Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ibarat pepatah kacang tak lupa kulit. Dalam enam bulan terakhir Edo Kondologit, 40 tahun, kerap bolak-balik terbang ke kampung halamannya di Papua. Dia menjelajah Jayapura, Merauke, Sorong, Manokwari, dan Biak, untuk mencari bibit unggul penyanyi. ”Yang paling berkesan ke Merauke, karena jauh sekali,” katanya.
Semua itu merupakan bagian dari tugasnya sebagai juri Konser Permata Cendrawasih—sebuah acara mirip Indonesian Idol, yang ditayangkan di TVRI seminggu sekali. Juri lainnya adalah penyanyi Yopie Latul, Frans Sisir, dan Heni Roring. Edo biasanya berkomentar apa adanya. ”Bagus saya katakan bagus. Jelek, ya, jelek,” ujar penyanyi yang terkenal dengan lagu Pangkur Sagu itu.
Edo merasa terharu lantaran animo peserta begitu membludak. Pendaftar mencapai 500 orang, dan setelah diseleksi terpilih 80 peserta. Suara mereka terbukti tak kalah merdu dibanding penyanyi top di Jakarta. Dandanan pun tak kalah menarik. ”Saya berani adu dengan peserta ajang serupa di Jakarta,” katanya.
Rencananya, pemenang acara itu akan dibuatkan album. Edo akan terlibat tanpa memasang tarif. Bukan cuma untuk melatih olah vokal mereka, melainkan juga membina sikap agar tidak sombong, manja, dan besar kepala bila sudah menjadi penyanyi hebat. Hitung-hitung, membina adik sendiri, kan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo