama-sama pula bekerja di sebuah kebun milik orang lain. Tiga bulan di tahanan, Ishak akhirnya "mengaku" membunuh Yusuf karena, "Saya dibentak dan ditakut-takuti," kata Ishak kepada TEMPO. Berdasarkan pengakuan itu, Jaksa B. Siregar menyeret Ishak ke pengadilan, dengan tuduhan membunuh dan menganiaya Yusuf. Anehnya, jaksa juga menghadapkan istri Yusuf, Paulina Puai, dan seorang petani lain, Titus Puai, sebagai terdakwa, dengan tuduhan bekerja sama dengan Ishak menghabisi Yusuf. Walau mayat korban tidak pernah ditemukan, pihak jaksa rupanya sangat yakin Yusuf telah meninggal. Hakim J. Balukh, dari Pengadilan Negeri SoE, memvonis Ishak dengan hukuman 6 bulan penjara. Sementara itu, Paulina dan Titus dibebaskan. Rela tak rela Ishak menjalani hukuman. Setelah ia keluar, dan sampai beberapa tahun kemudian, kematian Yusuf masih teka-teki. Dan tidak terduga, 1981, Yusuf muncul kembali di kampungnya. Ia sendiri kaget ketika diberi tahu bahwa ia sudah dikabarkan mati. Ternyata, selama tiga tahun menghilang itu, cerita Yusuf, ia pergi merantau ke Kecamatan Batuleu, di Kabupaten Kupang. "Di situ saya bekerja sebagai kuli di proyek lapangan terbang," ujar Yusuf. Rupanya, ia lupa mengirim kabar kepada keluarganya karena sibuk. Keharuan pun mewarnai pertemuan Yusuf dengan Ishak. Kedua sahabat itu berangkulan. "Masa saya sampai hati membunuh teman sendiri," kata Ishak, ketika itu. Yusuf menyahut, "Saya seperti berdosa. Sebab, gara-gara saya, Ishak masuk bui." Ia segera mengirimkan surat ke pengadilan yang menyatakan tidak pernah dianiaya apalagi dibunuh Ishak. Ishak juga hendak menuntut para penegak hukum yang pernah membawanya ke bui. Langkah pertama, ia meminta salinan putusan pengadilan. Tapi bertahun-tahun usahanya itu gagal. Barulah, setelah surat permintaannya ditembuskan ke pimpinan DPP Peradin (persatuan advokat), Jakarta, ia mendapat salinan vonis itu, Maret lalu. Tapi di situ ia hanya disebutkan sebagai terhukum karena penganiayaan, bukan pembunuhan. Karena kegigihannya mengusut kembali kasus itu, kini Ishak terpaksa lari dari desanya, karena ia merasa diancam oleh oknum pengadilan ketika menerima salinan vonis tadi. "Kalau kamu mau meneruskan perkara ini, lebih baik kamu pindah dari sini," ujar Ishak kepada pengacaranya menirukan ancaman itu. Itu sebabnya, ia kini bersembunyi di Kupang, dan bermaksud meneruskan pengungsiannya ke Jakarta. Pengacara Arie Effendi dan J.P. Nazar, dari kantor Harjono Tjitrosoebono, sampai kini belum bisa memastikan tindakan apa yang akan diambilnya. "Kemungkinan kami akan menuntut ganti rugi. Sebab, untuk meminta peninjauan kembali atas perkara itu sudah tidak bisa lagi - tenggang waktu untuk proses itu sudah lewat," ujar Arie Effendi. Kepala Polres daerah itu, Mayor (pol.) Drs. A.M. Tutu, membantah kemungkinan pihaknya salah dalam kasus itu. "Tidak mungkin polisi gegabah membuat berita acara. Waktu itu tentu ada saksi-saksi yang dipakai pengusut untuk menjadi pegangan," ujar Tutu, yang baru enam bulan menjadi kepala polisi di sana. Pihak kejaksaan, yang membawa perkara itu ke pengadilan, pun tidak mau disalahkan. "Ishak itu 'kan hanya kami tuntut dalam perkara penganiayaan. Kami sudah menjelaskan semua itu kepadanya, tapi ia tampaknya tidak mengerti juga," ujar Kepala Bagian Operasi Kejaksaan Negeri SoE, Suratno. Hakim J. Balukh juga beranggapan bahwa keputusan yang diambilnya sudah benar dan wajar. "Saya membebaskannya dalam perkara pembunuhan, karena jaksa tidak berhasil membuktikannya. Tapi ia terbukti menganiaya Yusuf," ujar Balukh. Ketua Pengadilan Negeri SoE, Abdul Rahman, bahkan menganggap kasus itu kini terlalu dibesar-besarkan. "Kalau Ishak kami hukum karena membunuh, 'kan tidak mungkin ia divonis 6 bulan. Jadi, jelas kasus itu tidak sama dengan kasus Sengkon-Karta," ujar Abdul Rakman. Sengkon dan Karta adalah dua orang petani di daerah Bekasi yang dihukum karena membunuh dan merampok. Ternyata, mereka tidak bersalah, dan belakangan dibebaskan Mahkamah Agung, setelah pelaku sebenarnya ditemukan (TEMPO, 13 Desember 1980). Kasus yang mirip dengan perkara Ishak adalah kasus pembunuhan Haryono, awak kapal Karana VIII, di Surabaya. Empat orang terdakwa diadili dengan tuduhan membunuh Haryono. "Mayat korban" ditemukan polisi di Sungai Brantas dan jenazah itu diakui keluarganya sebagai mayat Haryono. Ternyata, ketika sidang masih berlangsung, Haryono muncul di rumah orangtuanya di Jakarta. Keempat terdakwa, yang mengaku sempat dipaksa polisi mengaku sebagai pembunuh, selamat dari vonis membunuh (TEMPO, 26 April 1980). Karni Ilyas Laporan I Nengah Wedja (Bali) & Eko Yoeswanto (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus