Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak biasanya rapat harmonisasi sebuah rancangan peraturan pemerintah melibatkan perwakilan organisasi massa. Namun pertemuan yang membahas pengamanan produk tembakau sebagai zat adiktif di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Selasa pekan lalu dihadiri pula oleh perwakilan Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia. Tegas-tegas mereka menyampaikan petisi penolakan rancangan peraturan pemerintah itu. Menurut Aliansi, peraturan itu akan mematikan industri tembakau dari hulu sampai hilir.
Mengatasnamakan enam juta petani tembakau di seluruh Indonesia, Aliansi bersama perusahaan rokok PT HM Sampoerna Tbk. dan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia memasang iklan di beberapa surat kabar. Isinya: menolak rancangan peraturan antitembakau. Sebaliknya, Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Farid Anfasa Moeloek berkukuh pemerintah perlu segera menerbitkan peraturan yang mengatur tembakau sebagai zat adiktif, sama seperti alkohol.
Sejak terbitnya peraturan pemerintah tahun 1999 mengenai pengamanan rokok bagi kesehatan, upaya ”membekap” kepulan rokok cenderung melemah. Setelah peraturan itu berulang kali direvisi, pasal yang mengatur misalnya batas maksimum kandungan nikotin dan tar dalam sebatang rokok malah lenyap.
Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengutip hasil perhitungan Badan Penelitian Kementerian Kesehatan yang menyatakan, akibat rokok, biaya yang harus ditanggung masyarakat bersama pemerintah sekitar Rp 22 triliun. Karena itu, walaupun dihadang industri rokok dan sebagian petani tembakau, dia berjanji akan maju terus dengan rancangan peraturan pengamanan produk tembakau. ”Tugas saya menjaga kesehatan semaksimal mungkin,” katanya.
Selain soal peraturan pengamanan produk tembakau, ia menuturkan soal kegagalan perundingan kerja sama riset kesehatan dengan Amerika Serikat dan obat generik. Kamis pekan lalu, dia memberikan wawancara khusus kepada wartawan Tempo Nugroho Dewanto, Sapto Pradityo, dan Irfan Budiman. Perbincangan berlangsung selama satu jam penuh, di gedung Kementerian Kesehatan, di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Apa inti keberatan Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia terhadap rancangan peraturan pemerintah mengenai pengamanan produk tembakau?
Saya tidak mau bicara terlalu banyak. Seminggu lalu, Presiden mengatakan semua rancangan peraturan yang berpotensi memancing banyak diskusi di surat kabar tidak dibahas dulu. Rancangan ini sudah di tangan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Mereka nanti yang akan mengundang kementerian-kementerian lain untuk membahasnya.
Dari sisi Kementerian Kesehatan, apa pentingnya peraturan antitembakau?
Sebenarnya ini bukan melulu kepentingan Kementerian Kesehatan. Seluruh dunia kan sudah menuju ke sana. Bahkan Indonesia termasuk negara yang agak terlambat mengikutinya. Statistik memperlihatkan usia perokok makin lama makin muda. Jumlah perokok anak-anak dari tahun ke tahun terus bertambah.
Apa dampak lainnya?
Yang langsung, ya, pengaruhnya ke kesehatan. Orang sakit pasti tidak produktif. Pemerintah terpaksa menganggarkan biaya pengobatan. Apalagi banyak orang tidak punya uang atau hanya punya uang sedikit tapi tetap membeli rokok. Kalau mereka sakit, pasti menjadi tanggungan pemerintah.
Di negara maju ada larangan jelas membeli rokok bagi siapa pun yang berusia di bawah 18 tahun. Apakah ada ketentuan serupa di peraturan ini?
Saya tidak mau bicara terlalu detail. Lha wong begini saja orang sudah ribut. Intinya, yang akan diatur adalah peringatan kandungan rokok itu apa saja, peringatan bahaya merokok, kawasan bebas rokok, dan periklanannya.
Dulu sempat diatur kandungan maksimal nikotin rokok, walau kemudian hilang. Apakah kandungan nikotin akan kembali diatur?
Sekali lagi, saya tidak mau ke arah substansi karena masih dirapatkan. Lebih baik saya tidak ngomong daripada rame.
Penyelenggara acara-acara musik dan olahraga khawatir karena biasanya sponsor terbesar dari industri rokok….
Kalaupun dilarang, saya percaya, mereka bisa mendapatkan sponsor lain. Sebetulnya tinggal kemauan dan kreativitas saja.
Apakah ada kajian anggaran yang dihabiskan pemerintah gara-gara rokok?
Ada penelitian Badan Penelitian Kementerian Kesehatan. Biaya yang muncul akibat produktivitas yang hilang karena sakit senilai Rp 6,3 triliun per tahun. Ditambah produktivitas yang hilang karena prematur Rp 13,74 triliun, plus biaya untuk perawatan sekitar Rp 2 triliun, total biaya akibat rokok sekitar Rp 22 triliun.
Secara matematis, industri rokok selalu membandingkan biaya itu dengan cukai yang mereka setor ke negara sekitar Rp 60 triliun. Pendapat Anda?
Saya tidak mau bicara soal itu. Tugas saya adalah melindungi kesehatan dan menjaga kesehatan semaksimal mungkin.
Sepertinya lobi dari industri rokok kuat sekali….
Mungkin saja, tapi itu tidak mengharuskan kita berhenti, kan?
Apakah ada kemungkinan kompromi?
Saya tidak tahu.
Sudah banyak peraturan daerah yang membatasi perokok, tapi tidak efektif. Apalah rancangan kali ini bisa efektif?
Mestinya, makin tinggi peraturan, makin besar kekuatannya. Ini bukan peraturan menteri, melainkan peraturan pemerintah. Jadi, jika nanti keluar, berarti pemerintah sudah bersepakat mengatur produk tembakau.
Mari kita pindah ke soal penggunaan obat generik. Bagaimana pengaturan Kementerian Kesehatan tentang hal ini?
Masalah ini rumit, dan sudah lama. Ada beberapa hal yang telah kami lakukan. Pertama, sudah keluar peraturan Menteri Kesehatan yang mewajibkan dokter-dokter di rumah sakit pemerintah menuliskan obat generik. Kedua, merasionalisasi harga obat.
Beberapa obat hilang dari peredaran karena biaya produksinya terlalu mahal….
Ada 106 jenis obat yang harganya turun, dan 33 jenis obat harganya naik. Pemerintah akan memberikan subsidi untuk ongkos distribusi ke beberapa daerah. Kementerian Kesehatan akan melibatkan Gabungan Pengusaha Farmasi dan Ikatan Dokter Indonesia untuk mengkampanyekan penggunaan obat generik. Kami terus mengingatkan pengusaha farmasi soal etika pemasaran produk mereka.
Apa upaya lebih keras untuk memaksa dokter meresepkan obat generik?
Saya beberapa kali dikritik tidak tegas, tapi masalahnya bukan itu. Ada enggak dasar hukumnya? Bisa saja kami memberikan surat teguran, tapi nanti orang mengatakan, ”Memangnya, kalau sudah ditegur, dia mau melaksanakan?” Kan, tidak segampang itu.
Selain hukuman, mungkin ada insentif bagi dokter yang meresepkan obat generik?
Yang bisa kami lakukan adalah memasukkan hal itu ke dalam penilaian akreditasi rumah sakit. Memang lebih mudah mengatur dokter yang bekerja di institusi. Bagi yang berpraktek pribadi, ya, tinggal diserahkan ke mekanisme pasar. Kalau pasien melihat resepnya mahal, mereka bisa pindah ke dokter lain.
Apa konsekuensi akreditasi untuk rumah sakit?
Kalau ia gagal mendapatkan akreditasi, rumah sakit itu tidak bisa naik kelas dan mungkin perpanjangan izinnya dipersulit. Bagi rumah sakit pemerintah, Kementerian Kesehatan masih memberikan subsidi.
Banyak pasien miskin kena penyakit berat. Untuk pasien seperti ini, apakah ada anggaran khusus?
Pemerintah punya program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) untuk penduduk miskin dan tidak mampu. Anggaran Jamkesmas pada 2010 ini nilainya Rp 5,1 triliun. Di daerah juga ada program jaminan kesehatan yang dibiayai anggaran provinsi atau kabupaten. Sekarang Jamkesmas juga diperluas bagi penduduk korban bencana, penghuni panti sosial, penghuni lembaga pemasyarakatan, dan penderita talasemia. Penderita talasemia ini setiap minggu bisa dua atau tiga kali cuci darah. Sekali cuci darah biayanya 700 ribu hingga satu juta rupiah. Dan itu seumur hidup.
Apa anggaran Jamkesmas itu mencukupi?
Kami sadar, pada suatu ketika, anggaran itu tidak akan cukup. Saya tidak mau tiba pada suatu titik harus memilih mengorbankan sesuatu atau demi kepentingan lebih besar. Makanya, kami mengajak perusahaan swasta yang punya program sosial untuk berkoordinasi, sehingga bantuannya tidak menumpuk ke satu orang.
Jamkesmas dikritik kurang efektif, alokasinya tidak mengena, dan lebih berat ke upaya pengobatan ketimbang pencegahan. Bagaimana evaluasinya?
Sekarang memang lebih besar ke upaya kuratif ketimbang preventif. Mencegah itu kan bagi yang belum sakit. Tapi yang sudah sakit tetap harus ditolong. Persentase anggaran untuk pengobatan lebih besar dibanding untuk pencegahan karena secara alamiah ongkos pengobatan memang lebih mahal. Sekarang kami memperkuat upaya preventif lewat bantuan operasional kesehatan, walaupun anggaran pencegahan tidak akan pernah lebih besar ketimbang pengobatan.
Cukupkah anggaran Kementerian Kesehatan?
Setelah total anggaran Kementerian dipotong untuk membayar gaji pegawai, dikurangi jatah badan layanan umum (rumah sakit), dipotong anggaran Jamkesmas, dikurangi anggaran pendidikan kedinasan, termasuk beasiswa dokter spesialis, maka anggaran kesehatan menjadi kurus sekali, ha-ha-ha….
Minggu lalu, delegasi Amerika Serikat datang ke Indonesia untuk berunding tentang program kerja sama riset medis setelah United States Naval Medical Research Unit 2 (NAMRU-2) ditutup. Bagaimana hasilnya?
NAMRU-2 sudah ditutup sejak 15 Desember lalu. Kemudian ada waktu tiga bulan untuk pengalihan aset dan perundingan, tapi tidak dicapai kesepakatan. Tadi pagi sudah ada rapat untuk menyerahkan aset-aset NAMRU-2 ke pemerintah Indonesia.
Apa penyebab ketidaksepakatan? Apakah terkait dengan penempatan personel militer?
Itu hanya salah satu alasan. Tapi bukan hanya soal itu. Masih ada isu lama, seperti masalah kekebalan diplomatik dan hak paten.
Apa konsekuensi kegagalan perundingan itu bagi Indonesia?
Tidak ada lagi NAMRU. Mereka pindah. Saya tidak tahu mereka akan membuat proyek riset di mana.
Apakah rencana kedatangan Presiden Barack Obama tidak mempengaruhi perundingan?
Tidak. Pemerintah Amerika masih ada perundingan dengan kementerian lain. Di bidang kesehatan, Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) masih memberikan bantuan program kesehatan. Jadi yang tidak ada hanya laboratorium bersama. Kerja sama lainnya tetap.
Apakah tidak ada tekanan supaya perundingan itu berjalan mulus?
Sampai saat ini, saya tidak merasa ditekan, ha-ha-ha….
Endang Rahayu Sedyaningsih
Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 1 Februari 1955
Pendidikan:
Pekerjaan:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo