Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tip Menjaga Resolusi Tahun Baru

31 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menjelang 2008, biasanya orang menetapkan resolusi tahun baru. Kebanyakan berupa tekad makin sehat, langsing, atau berhenti merokok. Masalahnya, ren­cana yang menggebu-gebu di akhir tahun segera melumer pa­da bulan-bulan awal tahun be­rikutnya.

Pusat Medis Universitas Maryland telah membuat penelitian mengapa reso­lusi tahun baru itu gagal. Lembaga pendidikan tinggi di Amerika Serikat ini juga memberikan tip agar resolusi yang Anda buat untuk 2008 berhasil:

  • Hindari pemikiran perfeksionis, lebih baik berpikir positif. Sebab, bila ingin sempurna, justru gampang gagal.
  • Perlakukan kemunduran sebagai pembelajaran untuk maju dan melanjutkan komitmen resolusi.
  • Jangan buat target terlalu tinggi, realistislah.
  • Jangan simpan resolusi untuk diri sendiri. Ceritakan pada orang lain agar ada yang ikut mengingatkan.
  • Berilah arti untuk setiap pencapaian.
  • Ambil langkah kecil.
  • Dukung dengan semangat spiritualitas. Misalnya, bila ingin sehat, lebih baik berolahraga di luar, dekat dengan alam, ketimbang di gym.

    Usai Libur Panjang, Stres

    Setelah liburan panjang akhir tahun, orang bukannya bertambah segar, malah men­jadi stres. ”Saya menangani kasus depresi terba­nyak setiap Januari, dibanding bulan-bulan lain sepanjang tahun,” kata Gary L. Malone, ahli kesehatan jiwa di Pusat Medis Baylor All Saints, Texas. Pasalnya, setelah pesta dan liburan usai, orang cenderung merasa kecewa dan down.

    Depresi setelah liburan bia­sanya ditandai dengan rasa sedih dan kosong, tidur terlalu sedikit atau banyak, berat badan turun atau naik, kehilangan minat terhadap aktivitas yang biasa disukai, sulit berkonsentrasi, bahkan muncul minat bunuh diri.

    Malone punya beberapa sa­ran menghindari ancaman ­de­presi seusai libur panjang, seperti dimuat di situs HealthDay Selasa pekan lalu:

  • Tetap menyantap makanan sehat seimbang. Kurangi kafein dan alkohol.
  • Perbanyak jalan ringan.
  • Berbagi perasaan dan masalah dengan orang yang Anda percaya.

    Sumber Migrain di Otak Tengah

    Bila setelah libur migrain Anda justru kumat, berikut ada sedikit kabar baik. Pene­liti Rumah Sakit Rangueil, Prancis, berhasil meneliti aktivitas di bagian otak tengah (hipotalamus) ketika terjadi serangan migrain. Karena otak tengah ini bertanggung jawab atas munculnya berbagai emosi manusia, organ ini juga diperkirakan menjadi pemicu timbulnya berbagai jenis sakit kepala.

    Para peneliti merekam aktivitas otak tengah dengan teknik positron emission tomography (PET). Dengan alat ini rekaman tentang apa yang terjadi di otak tengah ketika migrain menyerang tampak lebih jelas, ketimbang studi-studi sebelumnya. ”Kini makin jelas bahwa otak tengah ikut bertanggung jawab terhadap terjadinya serangan migrain tahap awal,” kata Andrew Dowson, direktur unit penanganan sakit kepala RS Kings College, London, seperti dikutip situs BBC pekan lalu. Ini artinya, kesempatan peneliti untuk lebih memahami karakter migrain dan mencari obat yang menyembuhkannya semakin terbuka lebar.

    Tak Akui Anak Mereka Gemuk

    Orang tua biasanya tidak mau mengakui bahwa anak­nya kegendutan. Survei ter­baru lembaga penelitian Ame­rika Serikat, Knowledge Networks, membuktikan hal itu. Melibatkan 2.060 orang tua, peneliti bertanya tentang ­ting­gi dan berat badan anak-anak mereka untuk diukur indeks massa tubuhnya (BMI).

    Para orang tua yang memiliki anak usia 6 hingga 11 tahun dan sangat gemuk atau mengalami obesitas ditanya lebih lanjut. Ternyata, 43 persen menyatakan berat badan anak mereka ”cukup ideal”, 37 persen bilang ”agak gemuk”, dan hanya 13 persen yang mau mengakui anak me­re­ka ”sa­ngat gemuk”. Bahkan ada yang meng­klaim anak me­reka ”agak ku­rus”.

    Mengapa mereka tak mau mengakui pu­nya anak kegen­dutan? ”Orang tua beranggapan, obe­si­­tas anak-anak bi­sa diatasi sejalan de­ngan pertambah­an usia,” kata Matthew M. Davis, dok­ter ahli anak Uni­versitas Michigan, seperti di­ku­tip Associated Press pe­kan lalu. Menurut Davis, peng­ingkaran orang tua itu ber­bahaya, karena membuka pe­luang munculnya penyakit yang terkait dengan kegemukan, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan kolesterol, sejak kecil.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus